Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
BANYAKNYA jumlah benteng menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Benteng-benteng yang ada di Kota Ternate dibangun untuk mengamankan aktivitas perdagangan rempah-rempah yang dilakukan Portugis, Belanda, dan Spanyol. Saya mengunjunginya tiga di antaranya pada Rabu (9/3).
Benteng Kalamata
Benteng pertama yang dikunjungi ialah Benteng Kalamata. Benteng itu dibangun Portugis pada 1540.
Benteng Kalamata juga dikenal dengan nama Benteng Kayu Merah karena berada di Kelurahan Kayu Merah, Ternate Selatan. Waktu dibangun Portugis, benteng itu diberi nama Santa Lucia.
Menurut Koroy, pemandu wisata yang mendampingi Media Indonesia, nama Kalamata berasal dari nama Pangeran Kaicil Kalamata, kakak Sultan Ternate Madarsyah.
Benteng Kalamata berdiri menghadap ke selat yang menghubungkan Ternate dan Tidore. Jadi, jika berdiri di benteng tersebut, Anda bisa melihat Pulau Tidore dan Pulau Maitara, seperti yang Anda lihat di mata uang Rp1.000. Namun, jika ingin mendapatkan pemandangan yang sama dengan yang ada di mata uang Rp1.000, Anda harus melakukan perjalanan ke Kelurahan Ngade.
Benteng Kalamata didirikan dengan tujuan khusus untuk mengawasi Spanyol yang menguasai Tidore. Hal itu disebabkan Spanyol merupakan rival utama Portugis dalam pencarian dan perdangan rempah-rempah.
Benteng Kalamata berbentuk poligon dengan tebal tembok hanya 60 cm dan tinggi 3 meter. Ketebalan tembok itulah yang membuat benteng buatan Portugis berbeda dari benteng buatan Belanda yang umumnya tebal.
Benteng itu memiliki 4 bastion berbentuk runcing pada ujungnya, yang setiap bastion mempunyai lubang bidikan.
Di sebelah timur Benteng Kalamata terdapat Pelabuhan Bastiong. Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan yang harus Anda datangi jika ingin menyeberang ke Tidore atau Halmahera menggunakan feri.
Benteng Oranje
Benteng kedua yang didatangi ialah Benteng Oranje. Benteng itu merupakan lokasi pusat kegiatan melihat gerhana matahari total di Ternate.
Di Benteng Oranje, ada makam seorang anak perempuan perwira Belanda yang tewas di Ternate. Makam itu menjadi salah satu objek yang dikunjungi di benteng itu.
Benteng Oranje juga merupakan penjaga bagi Sultan Mahmud Badaruddin asal Palembang yang dibuang ke Ternate pada 1822. Sultan Mahmud Badaruddin menghabiskan sisa hidupnya dan akhirnya dimakamkan di Ternate pada 1852.
Berdasarkan papan sejarah yang ada di benteng itu, Benteng Oranje dibangun pada 1607 oleh Cornelis Matclief de Jonge. Benteng itu berasal dari bekas benteng tua yang dibangun Portugis.
Benteng Oranje sempat menjadi pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda. Kemampuan benteng tersebut untuk mengusir lawan yang menyerang melalui laut maupun daratan bisa dilihat dari keberadaan sejumlah meriam yang masih tersisa di sana.
Menurut Pak Koroy, Benteng Oranje sebelumnya benar-benar berada di tepi laut. Namun, kemudian pemerintah Ternate melakukan reklamasi sehingga kini di depan Benteng Oranje terdapat jalan raya dan sejumlah pertokoan sebelum mencapai bibir pantai.
Benteng Tolukko
Benteng ketiga yang dikunjungi ialah Benteng Tolukko. Benteng peninggalan Portugis itu memiliki pemandangan laut dengan latar belakang Halmahera, Tidore, dan Aitara.
Benteng Tolukko memiliki sejarah yang panjang. Benteng itu didirikan penjelajah Portugis Francisco Serrao yang datang ke Ternate untuk berdagang rempah-rempah.
Serrao kemudian jatuh cinta dengan Ternate dan memutuskan menetap di sana. Dia menikahi seorang perempuan Jawa dan membangun sejumlah benteng. Salah satu benteng yang didirikannya ialah Benteng Santo Lucas pada 1540. Benteng itu dibangun di dekat Kesultanan Ternate dengan tujuan mengawasi aktivitas Kesultanan Ternate.
Saat Portugis terusir dari Ternate pada 1575, Belanda mengambil alih benteng itu, merenovasinya, dan mengganti namanya menjadi Benteng Holandia pada 1610.
Ketika benteng itu akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Ternate, benteng itu diberi nama Benteng Tolukko. Ada informasi bahwa benteng itu diambil dari nama penguasa Ternate yang bernama Kaicil Tolukko. Namun, karena sultan itu baru memerintah pada 1652, agak diragukan namanya dijadikan nama untuk benteng itu.
Bentuk benteng Tolukko cukup unik. Ada dua bastion di depan dengan lorong dengan panjang 20 meter di antara kedua bastion itu. Menurut warga Ternate, bentuk benteng Tolukko mirip kelamin pria.
Jika dibandingkan dengan Benteng Kalamata dan Benteng Oranje, Benteng Tolukko terawat dengan baik. Di pintu masuk benteng ada taman yang asri sehingga benteng itu terlihat cantik.
Benteng Tolukko menjadi salah satu tempat yang diserbu warga Ternate saat gerhana matahari total terjadi di wilayah itu. Lokasinya yang tidak terhalang oleh bangunan-bangunan tinggi menyebabkan benteng itu menjadi lokasi yang ideal untuk melihat fenomena alam itu.
Benteng Kastela, saksi kelaliman penjajah
Sebenarnya ada satu benteng lagi yang menarik untuk dikunjungi di Ternate, yaitu Benteng Kastela. Benteng itu juga dikenal dengan nama Gam Lamo dan Nostra Senora del Rosario.
Di benteng itu Sultan Ternate Sultan Khaerun dibunuh secara licik oleh pemerintah Portugis pada 28 Februari 1570. Jenazahnya kemudian dibuang di tengah laut.
Pembunuhan Sultan Khaerun itu merupakan pemicu perlawanan warga Ternate terhadap Portugis. Di bawah pimpinan Sultan Babullah, putra Sultan Khaerun, Portugis akhirnya diusir dari Ternate tepatnya pada 29 Desember 1575. Karenanya, 29 Desember dinyatakan sebagai hari lahir Kota Ternate.
Sayangnya, benteng itu kini hanya tinggal menyisakan reruntuhan. Benteng-benteng di Ternate merupakan objek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Anda bisa mengetahui sejarah perdagangan rempah-rempah dan kolonialisme saat berkunjung ke benteng-benteng tersebut. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved