Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
STUDI terbaru menunjukkan jika pembatasan waktu paparan layar (screentime) pada balita penting menurunkan risiko gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder (ASD). Screentime ini dapat berupa bermain gawai maupun menonton televisi.
Studi menyebutkan jika screentime dibatasi tidak lebih dari satu jam per hari, setidaknya sampai usia satu tahun, untuk mengurangi risiko ASD. Studi juga menemukan bahwa balita laki-laki yang menonton lebih banyak televisi pada usia satu tahun akan lebih mungkin didiagnosis dengan ASD pada usia tiga tahun, dibandingkan dengan mereka yang tidak menonton televisi. Penelitian dilakukan multi-situs Jepang baru-baru ini yang diterbitkan di JAMA Pediatrics.
"Di tengah merebaknya pandemi covid-19 baru-baru ini, telah terjadi perubahan gaya hidup yang cepat, dengan perangkat elektronik digunakan sebagai saluran utama komunikasi dan interaksi sosial. Di tengah iklim sosial ini, memeriksa hubungan paparan layar dengan kesehatan anak adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting," tulis para penulis, seperti dikutip dari foxnews.com, Sabtu (5/2).
Tim menyaring sekitar 100 wanita hamil dari kelompok kelahiran yang dikoordinir oleh Japan Environment and Children's Study antara Januari 2011 hingga Maret 2014 di 15 pusat regional. Setelah proses penyaringan, tim menemukan sekitar 84.030 pasangan ibu-anak yang sesuai untuk dianalisis pada Desember 2020.
Penelitian menemukan anak laki-laki tiga kali lebih mungkin didiagnosis dengan ASD daripada anak perempuan. Meski anak laki-laki dan perempuan memiliki waktu layar yang sama, studi ini hanya menemukan hubungan antara waktu layar dan ASD di antara anak laki-laki, tetapi tidak dengan anak perempuan.
"Semakin banyak orangtua menggunakan perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi) seperti smartphone untuk membesarkan anak-anak mereka. Tentu saja ada keuntungan, tetapi beberapa orangtua menunjukkan video ke anak-anak mereka untuk waktu yang lama agar mereka diam. Ini dapat menyebabkan masalah karena kurangnya interaksi antara orangtua dan anak-anak. Studi ini memberikan bukti ilmiah sebagai alarm pengingat" kata penulis utama Megumi Kushima, rekan peneliti, pusat studi kohort kelahiran, Universitas Yamanashi di Jepang, dan rekan penulis Zentaro Yamagata, yang merupakan profesor dan direktur pusat tersebut.
Para penulis menemukan 90% dari anak-anak yang diteliti telah mengalami paparan layar pada usia satu tahun, meskipun World Health Organization (WHO) merekomendasikan bayi tidak boleh mengalami paparan layar. Lembaga American Academy of Pediatrics juga memperingatkan tidak boleh ada paparan layar sampai usia 18 bulan, kecuali jika anak tersebut melakukan video-chatting dengan orang dewasa seperti orangtua yang berada di luar kota.
"Membatasi waktu layar tidak lebih dari satu jam per hari, setidaknya sampai usia satu tahun, mengurangi risiko lingkungan ASD. Namun, paparan layar adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya ASD. Risiko lingkungan lain yang tidak diketahui juga perlu dikurangi. Penelitian diperlukan untuk mengklarifikasi faktor-faktor yang tidak diketahui ini," pungkas Kushima dan Yamagata. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved