Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DALAM kehidupan masyarakat beragama, praktik ajarannya tidak jarang berkelindan dengan perkara identifikasi gender. Hal itu antara lain bisa dilihat di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
Bagaimana keterpautan keduanya dapat ditilik pada berbagai aktivitas, termasuk seni dan budaya, seperti sinema. Sinema melalui film-film islami di layar lebar memegang peranan penting dalam terbentuknya identitas gender di masyarakat.
Penciptaan identitas gender dari film-film islami tersebut yang melatarbelakangi pembuatan buku berjudul Gender, Muslim, dan Sinema karya Dwiki Aprinaldi. Buku tersebut berisi hasil kajian penulis tentang pola identitas gender seorang perempuan dan laki-laki muslim dihadirkan di film-film islami pasca-Orde Baru.
Penulis membuat kajian dengan membedah setidaknya 62 film islami fiksi panjang yang dirilis sejak 2003 hingga 2018. Alasan pemilihan film yang diproduksi pasca-Orde Baru sebagai bahan kajian ialah tak banyak film islami yang diproduksi di era Orde Baru. Selain itu, isi cerita film islami di era Orde Baru masih sangat terbatas dan berkutat di soal isu kolonialisme dan politik.
Sementara itu, pasca-Orde Baru, film-film bernapas islami memiliki tema lebih beragam. Para sineas mengangkat isu yang lebih dekat dengan masyarakat seperti gaya hidup, pencarian pasangan hidup, identifikasi diri, hingga pencapaian pribadi.
Kajian pada film islami dan hubungannya dengan identitas gender dalam buku ini diungkapkan penulis sebagai hal penting untuk dilakukan. Salah satunya disebabkan film merupakan salah satu tolok ukur kebangkitan tren konsumsi budaya pop islami pasca-Orde Baru.
'Dalam ranah kebudayaan, kebangkitan tren konsumsi budaya pop islami ini ditandai dengan meningkatnya kemunculan ulama selebriti, sinetron melodrama islami, majalah perempuan muslim, dan sinema Islam yang memperlihatkan indikasi bagaimana kapitalisme mengambil bagian dari kebangkitan ulang Islam (Paramaditha, 2011:83)', halaman 3.
Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai Hanung Bramantyo pada 2008 menjadi titik balik dunia film islami di Indonesia. Sejak Ayat-Ayat Cinta meledak di pasaran, film-film islami di Indonesia hampir selalu menempati peringkat lima teratas film nasional dengan perolehan penonton tertinggi setiap tahun.
Faktor-faktor itu yang membuat film islami dianggap penulis sebagai salah satu faktor penting yang ikut membentuk karakter sebagian besar masyarakat Indonesia. Film-film islami memiliki sumbangan besar dalam membentuk citra tradisional di masyarakat terkait dengan sifat, peran, karakter, hingga tugas seorang laki-laki dan perempuan di mata publik.
'Penelitian tentang prevalensi stereotip gender di film, khususnya film islami, kemudian menjadi penting bagi kemajuan yang konstan (meskipun lambat) menuju kesetaraan gender di masyarakat Indonesia. Studi ini telah memperluan penelitian sebelumnya di bidang kajian film dan memberikan wawasan baru tentang citra gender yang digambarkan dalm film-film islami Indonesia (2003--2018)', halaman 144.
Terjebak
Pada bagian awal buku, penulis menghadirkan beberapa bagian yang membahas beberapa hal secara umum yang menjadi bagian penting dari penelitian. Di antaranya tentang heteronormativitas, stereotip gender, sinema islami, serta maskulinitas dan feminitas tradisional.
Dalam perspektifnya, penulis mengatakan film islami di Indonesia memiliki beberapa istilah. Mulai film religi, dakwah, hingga film bernapaskan Islam. Terlepas dari perdebatan soal definisi atas muatan bagi film untuk bisa dikatakan islami, film islami kini menjadi istilah umum dalam mengategorikan sejumlah film tentang muslim yang berusaha menjadi muslim yang lebih baik.
Untuk memudahkan klasifikasi dan penarikan kesimpulan dalam kajiannya, penulis menetapkan beberapa variabel yang digunakan sebagai penilaian. Di antaranya siapa tokoh utama dalam film, peran sosial, sifat, dan perilaku sang tokoh utama.
Dari data yang dikumpulkan lewat 62 film islami, beberapa kesimpulan bisa dikumpulkan penulis. Di antaranya, meski tak terlalu terpaut jauh, saat ini karakter utama film islami masih didominasi tokoh laki-laki dewasa.
Hal itu semakin terlihat jelas di film berjenis biopik islami. Pada film biopik islami, tokoh perempuan hampir nihil dihadirkan sebagai karakter utama.
'Pola identitas gender dalam media tidak menemui perubahan signifikan bahkan sejak era kolonial. Ekspresi kebudayaan tetap melegitimasi bentuk-bentuk maskulinitas dan feminitas tradisional. Hal ini disebabkan oleh dominannya alur cerita yang kuat pada karakter laki-laki, timpangnya rasio jumlah sutradara laki-laki dan perempuan di sinema islami Indonesia, hingga nilai-nilai dari identitas kemusliman yang turut membonceng stereotip konvensional', halaman 143.
Selain itu, didapatkan kesimpulan bahwa tokoh laki-laki dan perempuan masih terjebak dengan citra maskulinitas dan feminitas yang dipengaruhi budaya patriarki. Tokoh perempuan umumnya masih dihadirkan sebagai sosok dengan peran sosial yang lemah, lebih dominan sebagai pihak yang tertindas atau menjadi korban, hingga memiliki sifat-sifat yang tak berpeluang untuk menjadi pemimpin.
Seiring dengan pergantian tahun, jumlah karakter perempuan semakin meningkat dan hampir seimbang dengan laki-laki di film islami. Namun, karakter yang dihadirkan masih cenderung lebih tak menonjol jika dibandingkan dengan tokoh laki-laki.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut dihadirkan penulis dengan tampilan tabel dan grafik. Dengan begitu, pembaca akan dapat lebih mudah melihat pengklasifikasiannya.
Penulis juga mengungkapkan kalangan kelas menengah beragama Islam di Indonesia memegang peranan penting dalam perkembangan konten yang ada dalam film islami pasca-Orde Baru. Seiring dengan perkembangan zaman film islami disajikan dengan lebih ringan dan dinamis.
'Sinema islami Indonesia menangkap, utamanya, fenomena kelas menengah yang konservatif sekaligus modern, dalam artian: tetap memperrjuangkan suatu tatanan moral yang berdasar pada Al-Qur'an, hadis, dan syariat meski tanpa mengorbankan kesejahteraan dunaiwi ala barat', halaman 137.
Gaya ilmiah
Karena berisikan kajian, buku ini lebih banyak menggunakan gaya bahasa ilmiah dengan menyertakan berbagai istilah yang mungkin hanya umum bagi mereka yang meminati isu gender. Penulis juga banyak menyelipkan hasil studi lain yang terkait dengan isu gender.
Pada beberapa bagian, sumber-sumber referensi tersebut membuat pemaparan hasil kajian jadi lebih kaya dan berisi. Namun, ada begitu banyak kutipan dari tokoh lain yang disertakan penulis dalam paparannya. Hal itu mungkin akan membuat sebagian pembaca sulit memisahkan mana yang merupakan pendapat asli penulis, mana yang merupakan hasil pemikiran orang lain.
Meski berisi pemaparan hasil kajian dan pemikiran kritis sang penulis, buku ini tidak dilengkapi dengan kehadiran catatan kaki. Pembaca hanya dapat melihat sumber acuan dan kutipan yang dihadirkan pada halaman bibliografi di akhir buku.
Namun, juga terdapat sisi menarik yang disertakan penulis dalam buku. Salah satunya pengambilan beberapa contoh langsung yang diambil dari beberapa film islami yang populer di masyarakat. Hal itu akan membuat pembaca jadi lebih mudah mencerna penjelasan dan jadi memiliki referensi beberapa film islami.
Di bagian tengah buku, juga dihadirkan bab yang sepenuhnya berisi sinopsis film-film islami di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 62 sinopsis film yang dijadikan sebagai objek penelitian disertakan dalam buku tersebut. Mulai Kiamat sudah Dekat, Ayat-Ayat Cinta, hingga Doa yang Mengancam.
Secara umum Gender, Muslim, dan Sinema dapat menjadi sumber referensi baru ilmu tentang perspektif gender di Indonesia dari aspek yang lebih variatif. Buku tersebut juga bisa jadi bacaan yang menarik baik bagi para pegiat isu gender, feminisme, maupun tentang perkembangan Islam dan sinema di Indonesia. (M-2)
Judul: Gender, Muslim, dan Sinema
Penulis: Dwiki Aprinaldi
Penerbit: Warning Books
Tahun : Januari 2022
ISBN: 978-623-96711-8-1
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved