Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
RABU (1/3) pukul 14.30, jadwal Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa masih padat. Meski begitu, tidak pula ia menolak wawancara, bahkan mengajak Media Indonesia ikut serta dalam mobilnya. Maka jadilah wawancara dilakukan selama perjalanan dari Kantor Kemensos ke Kantor Pusat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Gesit, begitulah pembawaan yang selalu melekat pada Khofifah. Baik saat menjadi politikus muda di DPR di akhir 90-an maupun saat menjadi menteri pemberdayaan perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid.
Kini pun di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Khofifah tampak selalu berusaha tanggap atas berbagai permasalahan sosial. Bukan hanya menyelesaikan persoalan kebijakan, perempuan berusia 51 tahun ini juga cepat turun ke lapangan. Misalnya saja baru-baru ini ia datang menemui bocah telantar di Tangerang dan menjumpai suku Anak Dalam di Jambi.
Di sisi lain, permasalahan kemiskinan di Indonesia juga terus jadi sorotan. Minggu lalu, laporan Oxfam Indonesia dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFID) menobatkan Indonesia sebagai negara keenam terburuk di dunia untuk ketimpangan ekonomi. Kementerian yang dipimpin Khofifah jelas punya peran besar untuk distribusi bantuan ataupun akses yang dapat membantu masyarakat kelas miskin untuk menapaki tangga kesejahteraan.
Lalu bagaimana Khofifah melihat permasalahan ini dan permasalahan besar kemiskinan Indonesia? Berikut petikan wawancaranya.
Terkait dengan masalah suku Anak Dalam, Ibu terlihat bergerak cepat dan bisa memukimkan mereka. Bagaimanakah prosesnya?
Tidak semua orang tahu bahwa untuk membuat suku Anak Dalam menetap butuh waktu rata-rata minimal dua tahun, jadi mereka harus berproses dulu. Kemudian baru disediakan lahan yang mana itu tugas pemda. Kemensos siapkan bangunannya. Namun, dalam proses transisi tersebut (menjelang bermukim), Kemensos sudah menyiapkan tim untuk memberikan pendampingan dan penyiapan resosialisasi dan integrasi sosial. Jadi integrasi sosial ini misalnya anaknya harus diterima di sekolah terdekat, bagaimana mereka bisa bersosialisasi dengan warga terdekat. Selain itu, mereka harus teradministrasi dalam sistem kependudukan, akan jadi RT, RW atau jadi dusun. Anaknya bisa dapat kartu Indonesia pintar, keluarganya bisa dapat kartu Indonesia sehat, dan lain sebagainya.
Apa program prioritas Kemensos dalam mengatasi kemiskinan?
Tugas dan fungsinya Kemensos yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan itu lewat Program Keluarga Harapan (PKH). PKH itu pada triwulan ketiga, saya sebutnya triwulan karena setahun ada empat kali pencairan. Yang empat kali pencairan ini yang nontunai sudah mulai jalan, sedangkan yang tunai Maret ini baru akan cair, lalu Juni, September, lalu November, Desember. Kalau ditotal dengan kita melihat angka kemiskinan itu ada 28,01 juta. Di Kemensos yang di intervensi itu enam juta keluarga atau setara dengan 9%. Jadi kalau kemiskinannya itu 10,5% yang diintervensi baru 9% itu pun baru November 2016. Dari anggaran Kemensos itu tersebut, 82% memang untuk bantuan sosial (bansos). Dari bansos yang untuk PKH itu 78%. Kalau hanya PKH 6 juta (keluarga), tahun ini Kemensos akan berkontribusi 0,3% dalam penurunan kemiskinan. Akan tetapi, kalau PKH bisa diintervensi secara integratif dengan bantuan pangan, bisa menurunkan kemiskinan 0,45%.
Apakah dengan penurunan kemiskinan juga berpengaruh pada penurunan rasio Gini (ketimpangan pendapatan)?
Kalau penurunan kemiskinan itu ditelaah, tidak selalu beriringan dengan penurunan rasio Gini. Akan tetapi, kalau akses permodalan bisa dilakukan dengan sosialisasi kembali kredit usaha rakyat, itu dapat turut membangun akses permodalan masyarakat. Peran kepala daerah itu penting untuk membangun akses permodalan masyarakat.
Nah peran yang bisa diintervensi pemerintah pusat itu bagaimana agar dapat sharing APBD. Misalnya berapa banyak sebetulnya bisa daerah siapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang menerima beras sejahtera (rastra). Misalnya dalam sebuah kabupaten 100 ribu warganya butuh rastra, tetapi dari pemerintah hanya dapat 82 ribu. Berarti sisanya 18 ribu seharusnya bisa disiapkan dengan sharing APBD. Misalnya Kabupaten Sumbawa Barat, mereka menyiapkan APBD cukup signifikan untuk mengintervensi kemiskinan di daerahnya.
Kalau menurut saya Kabupaten Sumbawa Barat ini bisa menjadi role model dalam hal kepedulian pemerintah kabupaten dan DPRD. Secara khusus waktu saya ke sana memberikan apresiasi kepada DPRD karena sering terjadi niat baik kepala daerah belum tentu di-support DPRD karena beda partai, dan Sumbawa Barat itu antara bupati, wakit bupati, dan ketua DPRD itu beda partai tapi dalam menangani fakir miskin mereka bisa bersatu yang akhirnya keluar sebuah perda yang terkait.
Bagaimana dengan dampak program kartu keluarga sejahtera (KKS) dalam mengatasi jurang ketimpangan?
KKS adalah format untuk dapat mempercepat kemandirian masyarakat. Penurunan kemiskinan itu antara lain intervensi bansos dan subsidi yang semakin diintegrasikan. Asumsinya bahwa penguatan terhadap keluarga makin signifikan, sekarang rekomendasi KPK dan BPK adalah data semakin disatukan, bantuan semakin bersifat nontunai, bantuan menggunakan sistem perbankan, dan semakin diintegrasikan intervensinya. Dari rekomendasi KPK dan BPK, kemudian arahan Pak Presiden, ketemulah format KKS. KKS ini punya fungsi seperti kartu ATM, punya fitur saving account, dan punya fitur e-wallet. Jika semakin banyak program yang bisa diintegrasikan, penguatan keluarga itu akan lebih cepat.
Lalu peran apa yang bisa dilakukan sektor swasta untuk pengurangan kemiskinan?
Kita sekarang sedang mengembangkan E-Warong (Elektronik Warung Gotong Royong). Satu E-Warong kita butuh modal Rp30 juta, apakah misalnya swasta bisa berkontribusi? Melalui CSR mereka misalnya. Jadi percepatan pemandirian masyarakat itu bisa dilakukan dengan intervensi private sector seperti itu. Akan tetapi, tidak mungkin Kementerian Sosial merayu untuk membantu, tapi melalui berbagai pertemuan misalnya forum CSR. Jadi kalau mereka ingin support bagaimana sesungguhnya kita bisa menurunkan ketimpangan. Karena kalau masyarakat daya belinya bagus, mereka akan semakin mampu untuk membeli barang mereka (yang dihasilkan sektor swasta). Jadi akan ada win-win. Kalau masyarakat sudah mandiri, pasti kemiskinan akan turun dan pada titik tertentu juga akan berdampak pada penurunan rasio Gini.
Apa sebenarnya konsep bansos yang hendak dicapai Kementerian Sosial?
Jadi sesuai dengan rekomendasi KPK dan BPK serta arahan Presiden, bansos harus nontunai dengan menggunakan layanan perbankan. Karena nanti monitoring-nya akan mudah, menghindari kemungkinan penyimpangan, dan akan meningkatkan penargetan, serta mengurangi kesalahan sasaran. Yang paling mudah diajak berkoordinasi adalah bank-bank negara. Jadi satu kartu untuk bansos ini, meskipun yang mengeluarkan BNI, bisa dipakai di ATM Mandiri, BRI, BTN, dll. Kalau daerah akan memberikan bansos, kita akan tunjukkan ini data orang miskin di kabupaten Anda, dan kalau mau kasih bansos bisa lewat ini kartunya jadi tidak usah tambah kartu baru. Begitu pula kalau ada private sector mau bantu, tidak perlu kartu baru.
Bagaimana Anda memandang realitas kemiskinan yang ada di Indonesia?
Pada dasarnya yang ingin saya bangun itu mental. Hilangkan mental miskin. Jadi kalau orang merasa miskin itu nanti menjustifikasi meminta-minta. Masyarakat di Indonesia pada dasarnya memiliki keuletan yang sangat tinggi. Bagi mereka yang punya etos kerja yang luar biasa itu bisa menjadi referensi di daerah lain. Contohnya adalah suku Madura, mereka punya etos kerja yang luar biasa, suku Bugis juga punya etos kerja yang luar biasa. Saya melihat di daerah-daerah yang punya etos kerja yang luar biasa itu sebetulnya kalau diberikan sedikit saja stimulan, multiplier effect-nya akan tinggi.
Di sisi lain, mungkin masih ada daerah-daerah yang harus didorong etos kerjanya. Daerah-daerah yang mesti didorong etos kerjanya itu ada baiknya warga lokalnya yang mendorong jangan orang luar. Jadi local wisdom yang dimiliki daerah-daerah bisa digunakan untuk membangun percepatan kesejahteraan masyarakat. Lebih dari itu semua adalah regulasi yang ada, termasuk pengambilan keputusan para kepala daerah dan DPRD-nya. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved