Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
MUSEUM ialah salah satu yang turut terdampak pada masa pandemi ini. Banyak museum di Indonesia yang kemudian mengalihkan programnya secara virtual selama kurun satu setengah tahun belakangan.
Namun, bagaimana sebenarnya situasi tersebut memengaruhi peta perkembangan museum ke depannya, juga esensi museum saat ini bagi masyarakat, di tengah situasi yang juga tidak memungkinkan publik berinteraksi secara langsung merasakan pengalaman menjelajah koleksi. Apakah situasi ini memperuncing jarak antara museum dan publik, atau justru ada peluang yang bisa diambil sebagai upaya untuk merumuskan museum untuk masa mendatang?
Media Indonesia berupaya mencari jawaban dari Soedarmadji Jean Henry Damais, tokoh utama dalam proses pengembangan Kota Tua, Taman Fatahillah, yang menjadi salah satu proyek renovasi kota yang paling penting dan bisa dianggap menjadi titik balik pembangunan pariwisata Jakarta. Ia juga termasuk salah satu pendiri Asosiasi Pecinta Tekstil Indonesia Wastraprema dan Pusat Dokumentasi Arsitektur (PDA).
Karena Mas Adji, sapaannya, saat ini mengalami sejumlah keterbatasan dalam beraktivitas dan berkomunikasi, jawaban pertanyaan wawancara tertulis ini pun mendapat bantuan dari rekan-rekannya. Berikut petikannya:
Bagaimana Anda melihat situasi museum di Indonesia saat ini?
Sesuai perkembangan zaman, museum dituntut untuk melakukan inovasi-inovasi yang membuatnya tetap bisa berperan menjadi sumber dan sarana informasi, edukasi, dan rekreasi, di dalam situasi yang serbacepat berubah seperti saat pandemi seperti sekarang ini.
Masih banyak museum yang perlu mengubah atau menyempurnakan tata pamer dan narasinya agar bisa tetap menarik dan bermakna, baik waktu dikunjungi secara langsung maupun secara virtual.
Bagaimana juga situasi antara museum yang dikelola pemerintah dan swasta?
Baik museum milik pemerintah maupun swasta memiliki peluang yang sama untuk melakukan penyempurnaan ini. Sudah ada beberapa museum milik pemerintah yang bekerja sama dengan pihak swasta dalam hal digitalisasi museum.
Dari pengamatan Anda, seperti apa evolusi bentuk dan perkembangan fungsi museum sejauh ini?
Tidak bisa dimungkiri pandemi covid-19 membawa hikmah bagi perjalanan pengembangan museum. Kondisi ini ‘memaksa’ museum-museum untuk bisa tetap hadir di masyarakat dalam bentuk program-program daring seperti tur virtual yang bisa dinikmati tanpa harus melakukan kunjungan langsung.
Dengan teknologi virtual, pengelola museum bisa menjangkau pengunjung yang bervariasi tanpa batasan waktu dan tempat. Hal ini juga bisa melahirkan museum-museum baru yang hadir secara virtual. Di masa datang, semoga museum juga bisa menjadi sumber dari berbagai penelitian.
Apakah museum memang tidak perlu lagi dengan wujud fisik?
Wujud fisik benda itu penting bagi sebuah museum. Namun, dalam upaya beradaptasi dengan kondisi saat ini, museum sangat dimungkinkan hanya hadir secara virtual.
Meski begitu, agar lebih menarik, akan lebih baik jika dibarengi program-program yang memungkinkan konten museum dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Saya secara pribadi memfavoritkan Museum Ullen Sentalu di Yogyakarta, yang saya ibaratkan sebagai museum dari mimpi.
Museum Ullen Sentalu menarik perhatian saya karena keragaman koleksinya. Mereka memiliki koleksi batik terbaik, dan tidak hanya memamerkan artefak masa lalu, mereka juga memamerkan kerajinan modern dan kontemporer.
Soal pemrograman, sebenarnya apa yang perlu menjadi perhatian bagi para pengelola museum?
Program yang menarik ialah program yang bisa melibatkan peran aktif masyarakat. Langkah untuk memperkaya dan meningkatkan kualitas program tersebut ialah dengan melakukan pengembangan secara berkelanjutan sehingga diharapkan museum bisa sebagai lembaga yang hidup, tumbuh, dan berkembang lewat berbagai fungsi yang diembannya.
Situasi pandemi ini juga turut memengaruhi pola interaksi antara museum dan pengunjungnya. Banyak museum yang memanfaatkan teknologi seperti tur virtual atau beberapa teknologi dalam gim. Apakah itu memengaruhi esensi museum?
Sesuai definisi dalam PP No 66 Tahun 2015 tentang Museum yang merupakan aturan pelaksana dari ketentuan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
Kehadiran teknologi justru bisa sangat membantu museum mengomunikasikan koleksinya kepada masyarakat dengan jangkauan yang lebih luas tanpa batasan tempat dan waktu
Jadi, dengan beragam perkembangan yang terjadi, termasuk pengaruh teknologi, apa tantangan utama museum?
Di masa sekarang, museum bisa dibentuk sebagai lembaga yang kontennya dapat menjadi sumber informasi untuk edukasi, riset, dan rekreasi.
Tantangan besar untuk museum saat ini ialah bagaimana membuat museum dekat dengan masyarakat. Karena itu, penting untuk kembali dirumuskan soal apa arti museum, khususnya untuk hari-hari mendatang.
Saya berpendapat penting bagi museum untuk mengikuti perkembangan zaman. Namun, ilmu tentang museum ini cukup rumit karena rentang sektor yang dikelola cukup luas. Mulai bagaimana penyajian koleksi, sejarahnya, perawatannya, hingga keamanan benda yang dipamerkan.
Apakah menurut Anda penggunaan teknologi saat ini sudah efektif dalam mencapai tujuan museum dalam menyampaikan informasi dan mengedukasi masyarakat?
Saya menilai, saat ini dengan memanfaatkan teknologi, kondisi sejumlah museum sudah lebih dari sekadar menarik. Namun, soal efektivitas penyampaiannya tidak bisa dinilai secara general.
Sejumlah museum di daerah masih berjarak dengan publik. Berbeda dengan museum di kota besar yang meleburkan ruang antara seni dan hiburan sehingga ia menjadi lebih cair. Apa yang bisa dilakukan agar museum sebagai bagian dari kultur pop juga tidak sebatas di kota-kota besar?
Upaya yang harus dilakukan agar museum bisa dimiliki setiap kota adalah pembinaan yang konsisten dan pemberian kesempatan pada museum-museum di daerah untuk bisa mendapatkan kesempatan mengakses informasi dan berkolaborasi dengan museum-museum besar.
Dalam pengelolaan bangunan-bangunan bersejarah misalnya, sejumlah pakar mengusulkan daftar bangunan bersejarah disusun oleh suatu dewan formal yang terdiri dari atas pakar dan wakil masyarakat. Lalu, dibuat kategorisasi bangunan bersejarah menurut makna regional dan makna sejarahnya. Jika makin tinggi maknanya, dana yang tersedia untuk perawatannya juga semakin besar.
Gedung yang bermakna nasional, misalnya, berhak mendapatkan dana lokal, daerah, dan nasional sekaligus, sedangkan bangunan bermakna lokal hanya berhak mendapatkan santunan dana lokal.
Kendalanya, untuk memulai penelitian prasurvei terkait dengan bangunan bersejarah ialah timpangannya data sejarah tentang bangunan-bangunan tua di sejumlah kota. Hal ini harus segera dibenahi sehingga mekanisme pelestarian bangunan bersejarah di berbagai kota di Indonesia bisa dilakukan secara konsisten.
Berdasarkan data statistik kebudayaan Indonesia 2019, jumlah museum kita mencapai 435, dengan 184 museum yang sudah melewati standardisasi dan hanya 33 museum yang mendapat predikat sangat baik. Bagaimana upaya pengembangannya?
Edukasi yang berkelanjutan untuk peningkatan kompetensi pengelola museumnya. Agar museum bisa berkembang, museum harus otonom, berdiri sendiri, tidak di bawah satu kantor dinas pemerintah daerah.
Berharap museum dikelola yayasan yang dalam dewan penyantun yayasan itu, salah satunya ialah gubernur dan pejabat institusi yang berkepentingan. Yayasan juga harus memiliki dana abadi yang bunganya bisa digunakan untuk operasional museum. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved