Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Rukun Agawe Santosa

Ono Sarwono
15/9/2024 05:15
Rukun Agawe Santosa
Ono Sarwono Penyuka wayang(MI/Ebet)

‘JIKA benar kalian tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga ialah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai, tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati’.

Kalimat di atas kutipan dari pernyataan pemimpin tertinggi gereja Katolik sedunia Paus Fransiskus ketika mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9). Itu mutiara nasihat amat indah demi kelestarian dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Kodratnya Indonesia beraneka ragam. Ini anugerah luar biasa dan oleh karena itu, bangsa ini mesti senantiasa menjunjung tinggi kerukunan dan persatuan. Nenek moyang kita pun telah mewariskan sesanti jati diri bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.

Baca juga : Unjuk Rasa di Astina

Dalam cerita wayang, kerukunan dan persatuan itu pula yang menjadi ‘ideologi’ bangsa Amarta (Pandawa). Mereka menomorsatukan nilai-nilai itu sehingga derap langkah pembangunan terus berjalan dan eksistensi negara terjaga selamanya.

 

Prinsip tijitibeh

Baca juga : Kebengisan Durga

Pandawa menyadari pentingnya kerukunan dan persatuan semenjak mengalami peristiwa yang hampir saja menghilangkan nyawa mereka. Ketika itu Kurawa membakar Bale Sigalagala, penginapan Pandawa pada malam menjelang serah terima kekuasaan.

Kejadian mengerikan itu dilatarbelakangi nafsu Kurawa menguasai takhta Astina. Dengan memusnahkan Pandawa, jalan menggapai tujuan terbuka lebar. Kenapa demikian? Karena lima kesatria yang menjadi target itu para ahli waris penguasa.

Sebelum Raja Astina Prabu Pandu Dewanata mangkat, takhta dititipkan kepada kakaknya, Drestarastra. Wasiatnya, bila anaknya (Pandawa) dewasa, kekuasaan diberikan kepada mereka. Sebelum penyerahan terlaksana, Kurawa berusaha menghabisi.

Baca juga : Istana Yawastina

Pandawa selamat atas pertolongan dewa. Namun, Kurawa berhasil menggenggam takhta buah skenario kotor paman mereka dari garis ibu, Sengkuni. Pandawa memilih mengungsi kemudian berswasembada mendirikan negara Amarta.

Dalam mengelola pemerintahan, Puntadewa sebagai raja menerapkan prinsip kepemimpinan kolektif kolegial. Artinya, setiap kebijakan diputuskan bersama empat saudaranya dan begitu pula tanggung jawab serta pelaksanaannya.

Kebersamaan itu yang diidamkan ibunda, Kunti Talibrata. Pandawa ialah keluarga yang terdiri dari lima kesatria putra Pandu. Tiga lahir dari rahim Kunti, yaitu Puntadewa, Werkudara, dan Arjuna. Dari Madrim lahir kembar, Nakula-Sadewa.

Baca juga : Refleksi Kemerdekaan

Madrim meninggal dunia tidak lama setelah Pandu wafat ketika putranya masih balita. Praktis, Kunti yang momong dan membesarkan tiga putra kandung dan dua anak tiri. Tidak ada perbedaan kasih sayangnya kepada putra-putranya tersebut.

Kelima anak itu, meskipun dari ayah yang sama, memiliki kepribadian berbeda. Puntadewa penyabar dan pengasih, Werkudara lugu dan tegak lurus, Arjuna suka mengembara, sedangkan Nakula dan Sadewa berwatak jujur dan setia.

Oleh karena itu, dengan tabiat yang berlainan, tidak jarang timbul perbedaan pandangan. Namun, dengan semangat kerukunan dan persatuan, semua bisa berjalan dengan baik. Mereka pandai menyimpan ego masing-masing demi tujuan bersama.

Contohnya, ketika Pandawa kalah main dadu melawan Kurawa, tidak satu pun dari empat adiknya yang menyalahkan Puntadewa. Padahal, sulung itu biang keladi Pandawa kehilangan kedaulatan Amarta dan hidup terlunta-lunta di belantara.

Saat itu Werkudara bersiap menggasak Kurawa yang telah terbukti mengakali dan menjahati, tetapi harus mengurungkan karena perintah Puntadewa. Arjuna yang tersulut emosinya juga mesti bersabar karena anjuran kakaknya agar tetap tawakal.

Dengan peristiwa itu, Puntadewa mengaku salah dan meminta maaf kepada adik-adiknya. Selain itu, ia merasa dirinya sudah tak pantas lagi memimpin. Namun, keempat adiknya legawa dan tetap menghormatinya sebagai pemimpin dan saudara tertua.

Ketika tinggal di Hutan Kamyaka selama 12 tahun akibat kalah main dadu, Pandawa kompak menanggung penderitaan. Lelakon itu justru kian menguatkan persatuan keluarga. Malah mereka menjadikan ‘hukuman’ itu sebagai wahana laku mengasah kualitas jiwa kesatria.

Pada suatu hari dalam masa keprihatinan, Puntadewa meminta Sadewa mencari air minum. Namun, lama tidak kembali. Lalu Nakula disuruh menyusul, tapi tak juga muncul lagi. Kemudian Arjuna, dan akhirnya Werkudara diperintah mencari.

Karena tiada satu pun yang kembali, Puntadewa menyusul dan menemukan semua adiknya mati dengan kulit membiru di tepi telaga. Muncullah gandarwa penjaga telaga dan mengatakan semua mati keracunan karena meminum air tanpa izin.

Puntadewa meminta maaf dan memohon agar semua adiknya dihidupkan kembali. Namun, gandarwa mengaku hanya bisa menghidupkan satu orang. Setelah mendengar jawaban itu, Puntadewa berniat meminum air telaga menyusul mati adik-adiknya.

Gandarwa mencegah lalu beralih wujud Bathara Darma. Dewa keadilan itu mengejawantah menguji kerukunan Pandawa yang berprinsip tijitibeh, yaitu mati siji mati kabeh atau mukti siji mukti kabeh (mati satu mati semua atau bahagia satu bahagia semua).

 

Menjadi kekuatan

Solidnya kebersamaan Pandawa itu, selain hasil didikan ibunda, berkat petuah kakek mereka, Begawan Abiyasa. Setiap Arjuna sowan ke Pertapaan Sapta Arga, mantan raja Astina tersebut selalu mewanti-wanti pentingnya kerukunan.

Ajaran luhur itu juga yang dijangkarkan botoh mereka Sri Bathara Kresna dan ditanamkan dalam-dalam sang pamong Ki Lurah Semar Badranaya. Keduanya tidak bosan-bosan dalam setiap kesempatan mengingatkan indahnya persatuan.

Semangat persatuan itu juga menjadi modal mereka melawan Kurawa dalam perang Bharatayuda di medan Kurusetra. Pandawa pada akhirnya menang dan mendapatkan kembali hak mereka atas kedaulatan Amarta sekaligus Astina.

Poin kisah itu ialah kerukunan dan persatuan menjadi kekuatan Pandawa menjalani setiap lakon. Dalam kearifan lokal, nilai itu terkandung dalam peribahasa rukun agawe santosa, crah agawe bubrah atau bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
  • Premanisme di Mandura

    06/7/2025 05:00

    PREMANISME kembali menggila. Berkedok sebagai ormas, tapi sepak terjang mereka bak garong yang garang melawan hukum.

  • Pemimpin itu juga Guru

    04/5/2025 05:00

    ADA kata-kata bijak, ‘pemimpin itu juga guru’. Maknanya, pemimpin semestinya juga berjiwa pendidik karena ucapan, sikap, dan perilakunya harus bisa menjadi contoh.

  • Berani Berkorban

    02/3/2025 06:00

    ​DALAM hal watak, setiap pejabat negara idealnya seorang kesatria.

  • Cara Membuat Wayang Kulit: Panduan Lengkap untuk Pemula

    18/2/2025 18:41

    Wayang kulit adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Seni tradisional ini bukan hanya hiburan semata, tetapi juga memiliki nilai filosofi dan sejarah mendalam

  • Wayang Golek vs Wayang Kulit: Apa Perbedaannya?

    13/2/2025 23:00

    Keduanya memiliki nilai budaya yang tinggi, namun cara penyampaian cerita dan visualisasinya sangat berbeda, mencerminkan keragaman dalam tradisi wayang di Indonesia.

  • Filosofi Semar: Makna Mendalam dalam Dunia Wayang Kulit

    13/2/2025 18:09

    Di antara banyak tokoh pewayangan, Semar menempati posisi istimewa sebagai sosok yang penuh misteri namun kaya akan kebijaksanaan.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik