Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Diskriminasi Sawit UE, GAPKI: Harus Gunakan Instrumen Politik

Atalya Puspa
31/7/2019 19:10
Diskriminasi Sawit UE, GAPKI: Harus Gunakan Instrumen Politik
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono( Dok.MI)

KETUA Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengungkapkan pemerintah perlu menggunakan narasi baru untuk melawan diskriminasi komoditas kelapa sawit yang dilancarkan oleh Uni Eropa (UE).

Pasalnya, Joko menilai kebijakan energi terbarukan The EU Renewable Energy Directive II (RED II) salah satu poinnya mengklasifikasikan minyak sawit sebagai produk tak ramah lingkungan bukan isu utama yang menjadi fokus.

"Yang diminta Eropa adalah beyond regilation. Beyond sustainability," kata Joko di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (31/7).

Dirinya menuturkan, di balik isu kelapa sawit yang dilontarkan UE, pemerintah harus melihat dari aspek geopolitik, bukan hanya aspek suistanability.

"Indonesia tidak bisa naif hanya mengumpulkan para ahli menjawab. Kita harus menggunakan instrumen politik, perdagangan," tuturnya.

Baca juga: Indonesia Melobi Italia soal Kebijakan Sawit UE

Joko menceritakan soybean oil yang diproduksi Amerika Serikat (AS) juga pernah dikelompokkan sebagai satuan yang memiliki risiko tinggi. Namun begitu, AS mengancam kepada UE untuk menaikkan tarif impor baja ke AS. Dengan demikian, soybean oil tidak lagi dikelompokkan menjadi satuan yang memiliki risiko tinggi.

Joko menganggap hal serupa bisa dilakukan Indonesia. Produk yoghurt dan mentega yang banyak diimpor oleh UE bisa saja dinaikkan tarifnya oleh Indonesia sehingga UE tidak lagi melakukan diskriminasi terhadap komoditas kelapa sawit.

"Kita harus menggunakan instrumen politik perdagangan. Emang gak bisa dinaikin tarif yoghurt dari Eropa? Bisa. Kita bisa naikan tarif maksimal 40% dari Eropa kalau mau, dan itu tidak melanggar aturan World Trade Organization (WTO)," jelasnya.

Dirinya menegaskan Indonesia memang harus melakukan segala cara di samping terus memperbaiki industri sawit dalam negeri yang berkelanjutan.

Di sisi lain, instrumen perdagangan harus dilibatkan dalam melakukan lobi kepada UE.

"Untuk masalah internasional, kita juga harus memperkuat hubungan bilateral melalui perjanjian perdagangan. Langkah terakhir, yakni litigasi dan retaliasi," tukasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya