Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Berawal dari Ketertarikan Arsitektur Bangunan Tua

MI
25/7/2021 06:10
Berawal dari Ketertarikan Arsitektur Bangunan Tua
Suasana area Museum Fatahillah di kawasan wisata Kota Tua, Jakarta(ANTARA)

SOEDARMADJI Jean Henry Damais, atau biasa disapa Mas Adji, ialah sosok yang lekat dengan perjalanan berbagai museum dan bangunan kota tua di Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai direktur Museum Sejarah Jakarta sebelum kemudian pensiun pada 1998.

Pada awal 1970-an, ketika Adji menjadi staf pemerintah kota, seorang desainer Italia-Amerika Sergio Dello Strologo mengajaknya membahas rencana menghidupkan kembali Batavia Lama dengan mengembalikan fungsi alun-alun kota seperti fungsi aslinya di masa lalu.

Dello Strologo adalah perancang restorasi Taman Fatahillah berdasarkan gambar pejabat United East India Company (VOC) Johannes Rach, yang menunjukkan air mancur di tengah alun-alun kota. Upaya membangkitkan pusat-pusat budaya di Kota Jakarta pada masa itu sangat agresif.

Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu, secara resmi membuka Museum Sejarah Jakarta dan Taman Fatahillah pada Maret 1974 untuk menyambut kedatangan Ratu Elizabeth II ke Ibu Kota Jakarta. Pada masa Ali Sadikin, diresmikan 10 museum hanya dalam waktu tiga tahun, rentang 1974 hingga 1977. Meski diakui bukan cara ideal untuk pola pengembangan museum, langkah agresif itu dilakikan lantaran Jakarta belum punya museum ketika itu.

Adji juga turut mengembangkan konsep museum untuk Bank Indonesia dan program budaya untuk Aman Resorts. Selain itu, ia melanjutkan keterlibatannya dengan Lembaga Warisan Budaya Indonesia (BPPI), yang ia dirikan bersama rekan-rekannya pada 2004, dan Badan Kerja Sama Kesenian Indonesia untuk melestarikan seni tradisional dari kepunahan.

Pada usianya yang kini memasuki 79 tahun, dirinya menikmati masa pensiun dengan nyaman di rumahnya di Kemang, setelah pindah dari Menteng pada 1985. Kemang ketika itu masih sangat hijau dan banyak rumah memiliki kebun untuk menanam bunga dan pohon buah-buahan.

Mas Adji dilahirkan dari ibu berdarah Jawa yang bekerja untuk Perpustakaan Museum Nasional. Ayahnya, mendiang Louis-Charles Damais, adalah ahli epigrafi Prancis terkemuka dan anggota Institut Prancis untuk Studi Timur Jauh (EFEO).

Meski ia lekat dengan berbagai kegiatan museum, sebenarnya Adji tidak mengenyam pendidikan museologi. Ia justru sekolah arsitektur. “Saya tidak pernah belajar museologi atau sejarah secara formal. Saya belajar di Ecole Nationale des Beaux-Arts di Prancis pada awal 1960-an, dimulai sebagai mahasiswa arsitektur. Sebelum beralih jurusan untuk mempelajari bahasa dan budaya Pasifik. Saya tidak pernah merencanakan hidup saya dan mengejar apa pun yang menarik minat saya,” ungkapnya.

Mas Adji pun menuturkan, ketika ia bergabung dengan pemerintah pada akhir 1960-an, menurutnya, kala itu pemerintah tidak begitu ketat tentang persyaratan pendidikan sehingga ia bisa bekerja pada bidang sejarah.

“Meskipun saya tidak memiliki pendidikan formal tentang hal itu. Saya rasa ketertarikan saya pada sejarah berasal dari ketertarikan saya pada arsitektur bangunan tua," ungkap penerima lencana Chevalier des Arts et Lettres dari pemerintah Prancis pada 2015 tersebut. (Jek/Ant/M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya