Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
CELLA, 30, mengambil ponsel dari tasnya. Ia lalu membuka aplikasi foto dan melihat ke layar ponsel. Setelah merapikan rambut dan senyumnya dirasa sempurna, ia menyentuh ‘tombol’ kamera untuk berswafoto.
Cella kemudian semringah melihat hasil swafotonya. Dalam hitungan detik, tanpa butuh waktu untuk melakukan pengaturan, foto yang sudah jadi pun diunggah ke media sosial Instagram dan WhatsApp. Menggunakan aplikasi filter wajah, membuat mukanya tampak mulus. Jerawat di bagian pipi pun tak tampak setelah menggunakan filter wajah di aplikasi.
"Jerawat saya jadi hilang," ujarnya sambil tertawa.
Cella merupakan satu dari jutaan orang yang menggunakan filter wajah untuk mendapatkan hasil foto memuaskan. Salah satu aplikasi foto yang cukup populer ialah FaceTune yang telah diunduh lebih dari 200 juta kali di seluruh dunia.
Dengan berlangganan, aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk membuat perubahan pada penampilan wajah mereka, seperti menghaluskan kerutan, meniruskan wajah mereka, mengubah bentuk dan ukuran mata, atau memancungkan hidung mereka secara digital.
Awalnya hanya bisa digunakan untuk foto, dua tahun lalu FaceTune yang dimiliki perusahaan Israel, Lightricks itu meluncurkan versi untuk video selfie pendek.
Pendiri Lightricks, Zeev Farbman mengatakan pihaknya membuat aplikasi yang bisa bekerja semudah mungkin. "Anda ingin memberikan 80% kekuatan kepada orang-orang, dan 20% kerumitan perangkat lunak profesional. Itulah permainan yang kami coba mainkan," ujarnya.
Meski memberikan kepuasan kepada pengguna, pemakaian aplikasi pengubah wajah telah diperdebatkan sejak beberapa tahun terakhir.
Jika dulu filter wajah sekadar dipakai untuk lucu-lucuan, umpama, dengan menambahkan telinga anjing, memberi kumis kucing di wajah, dan sebagainya, saat ini filter tersebut semakin difungsikan untuk mempercantik penampilan di foto/video (beauty filter).
Filter kecantikan pada dasarnya adalah alat penyuntingan foto/video otomatis yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan visi komputer untuk mendeteksi fitur wajah dan mengubahnya.
Mereka menggunakan penglihatan komputer untuk menginterpretasikan hal-hal yang dilihat kamera, dan menyesuaikannya sesuai ‘aturan’ yang ditetapkan oleh pembuat filter. Sebuah komputer mendeteksi sebuah wajah dan kemudian melapisi template wajah tak terlihat yang terdiri atas lusinan titik, menciptakan semacam jaringan topografi. Setelah itu, direkonstruksi, semesta grafik fantastis akan ditempelkan pada jaringan tadi. Hasilnya bisa apa saja, mulai mengubah warna mata hingga menanam tanduk di kepala.
Seperti dilansir dari BBC, berdasarkan survei pada 2021 yang dilakukan merek perawatan kulit Dove, aplikasi pengubah wajah memberikan efek buruk karena mempromosikan pandangan yang tidak realistis tentang kecantikan. Hal tersebut dapat berbahaya terutama bagi anak-anak dan remaja yang mudah terpengaruh. Misalnya, 80% remaja perempuan mengatakan bahwa mereka telah mengubah penampilan mereka di foto online pada usia 13 tahun.
Dok. YOUCAM PERFECT
Regulasi
Sejauh ini memang tidak ada yang menyerukan agar teknologi ini dilarang. Akan tetapi, ada sejumlah gerakan untuk memaksa pengiklan dan influencer atau pemengaruh di media sosial yang sering dibayar untuk mempromosikan produk untuk mengakui bahwa mereka telah mengubah citra fisik mereka dengan aplikasi.
Norwegia dan Prancis ialah dua negara yang menaruh perhatian pada pentingnya aturan penggunaan filter wajah. Norwegia memperkenalkan undang-undang pada tahun 2021 yang mengharuskan influencer di Instagram dan TikTok untuk menunjukkan label foto yang diunggah telah melalui retouch melalui aplikasi filter wajah.
Langkah ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran akan kesehatan mental yang buruk yang disebabkan oleh platform media sosial seperti Instagram dan TikTok. Amendemen yang dibuat oleh Kementerian Norwegia menyatakan bahwa iklan yang menampilkan segala jenis perubahan pada bentuk, ukuran, atau warna kulit tubuh harus ditandai dengan label standar yang akan disediakan oleh pemerintah.
Peraturan baru ini secara langsung berdampak pada para influencer dan selebritas yang mempromosikan iklan berbayar mereka di media sosial.
Penggunaan filter juga harus menyertakan pengakuan bahwa gambar tersebut telah diubah. Bagi mereka yang melanggar hukum, diperkirakan akan menghadapi denda yang berat dan kemungkinan hukuman penjara.
Peraturan tersebut mendapatkan dukungan luas dari banyak komunitas di Norwegia. Beberapa bahkan menyarankan agar pemerintah Norwegia melangkah lebih jauh dengan memperluas undang-undang tersebut untuk mencakup konten di media sosial.
Sementara itu, Prancis melangkah lebih jauh dan sedang dalam proses menuntut persyaratan yang sama, tetapi untuk foto dan video. Seperti dilansir dari Insider, Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan pihaknya ialah negara Eropa pertama yang membuat rancangan undang-undang untuk mengatur sektor influencer.
"Kami akan mewajibkan untuk menunjukkan penggunaan filter atau retouching pada konten foto dan video selama kemitraan berbayar," ungkap Le Maire.
Ia menjelaskan rancangan undang-undang tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membatasi dampak psikologis yang ditimbulkan oleh praktik-praktik tersebut terhadap pengguna internet. Peraturan tersebut juga dimaksudkan untuk membantu mendukung influencer sekaligus melindungi konsumen.
Ini bukan pertama kalinya Prancis berusaha meningkatkan transparansi dalam peredaran gambar yang dimanipulasi. Pada 2017, Prancis mengesahkan undang-undang yang mewajibkan setiap foto komersial yang telah disunting agar tubuh model terlihat lebih kurus atau lebih berisi ditandai dengan label photographie retouchée (foto yang di-retouch).
Bagaimana di Indonesia? Pengaturan filter pengubah wajah atau tubuh tersebut tampaknya belum menjadi urgensi di mata regulator. Namun, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai langkah yang dilakukan oleh Norwegia dan Prancis bisa diikuti oleh Indonesia.
Ia mengatakan, aplikasi filter kekinian amat mudah untuk mengubah atau memalsukan wajah seseorang dengan hasil yang dapat mengagetkan karena akan tampak seolah asli. Sejumlah aplikasi pengubah wajah yang dibekali AI, seperti Lensa Ai, YouCam Perfect, dan YouCam Enhance.
"Seharusnya hal (pengaturan) ini dilakukan karena teknologi AI mampu memalsukan wajah seseorang dan lainnya dengan wajah orang lain dengan sangat mulus. Sangat sulit membedakan hasil rekayasa komputer dengan aslinya," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (18/4).
Bukan tidak mungkin, teknologi Ai tersebut rentan disalahgunakan oleh pengguna yang berniat buruk. Alvin tidak sekadar bicara tentang aspek komersil, tapi juga mereka yang mungkin punya intensitas lebih besar, utamanya jelang pemilu yang akan berlangsung pada 2024. Ia mengatakan dengan dukungan AI, foto dan video dapat dengan mudah diubah dan dimanipulasi yang akhirnya bisa dimanfaatkan menjadi konten untuk pemecah belah.
"Adanya Pemilu 2024 yang sangat rentan digunakan untuk keperluan negatif seperti disinformasi mengganti wajah lawan politik seakan-akan mengatakan hal yang tidak dikatakannya," katanya.
Apalagi, masih rendahnya literasi digital di Tanah Air rawan membuat hoaks dan fake news mudah tersebar. Hal tersebut akan dimanfaatkan oleh sejumlah orang yang memiliki kepentingan jahat.
Maka dari itu, ia menilai, perlu ada regulasi yang mengatur foto dan video yang diunggah ke media sosial. Mengenai bagaimana regulasinya, kata ia, tentu nanti akan dibahas lebih lanjut oleh pihak yang memiliki wewenang. "Ini sangat berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan negatif sehingga cukup mendesak untuk diatur," ujarnya. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved