Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
MENGELOLA bisnis cokelat 20 tahun lalu dan sekarang, dalam pandangan Pakar Kuliner Tanah Air, William Wongso rupanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Saat ini pengolahan cokelat sudah jauh berkembang dan mengenal berbagai macam varian. Bahkan di Indonesia sendiri, kini banyak sekali bertebaran jenama cokelat sehingga persaingan makin ketat.
Sebab itu, William sangat mengapresiasi adanya bisnis cokelat yang mampu terus eksis, salah satunya adalah Dapur Cokelat. Bukan saja eksis sejak 2001, jenama itu dinilai mampu terus berinovasi dalam produknya dan mengikuti perkembangan zaman.
"Karena begini, cokelat itu kan di Indonesia pada awalnya lebih ke warna. Orang sering ngomong cokelat asal warnanya kelihatan cokelat. Dia tidak terlalu merasakan kualitas itu seperti apa. Makanya sekarang perubahan Zaman itu harus diikuti terus. Jeli membaca pasar, sadar kapasitas, dan saya yakin Dapur Cokelat dalam levelnya juga tidak kompromi dengan kualitas," tutur William, dalam perayaan 20 tahun berkarya Dapur Cokelat, yang disiarkan secara daring beberapa waktu silam.
Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty menjelaskan bahwa mereka yang menjajaki bisnis pastry memang harus serius dalam semua lini, termasuk dalam peralatan produksi. Lantaran Dapur Cokelat ialah unit bisnis yang menitikberatkan spesifikasi pada cokelat, maka mau tak mau mereka menggunakan alat yang serba impor.
Selain itu, lanjutnya, salah satu hal yang tidak kalah penting dalam bisnis ini ialah promosi. Bagi Ermy, promosi ialah cara yang cukup ampuh untuk memberikan edukasi kepada para pelanggan terkait produk yang akan dikonsumsi.
"Bagi saya promosi itu penting sekali, apalagi cokelat pada 2001 itu kan masih punya stigma negatif. Ada yang bilang bikin sakit gigi, jerawatan, oleh karena itu gimana caranya harus bisa meng-encourage masyarakat, khususnya Jakarta agar tidak melihat cokelat seperti itu," imbuh perempuan jebolan National Hotel Institute (NHI), Bandung tersebut.
William juga menjelaskan, ketika membicarakan cokelat maka ia tidak terkait dengan otentisitas. Seperti kopi, cokelat memiliki cita rasa khas sesuai dengan asal bijinya namun juga muncul cita rasa dari hasil kreasi pengolahnya.
"Di Jepang sekarang juga populer jus cokelat. Jadi cokelat itu buahnya, tekstur di dalamnya kan seperti sirsak, meski tidak banyak. Jadi bijinya dipisahkan, lalu dijus menjadi minuman yang eksotik dan populer di Jepang. Jadi semuanya itu mengikuti perkembangan zaman. Dan saya yakin Dapur Cokelat juga mengikuti," pungkasnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved