Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Bahlil Lahadalia : Perjuangan Keras Anak Daerah

NIKE AMELIAS SARI
30/10/2022 05:15
 Bahlil Lahadalia : Perjuangan Keras Anak Daerah
Bahlil Lahadalia(MI/SUMARYANTO BRONTO)

DARI banyak kisah sukses orang yang berangkat dari ekonomi lemah, mental baja selalu jadi faktor penting. Hal itu pula yang ada dalam jalan hidup Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Menjadi bintang tamu dalam episode perdana Kick Andy Special Guest, Bahlil Lahadalia mengungkapkan perjuangannya yang sudah harus ikut mencari uang sejak SD. Lahir di Banda, Maluku Tengah, pada 7 Agustus 1976, ia merupakan anak dari ayah yang seorang buruh bangunan dan ibu yang bekerja sebagai buruh cuci.

“Masa panjang itu luar biasa sekali, saya sejak SD sudah tahu cari duit karena harus bayar buku. Jadi, jual kelapa, pikul kayu bakar, kemudian SMP saya jualan kue. Emak saya bikin kue dan saya jual kue itu ke teman-teman saya. Waktu itu antara malu dan tidak malu, tapi itu sebuah keterpaksaan daripada mati, jadi harus lakukan,” kata Bahlil dalam episode yang tayang malam ini pukul 21.05 WIB di Metro TV.

Saking sulitnya ekonomi mereka, Bahlil harus bergantian memakai sepatu sekolah dengan adiknya. Ia yang bersekolah pagi harus buru-buru pulang agar sepatunya dapat dipakai adiknya. Saat sepatu itu robek, mereka hanya cukup menambal dengan kertas karena tidak mampu membeli yang baru. Duduk di bangku kelas 2 SMP, anak ke-2 dari delapan bersaudara itu mulai merasakan kerasnya kehidupan terminal dengan menyambi kerja sebagai kondektur angkot. Ia kemudian naik menjadi sopir
angkot setelah duduk di SMEA. “Dinamika kehidupan itu saya lalui bukan hal yang saya suka, tapi kalau saya tidak laluinya, nanti saya enggak bisa sekolah dan enggak bisa bantu bapak ibu saya. Kalau udah SMP kelas 3 lalu SMA, itu pasti kita tahu malu juga, tapi mau gimana lagi. Malu atau mati,” lanjut pria yang bersekolah hingga SMP di Seram Timur lalu bersekolah SMEA di Fakfak, Papua.

Lebih lanjut ia mengatakan meski terlahir dari seorang ibu yang terbatas dalam hal ekonomi, ia justru bersyukur dan bangga memiliki kedua orangtua seperti ayah dan ibunya. “Karena ada pelajaran berharga yang diajarkan ayah ibu saya. Kerja keras, bertanggung jawab, mensyukuri, dan enggak boleh ngeluh terhadap masalah apa pun yang kita hadapi. Kami berdelapan yang masih hidup dikasih kuliah, semuanya S-2, S-1, semuanya selesai,” ungkapnya.

Ayah dan ibunya juga tidak pernah mengajarkannya untuk meminta-minta. “Kami ada keluarga di Fakfak yang secara ekonomi mereka mampu, tapi enggak pernah diajari oleh ayah ibu kami untuk harus mengharapkan atau menggantungkan hidup kami kepada mereka,” ujarnya.

Segala pelajaran itu diyakini Bahlil yang berjasa membentuk dirinya sekarang. “Bayangkan kalau saya dilahirkan dari keluarga mampu, ajaran-ajaran ini mungkin tidak bisa saya dapatkan dan belum tentu saya bisa menjadi menteri seperti sekarang. Saya bangga kepada ayah dan ibu saya,” jelasnya.

Sang ayah meninggal pada 2003 saat Bahlil masih bekerja sebagai karyawan, sebelum melihat dirinya sukses seperti saat ini. Namun, kala itu Bahlil sudah sempat menyampaikan kepada kedua orangtuanya untuk berhenti bekerja dan ia akan menanggung biaya semua adiknya. Janji itu mampu disaksikan ibunya yang masih sehat hingga kini.


Pendidikan


Dari perjalanan hidupnya, Bahlil belajar ada kalanya kondisi tidak bisa dilawan, tetapi yang terpenting usaha untuk bangkit kembali. Itu terjadi ketika ia sempat putus sekolah saat SMP dan kemudian mengambil paket C untuk menyambung sekolahnya kembali. “Saya ikut ujian persamaan. Saya ini adalah alumnus paket C. Sekolah itu tidak menjamin kualitas seseorang, yang menjamin adalah orang itu sendiri. Sekolah itu instrumen sarana saja,” jelasnya.

Setelah lulus SMEA, ia melihat teman-temannya sudah mulai menata hidup untuk masuk ke perguruan tinggi. Momen mengantar temannya ke bandar udara untuk pergi berkuliah cukup memukul Bahlil. Ia sempat meratapi nasibnya yang padahal memiliki nilai lebih tinggi dari teman-temannya yang mampu melanjutkan kuliah itu.

“Sambil saya makan ikan di pinggir jalan di tepi laut, saya memikirkan saya ini mau jadi apa. Apakah saya harus menjadi anak terminal terus. Saya sempat nangis juga di situ,” kenang Bahlil. Ia kemudian membulatkan tekad berangkat ke Jayapura keesokannya.

Berbekal ijazah, tiga lembar baju, dan uang Rp800 ribu dari hasilnya menjadi sopir angkot, Bahlil tiba di Jayapura. Semua kampus telah tutup masa pendaftaran, tetapi ia akhirnya bisa mendaftar ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Port Numbay setelah bertemu dan menceritakan kisahnya ke salah seorang dosen.

Di Jayapura, ia juga berkerja di terminal demi mencicil uang kuliah. Semasa kuliah pula ia terkena busung lapar karena kekurangan makan. Meski serbakekurangan, ia tidak malu bergaul dan bahkan sangat aktif di senat mahasiswa hingga didapuk menjadi sekretaris senat saat semester empat. “Nah, ketika ini saya sudah bilang selamat tinggal penderitaan. Karena sudah banyak yang bisa dimainkan, sudah banyak kenalan. Saya ketika kuliah punya 3 konsep, sukses kuliah, sukses organisasi, sukses kerja,”
katanya.

Keaktifannya semasa kuliah membawanya untuk melihat dunia yang lebih luas. Bahlil bersama temantemannya kerap ke Jakarta untuk urusan aktivis dan organisasi. Setelah lulus dari STIE Port Numbay Jayapura, Bahlil sempat bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Namun, kemudian ayah dari empat orang anak itu memutuskan menjadi pengusaha. “Berangkat pada sebuah komitmen pada diri saya, insya Allah saya harus mengakhiri kemiskinan. Cara untuk saya mengakhiri kemiskinan, saya harus jadi pengusaha,” ungkapnya.

Usaha kayu menjadi titik awal kesuksesannya. Bahlil kemudian mampu memiliki 10 perusahaan yang dimiliki dengan ribuan tenaga kerja. Tak jarang ia juga menemui pasang surut dalam usahanya. Menurutnya, pengusaha hebat sesungguhnya ialah pengusaha yang jatuh bangun dalam meniti usahanya.

“Pengusaha di Indonesia cuma ada dua, by nasab dan by nasib. By nasab adalah pengusaha yang menurunkan usaha kedua, ketiga artinya dari lahir sudah kaya. Kalau by nasib, ya, seperti saya. Harusnya untuk generasi ke depan, by desain. Ini adalah gabungan by nasab dan by nasib,” ujar Bahlil.

Berkat kepiawaiannya di dunia bisnis, pria yang menuntaskan gelar S-2 di Universitas Cenderawasih, Jayapura, itu didapuk menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode 2015-2019. Namanya kemudian semakin dikenal setelah masuk kabinet Presiden Jokowi sejak 2019.

D a l a m p e r j a l a n a n hidupnya yang keras dan berjuang dalam keterbatasan ekonomi, Bahlil mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menjadikan uang sebagai
tujuan hidupnya. Baginya, uang hanyalah fasilitas untuk dirinya berguna bagi orang lain. Simak tayangan selengkapnya hanya di Kick Andy Special Guest malam ini. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya