Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PEMBAHASAN mengenai keterkaitan antara perkembangan budaya kontemporer, perempuan, dan Al-Qur’an merupakan hal yang terus bergulir seiring dengan perkembangan zaman. Tidak sedikit negara atau masyarakat di suatu tempat menentang wacana perjumpaan ketiga unsur tersebut.
Realisasi kesetaraan gender masih saja menjadi hal yang tak mudah. Khususnya di negara yang masyarakatnya menjunjung tinggi Islam konservatif dan sulit menerima dinamika perkembangan zaman. Hal itu membuat banyak perempuan muslim kerap terjebak dalam berbagai aturan yang membatasi ruang gerak dan hak hidup lainnya, khususnya yang berkaitan dengan hukum perdata.
Teori mengenai peran serta perempuan di ruang publik yang masih terganjal oleh banyak hal di era modern tersebut didobrak Ashgar Ali Engineer dalam bukunya yang berjudul Tafsir Perempuan. Buku yang di Indonesia baru saja diterbitkan penerbit Ircisod tersebut merupakan terjemahan dari The Quran, Women, and Modern Society.
Meski cetakan pertama telah terbit pada 1999 di India, hingga saat ini berbagai teori dan pemikiran penulis masih sangat relevan dengan kehidupan perempuan muslim di banyak negara, termasuk di Indonesia yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam.
‘Kehidupan patriarkal menjadi salah satu kendala dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Undang-undang keperempuanan yang merefleksikan nilai-nilai patriarkal diupayakan sedemikian rupa agar mendapat legitimasi dari kitab suci, dan oleh karena itu dianggap memiliki kesakralan sehingga tidak boleh diubah. Upaya apa pun yang dilakukan untuk mengubah undang-undang tersebut dianggap sebagai rekayasa manusia dan oleh karena itu harus ditolak’, halaman 10.
Bagi yang mendalami isu feminisme dan teori-teori keagamaan kontemporer, nama penulis buku ini pasti sudah tak lagi asing di telinga. Ia merupakan salah seorang pionir organisasi dan gerakangerakan muslim progresif yang berasal dari India. Sebanyak 50 buku telah ia tulis sebelum wafatnya pada 2013. Tafsir Perempuan merupakan salah satu karya Engineer yang paling banyak dibahas para pemikir muslim di berbagai negara hingga saat ini.
Buku Tafsir Perempuan memiliki tebal 300 halaman yang terdiri dari 16 bab. Penulis memulai bukunya dengan pembahasan mengenai sumber-sumber penetapan hukum dalam Islam atau tasyri’.
Penulis menyampaikan berbagai sudut pandang mengenai Al-Qur’an dan penafsirannya yang sesungguhnya sangat beragam. Bahkan para sahabat Nabi yang menyaksikan turunnya wahyu sering berbeda pendapat antara satu dan lainnya.
Begitu juga dengan hadis yang disebutnya bukan sebuah bagian integral atau hal penting dalam formulasi syariah, melainkan pelengkap saja. Terlebih, autentisitas hadis juga banyak yang dipertanyakan mengingat tak sedikit hadis yang baru muncul setelah wafatnya Nabi.
Bukan hanya berdasarkan pendapat dari hasil pemikirannya pribadi yang dijadikan landasan oleh penulis dalam mengambil kesimpulankesim pulan tersebut, untuk mendukung pemikirannya, penulis selalu menyertakan pendapat atau literatur dari para pemikir dan ahli hukum Islam lainnya dari berbagai negara.
Selain itu, selalu disertakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendukung argumentasinya. Dengan begitu, pembaca juga diajak ikut berpikir dan bermain logika untuk menyimpulkan apa yang ia sampaikan di setiap paragrafnya. Penulis tak pernah mentah-mentah menarik kesimpulan dari pemikirannya tanpa disertai rujukan.
Pembahasan hal-hal perdata terkait dengan perempuan di negara-negara muslim dikupas dengan sangat jeli oleh penulis. Di antaranya mengenai masalah warisan, hak bekerja, pernikahan dan perceraian, keluarga berencana, penggunaan jilbab dan cadar, hingga soal poligami. Tanpa gentar penulis menyuarakan berbagai pendapatnya yang tak jarang sangat bertentangan dengan penganut Islam konservatif.
Berdasarkan literatur tentang sejarah umat muslim serta masyarakat dunia secara umum, penulis menjabarkan penggunaan cadar sebenarnya bukanlah fenomena Arab. Penggunaan cadar dimulai perempuan Suriah dan Palestina yang berada dalam dominasi kebudayaan Romawi.
‘Tidak ditemukan perintah khusus dalam Al- Qur’an untuk menutup bagian pribadinya dan menutup dadanya (QS An-Nuur, 24: 31--32)’, halaman 17.
Penulis secara tegas menyampaikan praktik keluarga berencana (KB) merupakan hal yang tak seharusnya dilarang demi kemaslahatan hidup sebuah keluarga dan masyarakat luas. Apa lagi tak ada ayat di Al-Qur’an yang menyebutkan pelarangan terhadap KB.
Begitu juga dengan poligami. Berdasarkan fakta sejarah yang dirangkum dari berbagai sumber sejarah dapat disimpulkan bahwa poligami sesungguhnya hanya relevan dilakukan dalam kondisi tertentu. Salah satunya di era pasca-Perang Uhud yang membuat banyak perempuan menjanda.
‘Bahkan meskipun Al-Qur’an membolehkan mengawini hingga empat orang perempuan, Al- Qur’an memberikan persyaratan yang sangat ketat, yaitu kesanggupan untuk berlaku adil (QS An-Nisaa, 4: 129). Dan, Al-Qur’an menjelaskan bahwa tidak mungkin seorang suami dapat berlaku adil (QS An-Nisaa, 4: 129). Oleh karena itu, pesan Al-Qur’an cukup jelas: mengawini satu orang perempuan saja’, halaman 20.
Saat ini semangat untuk membantu dan meningkatkan martabat perempuan dengan berpoligami telah sirna seiring dengan berjalannya waktu. Pesan Al-Qur’an tentang keadilan dan makna poligami semakin bergeser dan banyak pihak mencari pembenaran untuk berpoligami dengan berlandaskan penafsiran ayat yang tidak sesuai.
Kaya rujukan
Dalam paparannya di babbab dalam buku, penulis menegaskan perbedaan mengenai penerapan hukum terhadap perempuan antara satu negara muslim dan yang lainnya sebenarnya lebih dipengaruhi keadaan sosial dan politik. Sementara itu, unsur perintah agama yang digadanggadang sebagai landasan utama sebenarnya lebih banyak dikesampingkan atau disesuaikan dengan kondisi di negara masingmasing.
Meski berasal dari India, penulis juga menghadirkan banyak kisah dan situasi kehidupan perempuan muslim di banyak negara lain dari masa ke masa. Cerita-cerita tersebut dihadirkan sebagai studi kasus dan contoh yang memperkuat setiap pernyataan dan pemikirannya.
Beberapa kisah perjalanan umat muslim dunia yang diangkat di antaranya tentang reformasi hukum perdata Islam di Yordania, Islam dan reformasi liberal di Mesir, dan berbagai isu tentang hukum perdata terkait dengan perempuan muslim di berbagai negara, mulai Arab Saudi, Iran, hingga Pakistan.
Setiap kisah yang dihadirkan dari berbagai negara dijadikan rujukan dan perbandingan tentang bagaimana rata-rata negara muslim menyikapi tuntutan penghapusan budaya patriarki dan realisasi kesetaraan gender.
Pada bagian-bagian akhir buku, juga dihadirkan cerita tentang para perempuan muslim yang progresif dari masa ke masa. Pemikiran dan sikap mereka memiliki bagian penting dalam perkembangan kehidupan perempuan muslim hingga saat ini meski tak jarang peran dan pengaruh pemikiran mereka terkesan dikecilkan, diremehkan, bahkan secara sengaja dihilangkan. Salah satu tokoh perempuan muslim progresif yang diangkat kisahnya dalam buku ini ialah Rabi’ah al-Basri.
Namun, penulis juga menghadirkan kisah-kisah para lelaki muslim dari berbagai negara yang sejak berabad-abad lalu mengupayakan kehidupan lebih baik bagi kaum perempuan.
Para lelaki muslim yang memiliki peran dalam mengupayakan hak-hak perempuan muslim tersebut di antaranya Maulana Utsmani, Maulvi Mumtaz Ali Khan, dan Sir Syed Ahmad Khan. Mereka berasal dari berbagai negara dan di hidup di era awal 1900-an.
Pada Tafsir Perempuan penulis merangkum berbagai pembahasan dan menyertakan sumbersumber referensi pendukung pandangannya dengan sangat jelas dan rinci. Dengan cara pandangnya yang progresif, penulis berhasil meluruskan kesalahpahaman berbagai aspek yang terkait tentang hak hidup perempuan muslim. Khususnya yang terkait hukum perdata di banyak negara berpenduduk muslim tinggi.
Meski sangat progresif dan relevan dengan dinamika perkembangan zaman, penulis tetap mengutamakan Al-Qur’an sebagai sumber referensi utama. Dengan kata lain, ia menjaga setiap pandangannya untuk tetap tak bertentangan dengan Al-Qur’an, tetapi dengan cara pandang lebih terbuka terhadap Al-Qur’an yang sesungguhnya sangat multitafsir.
Sekali lagi walaupun buku dalam bahasa aslinya telah berusia lebih dari 20 tahun, Tafsir Perempuan masih sangat relevan dijadikan sumber rujukan dan referensi pemikiran progresif untuk meningkatkan hak dan kesejahteraan perempuan muslim di dunia. Bukan hanya saat ini, melainkan juga untuk masa yang akan datang. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved