Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) menggenjot realisasi penawaran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara seri terakhir ST-006 yang saat ini baru mencapai Rp900 miliar dari target sebesar Rp1 triliun-Rp2 triliun pada masa penawaran 1-21 November 2019.
“Biasanya dekat-dekat deadline ada peningkatan pembelian,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman di Jakarta, Sabtu (16/11).
Untuk menarik minat investor tersebut, sosialisasi digencarkan melalui ajang Green Sukuk Investor Day di CGV Grand Indonesia. Diadakannya sosialisasi di gedung bioskop itu, lanjut dia, guna menyesuaikan dengan karakter investor saat ini yang didominasi kalangan anak muda atau generasi milenial.
Peminat dari milenial, kata dia, mulai melonjak sejak pemerintah mengeluarkan inovasi penawaran dalam jaringan yang bisa diakses melalui telepon pintar pada semester kedua tahun 2018. Ia optimistis target bisa terealisasi meski diakuinya investasi biasanya akan menurun di akhir tahun.
“Sejak memasarkan SBSN melalui wadah online, terjadi pergeseran. Investor kini didominasi generasi milenial, kurang lebih 50%. Maka itu kami bikin seperti ini, salah satunya untuk menjangkau generasi milenial,” kata Luky.
Menyadari pergeseran investor ke arah milenial, lanjut dia, pemerintah memberikan kemudahan penawaran yang bisa dilakukan secara daring. Strategi lainnya adalah dengan menurunkan jumlah minimum pembelian, dari Rp5 juta menjadi Rp1 juta dan maksimal dari Rp5 miliar menjadi Rp3 miliar agar mampu menjangkau milenial lebih luas.
Di kesempatan yang sama, Luky juga menepis anggapan likuiditas perbankan saat ini sedang mengetat lantaran gencarnya pemerintah menawarkan Surat Berharga Negara (SBN).
“Kami terbitkan SBN setahun ini hanya sekitar Rp50 triliun, jadi jumlahnya kecil,” kata dia.
Menurut dia, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari masyarakat yang dihimpun perbankan saat ini mencapai sekitar Rp5.500 triliun. Sementara Kemenkeu di tahun ini hanya menerbitkan SBN senilai Rp50 triliun dan tahun ini juga jatuh tempo sekitar Rp55 triliun.
Meski diakuinya SBN memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi ketimbang bunga simpanan yang ditawarkan perbankan, Kemenkeu masih tetap mengikuti suku bunga acuan yang ditetapkan BI.
Pembiayaan infrastruktur
Di kesempatan yang sama, Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Pengelolaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Irianti Hadiningdyah mengungkapkan, pemerintah telah menerbitkan SBSN atau sukuk negara senilai Rp1.221 triliun sejak 2008 hingga 14 November 2019 yang sebagian berkontribusi untuk pembiayaan infrastruktur di Tanah Air.
“Kami tidak berhenti pada nominal tetapi terus berinovasi dengan menerbitkan financing sukuk sejak 2012,” kata Dwi.
Ia menuturkan, sejak 2013, pemerintah membangun 2.211 proyek infrastruktur di 34 provinsi yang dibiayai dari hasil penawaran sukuk dengan nilai pembiayaan mencapai Rp90,9 triliun.
Secara rinci, proyek financing sukuk itu untuk membiayai proyek jalan dan jembatan di 30 provinsi, revitalisasi asrama haji di 24 kabupaten/kota, serta pengembangan dan pembangunan 32 madrasah. Selain itu, pembangunan jalur kereta api di Jawa, Trans Sumatra, dan Sulawesi, serta modernisasi jalur kereta. (Ant/E-2)
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved