Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
ALKISAH Prabu Duryudana memastikan yang menggantikannya kelak sebagai pemegang kekuasaan Astina ialah Lesmana Mandrakumara, putranya. Mimpinya itu didasari keyakinan Kurawa menang melawan Pandawa dalam Bharatayuda.
Untuk mengegolkan ambisi, sejak dini Patih Sengkuni diperintahkan mengatur dan mempersiapkan segalanya. Bila belum ada aturannya, harus segera dibuat, atau bila ada aturan, tetapi berpotensi menghambat pencalonan, mesti dibereskan.
Bagi Sengkuni, yang juga dikenal pengampu rezim Kurawa, itu bukan tugas sulit. Kepiawaiannya melobi sana-sini itu disertai tekanan kekuasaan sehingga tidak ada elite dan pemimpin lembaga negara yang terkait dengan kepentingan itu yang berseberangan.
Baca juga : Kebengisan Durga
Kenyataannya, selama Duryudana berkuasa, pihak yang bertentangan dengan raja pasti menuai akibatnya. Jadi, tidak ada yang mencoba bermain-main atau sembrana karena akan memikul risiko yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Semua persiapan diam-diam dirancang dalam kalangan terbatas istana. Namun, permainan tersebut ternyata terdengar oleh Wisanggeni yang tinggal di pura kakeknya, Bathara Brama, di Kahyangan Daksinageni bersama ibunya, Bathari Dresanala.
Kodratnya, Wisanggeni, walau tidak dikenal memiliki ajian dengan nama tertentu, sakti tiada tanding. Ia juga cerdas lahir dan batin sehingga mampu mendengar dan mengetahui apa pun yang terjadi di seluruh penjuru jagat.
Baca juga : Istana Yawastina
Sejak lahir Wisanggeni ‘pinayungan’ (dalam lindungan) Sanghyang Wenang, leluhur para dewa. Bahkan banyak yang meyakini Wisanggeni merupakan kekandhanging (tempat) Sanghyang Wenang saat mengejawantah.
Oleh karena itu, banyak yang percaya bahwa Wisanggeni juga tinggal di Kahyangan Alang-Alang Kumitir, istana Sanghyang Wenang. Itu eksklusivitas yang tidak pernah didapat para dewa sekalipun. Wisanggeni sungguh titah ajaib yang pernah tercipta.
Setelah mengetahui kabar rencana pelanggengan rezim Kurawa, Wisanggeni ingin memberikan ‘teguran’ kepada Duryudana dan kroninya. Namun, pamitnya kepada eyang dan ibunya mengaku ingin ke Amarta bertemu dengan saudara-saudaranya.
Baca juga : Refleksi Kemerdekaan
Tanpa sepengetahuan uaknya, Raja Amarta Prabu Puntadewa, serta para pepunden Pandawa lain, Wisanggeni mengumpulkan dulur-dulurnya. Di antaranya Antareja, Gatotkaca, dan Antasena. Tiga putra Werkudara itu para senapati terdepan Amarta.
Setelah sama-sama melepas kangen, Wisanggeni mendiskusikan isu terkait dengan nafsu Duryudana membangun politik dinasti di Astina. Tujuannya melanggengkan kekuasaan dengan mempersiapkan Lesmana sebagai successor (penerusnya).
Bila mendasarkan angger-angger (konstitusi), Duryudana menduduki kursi raja Astina itu pelanggaran berat. Seharusnya takhta dikembalikan kepada Pandawa sebagai ahli waris. Bukan malah dipertahankan dan ingin diwariskan kepada anak.
Baca juga : Kebengisan Durga
Apalagi dari segi persyaratan, Lesmana tidak memenuhi kriteria pemimpin karena mengidap gangguan mental. Belum lagi kecerdasannya juga di bawah normal serta tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Singkatnya tak layak jadi raja.
Semua putra Pandawa satu pemahaman. Atas inisiatif Wisanggeni, mereka sepakat berunjuk rasa di alun-alun Astina. Selain mereka, ribuan pemuda rakyat Amarta ikut serta. Tuntutan mereka turunkan Duryudana dan gagalkan politik dinasti.
Bala Kurawa berusaha membubarkan aksi konstitusional tersebut. Namun, setelah tahu gerakan itu dipimpin Wisanggeni, tak ada yang berani. Semua gemetar dan lunglai akibat perbawa (daya yang terpancar dari sifat luhur) Wisanggeni.
Duryudana, yang menggelar rapat terbatas membahas aksi tersebut, mengutus sentana dalem sekaligus nayaka praja Kartamarma menemui pemimpin gerakan. Wisanggeni dipersilakan menghadap raja dan menyampaikan aspirasi.
Tanpa ragu, Wisanggeni dengan ditemani Antasena naik ke sitinggil. Antareja dan Gatotkaca tetap di alun-alun bersama demonstran lain. Mereka stand by di tempat menunggu hasil negosiasi sambil berjaga-jaga agar tidak ada penyusup.
Dengan memendam geram, Duryudana menyayangkan demonstrasi. Apalagi setelah diketahui bahwa aksi itu dipimpin keponakan sendiri. Istana Astina, katanya, terbuka lebar bagi putra-putra Pandawa yang ingin menemuinya.
Dengan tegas Wisanggeni mengatakan aksinya diperuntukkan mengkritik Duryudana yang dinilai kian tidak terkendali mengumbar nafsu. Setelah merampok takhta, berusaha melanggengkan kekuasaan dengan menggadang-gadang Lesmana.
Sengkuni menyela meminta waktu menanggapi. Menurutnya, Duryudana sudah benar dan memang berhak menjadi raja. Ia anak sulung Drestarastra, ayahnya yang posisinya sebagai putra pertama raja sebelumnya, Prabu Kresnadwipayana.
Berdasarkan aturan turun-temurun, ujar Sengkuni, Drestarastra yang seharusnya menjadi raja setelah Kresnadwipayana lengser. Namun, kenapa anak kedua, Pandu (ayah Pandawa), yang dinobatkan? Kresnadwipayana merusak tatanan, katanya.
Antasena mengingatkan Sengkuni agar tidak asal njeplak menyangkut Kresnadwipayana. Ia tak rela reputasi eyangnya, yang di usia tuanya menyepi di Pertapaan Ratawu di Sapta Arga bergelar Begawan Abiyasa, dicacat.
Buru-buru Wisanggeni meminta Antasena bersabar. Ia lalu menanyai Sengkuni, apakah sudah membaca dengan teliti aturan suksesi Astina. Dijelaskan, ada satu pasal yang menyebutkan bahwa untuk menjadi raja, yang bersangkutan harus sehat jasmani dan rohani.
Apakah persyaratan itu bisa dipenuhi Drestarastra? Sengkuni terdiam dan jidatnya mengerut tampak sedang mencari argumen lain. Sejak lahir, bapak Kurawa itu buta dan karenanya, ia legawa Pandu yang menjadi raja.
Singkat cerita Duryudana murka. Pasukan Kurawa diperintah menangkap dan memenjarakan Wisanggeni serta Antasena dan pentolan demonstran. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, semua bala Kurawa dilumpuhkan.
Wisanggeni menegaskan dirinya bisa merampas takhta Astina dari genggaman Kurawa dan menyerahkan kepada Pandawa. Namun, itu tidak dilakukan karena dewa menggariskan bahwa Pandawa akan mendapatkan hak mereka lewat Bharatayuda.
Poin kisah itu ialah bahwa Wisanggeni merupakan representasi rakyat yang mengkritik penguasa zalim. Dalam konteks kekinian, rakyat pemegang kedaulatan sesungguhnya dan oleh karena itu, jangan pernah dipermainkan. (M-3)
PREMANISME kembali menggila. Berkedok sebagai ormas, tapi sepak terjang mereka bak garong yang garang melawan hukum.
ADA kata-kata bijak, ‘pemimpin itu juga guru’. Maknanya, pemimpin semestinya juga berjiwa pendidik karena ucapan, sikap, dan perilakunya harus bisa menjadi contoh.
Wayang kulit adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Seni tradisional ini bukan hanya hiburan semata, tetapi juga memiliki nilai filosofi dan sejarah mendalam
Keduanya memiliki nilai budaya yang tinggi, namun cara penyampaian cerita dan visualisasinya sangat berbeda, mencerminkan keragaman dalam tradisi wayang di Indonesia.
Di antara banyak tokoh pewayangan, Semar menempati posisi istimewa sebagai sosok yang penuh misteri namun kaya akan kebijaksanaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved