Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
TELAH lama para ahli mempercayai teori tentang tabrakan asteroid yang meluluh-lantahkan kehidupan di bumi jutaan tahun yang lalu. Mereka juga memiliki dugaan kuat bahwa tabrakan dasyat tersebut terjadi di tempat yang kini disebut sebagai Semenanjung Yucatán, Meksiko.
Narasi tentang tabrakan dasyat tersebut dituliskan dengan cukup detail oleh Peter Brannen, seorang jurnalis sains dalam bukunya yang berjudul 'The End of the World' (2017). Ia menggambarkan asteroid tersebut memiliki ukuran lebih besar dari Gunung Everest dan menghantam ke atmosfer Bumi 20 kali lebih cepat daripada peluru yang melaju kencang.
Brannen kini membahas lebih jauh tentang tabrakan dahsyat tersebut. "Asteroid ini sangat cepat sehingga bisa menempuh jarak dari ketinggian jelajah (altitute) 747 km ke tanah dalam 0,3 detik,'' papar Brannen seperti dilansir oleh dailymail.co.uk, Selasa (19/1).
Dalam buku tersebut terdapat juga sebuah komentar yang cukup kontroversial dari ahli geofisika Mario Rebolledo yang berdinas di Centro de Investigación Científica de Yucatán. Ia menyatakan bahwa saat terjadi tabrakan, atmosfer Bumi berlubang dan kemungkinan ada beberapa volume (isi) Bumi yang terlempar ke luar angkasa.
"Saat asteroid bertabrakan dengan bumi, batu itu melubangi atmosfer Bumi," jelas Brannen merujuk pada analisis Mario Rebolledo, seperti dilansir dari dailymail.co.uk, Selasa (19/1). "Ada beberapa volume bumi yang cukup besar terlempar ke orbit beberapa saat setelah tumbukan," imbuhnya.
Melalui lubang atmosfer tersebut Rebolledo mengklaim bahwa cukup banyak serpihan relik dan fosil dinosaurus terhisap ke luar angkasa dan terdampar di bulan. Meskipun tidak ada bukti yang mendukung klaim dalam buku tersebut, namun para ilmuwan cukup bersepakat dengan tesis mengenai tabrakan asteroid yang mengakhiri zaman dinosaurus di Bumi.
Asteroid itu meninggalkan kawah selebar 120 mil (193 km) di lokasi jatuhnya, menguapkan batu serta mengirimkan miliaran ton belerang dan karbon dioksida ke langit prasejarah. Konon semua makhluk hidup dalam jarak ratusan kilometer dari lokasi tumbukan tersebut akan terbakar dalam beberapa menit. Sebanyak 75% spesies di Buni mati, lantaran tak kuat dengan hujan asam yang terjadi. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved