Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENERBIT Baca kembali menghadirkan pilihan novel bagi pencinta genre misteri dan thriller. Setelah novel Vegetarian karya Han Kang, kali ini giliran Memory Bookstore yang dihadirkan untuk memanjakan pencinta novel bergenre tersebut.
Sama dengan Vegetarian, Memory Bookstore juga ditulis sastrawan Korea Selatan. Novel setebal 298 halaman tersebut ialah buah karya penulis yang telah mendapat berbagai penghargaan di bidang sastra, Choung Myung Seob.
Penulis kelahiran 1973 itu tidak hanya aktif melahirkan novel-novel populer di ‘Negeri Ginseng’, ia juga aktif menulis berbagai cerpen hingga skenario drama dan film. Meskipun ratusan karyanya memiliki berbagai genre, Choung Myung Seob terkenal sebagai penulis misteri/thriller paling ternama Korea Selatan saat ini.
Memory Bookstore menceritakan perjalanan hidup Yoo Myeong Woo, profesor yang berprofesi sebagai dosen sekaligus akademisi yang kerap tampil di layar televisi. Profesor Yoo Myeong Woo paling terkenal berkat hobi dan kecintaannya pada buku-buku kuno yang langka.
Suatu hari, Profesor Yoo Myeong Woo tiba-tiba mengumumkan dia ingin pensiun, baik dari pekerjaannya sebagai dosen maupun pengisi acara di TV dan radio. Sebagai gantinya, dia akan membuka sebuah toko buku bernama Memory Bookstore untuk menjual buku-buku kuno koleksinya.
Ternyata, Memory Bookstore ialah perangkap yang sengaja dibuat untuk memancing pembunuh berjulukan Pemburu yang menghabisi nyawa istri dan anaknya, serta menyebabkan kakinya harus diamputasi 15 tahun lalu. Saat peristiwa itu terjadi, Profesor Yoo Myeong secara tidak sengaja mengetahui kecintaan Pemburu terhadap buku kuno. Informasi itu membuatnya yakin Pemburu akan mendatangi toko bukunya.
Melalui toko yang hanya dapat dikunjungi setelah membuat janji, Profesor Yoo Myeong Woo menemui berbagai calon pembeli yang empat di antaranya diduga sebagai Pemburu. Keempatnya memiliki sikap paling mencurigakan ketika berkunjung ke Memory Bookstore.
Tersangka pertama ialah perajin kayu bernama Kim Seong Gon yang jelas-jelas memperlihatkan antusiasmenya terhadap buku. Tersangka kedua ialah Jo Se Joon, Youtuber yang kelihatannya tidak menyukai buku kuno dan hanya datang untuk mengajaknya menulis buku tentang tragedi 15 tahun lalu. Tersangka ketiga ialah Kim Sae Byeok yang mengaku tidak tertarik terhadap buku kuno, serta memberikan kesan janggal dan memperlihatkan gelagat mencurigakan. Terakhir ialah Oh Hyeong Shik, sosok yang terlihat seperti ayah penyayang, tetapi sebenarnya suka memukuli putranya yang berusia lima atau enam tahun.
Sebagai seorang yang cerdas, Profesor Yoo Myeong Woo tahu apa yang harus ia lakukan untuk bisa memancing Pemburu untuk datang ke tokonya. Bukan sekadar tindakan impulsif, lelaki yang selama 15 tahun terakhir menjalani hidup dalam penderitaan itu telah menyiapkan berbagai perangkap hingga rencana mengadili Pemburu secara mandiri ketika akhirnya dapat ia temukan.
Meski telah disiapkan dengan sangat matang, bukan hal mudah bagi Profesor Yoo Myeong Woo hingga akhirnya dapat mengungkap siapa di antara empat tamu tersebut yang merupakan Pemburu. Sempat membuat pembaca bertanya-tanya dan ikut tegang melihat setiap langkah yang dilakukannya, misteri tentang Pemburu akhirnya dapat terungkap.
Sadis
Secara umum, Memory Bookstore merupakan novel misteri dengan atmosfer modern. Latar belakang suasana yang digambarkan berlatarkan kehidupan di era internet dan teknologi yang sudah mutakhir. Salah satu tokoh dalam cerita yang dicurigai sebagai Pemburu juga diceritakan sebagai seorang pembuat konten di Youtube.
Membaca Memory Bookstore akan membuat imajinasi pembaca berkelana ke berbagai karya fiksi bergenre thriller yang mencekam dan sarat akan adegan sadis. Sebut saja di antaranya serial populer di Netflix, You.
Adegan-adegan pembunuhan dalam novel ini dinarasikan dengan bumbu deskripsi tindak kekerasan yang sangat detail. Hal itu menghadirkan kesan sadis dan mengerikan hingga dapat membuat mual bagi pembaca yang cukup sensitif dan imajinatif.
“Serpihan otak dan darah lengket menempel di kepala palu yang digunakan untuk menghantam bagian belakang kepala perempuan itu. Pemburu mencicipi sedikit darah dengan ujung lidahnya. Namun, dia langsung mengernyit karena tetap tidak terbiasa dengan rasa asinnya,” halaman 35.
Novel ini, sebagaimana banyak novel misteri pembunuhan lain, menggunakan dua sudut pandang. Dari sudut pandang Profesor Yoo Myeong Woo dan dari sudut pandang Pemburu.
Meski tak pernah bertemu, keduanya sesungguhnya sama-sama saling memiliki rasa ingin tahu. Pemburu bahkan diceritakan terobsesi dengan Profesor Yoo Myeong Woo yang ahli dalam hal buku tua.
Cerita yang hadir dari sudut pandang Profesor Yoo Myeong Woo menciptakan teka-teki yang mendebarkan. Bagi penggemar dokumenter cerita kriminal dari dunia nyata, sensasinya penasaran dan empati pada korban yang muncul ketika membaca novel ini akan memiliki kemiripan.
Sementara itu, cerita yang dihadirkan dari sisi Pemburu memiliki nuansa lebih gelap. Pembaca akan diajak menelusuri jalan pikiran pembunuh berantai. Penggambaran Pemburu sebagai seorang psikopat yang terobsesi terhadap suatu hal juga dihadirkan lewat kecintaannya pada buku tua.
Meski begitu, nuansa yang dimunculkan tidak begitu muram. Kombinasi itu membuat sensasi membaca novel ini layaknya membaca karya-karya Sir Arthur Conan Doyle dan Agatha Christie sekaligus, tetapi dalam versi yang lebih sederhana dan bergaya populer kekinian.
Bagi masyarakat Korea yang gemar membaca karya-karya sastra klasik lokal Korea, novel ini juga dapat menambah informasi dan referensi tentang buku yang ada setidaknya dalam satu abad terakhir. Hal itu kerap dihadirkan dalam berbagai dialog yang dilakukan Profesor Yoo Myeong Woo ketika tengah melayani tamu di toko.
“Tahun 1959, seri ini terdiri dari empat bagian yang diterbitkan dalam 32 jilid. Diterbitkannya komik seperti ini pada masa itu bisa dianggap seperti mukjizat. Setelah menerbitkan ini, penulisnya yang bernama Kim Sanho pindah ke Amerika. Sejak saat itu, komik fiksi ilmiah seperti Lifi berhenti diproduksi,” halaman 115.
Seperti halnya sastrawan pada umumnya, dalam novel ini penulis juga menyelipkan beberapa pandangan kritisnya tentang hal yang ada di lingkungannya. Salah satunya kegelisahannya akan sikap polisi yang kerap meremehkan suatu masalah dan seakan tak serius menyelesaikan kasus yang ada di bawah tanggung jawab mereka.
Salah satu alasan Profesor Yoo Myeong Woo berupaya mencari sendiri Pemburu ialah karena rasa putus asanya pada kinerja polisi di negaranya. Ia merasa tak dipedulikan dan tak bisa mengharapkan hukuman setimpal akan bisa dirasakan Pemburu jika hanya menunggu hasil penyelidikan resmi Polisi.
Dari sanalah akhirnya selama 15 tahun hidupnya ia siapkan untuk pada akhirnya bisa menemukan Pemburu dan membalas dendam. Ia bahkan diceritakan menyewa detektif swasta yang bersedia bekerja secara total hingga membantu melakukan hal-hal ilegal demi mendapatkan informasi.
Sementara itu, meski dibumbui adegan menegangkan dan sadis, Memory Bookstore dapat dikategorikan sebagai novel misteri dan thriller yang ringan dan tetap menyenangkan untuk dibaca. Ketegangan dan kesedihan yang dihadirkan masih dalam batas wajar yang tak sampai membuat pembaca ikut frustrasi ketika mendalami cerita.
Tak ada bagian-bagian yang membuat pembaca harus berpikir keras untuk mencerna cerita yang disajikan. Karena itu, novel ini sangat pas untuk dijadikan pengobat rindu pada novel misteri populer yang ringan dan tak memakan waktu untuk diselesaikan. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved