Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Malaikat Hutan Aceh

Sumaryanto Bronto
10/1/2021 01:00
Malaikat Hutan Aceh
Melintasi medan terjal saat berpatroli di hutan Bener Meriah.(MI/SUMARYANTO BRONTO)

ACEH tidak pernah kekurangan sosok-sosok perempuan pejuang dan pemimpin. Kini, jauh setelah era Cut Nyak Dien, kisah yang juga menggetarkan ada di para perempuan Aceh di Lembaga Pelindung Hutan Kampung Mpu Uteun.

Dirintis dan diketuai Sumini, lembaga itu berjuang melindungi hutan dengan menghalau para perambah dan pemburu liar. Untuk melakukannya, para perempuan itu berpatroli dengan berjalan kaki menyusuri 251 hektare lebat dan curamnya hutan lindung di kawasan kampung mereka.

Langkah amat berani itu bermula dari kemarah an Sumini akan banjir yang semakin parah menerjang kampungnya. Dalam banjir, ia juga kerap melihat banyak gelondongan kayu terbawa hingga menyebabkan kerusakan parah.

Setelah berkali-kali mendesak sang suami, ia pun diperlihatkan kawasan hutan yang rusak parah. Hal itu membangkitkan kemarahan Sumini akan kaum pria yang terus merusak hutan tanpa peduli petaka di kampung. Maka dari itu, pada 2015, setelah laporannya tidak di gubris aparat, Sumini memutuskan bahwa perempuanlah yang harus berjuang untuk keselamatan kampung mereka.

Sumini pun mulai mengajak perempuan lainnya untuk melawan para perambah dan pemburu dengan berpatroli di hutan. Meski awalnya diejek para kaum pria, nyatanya banyak pula para ibu yang tergerak bergabung dengannya.

Bahkan, para istri dari para perambah dan pemburu pun ambil bagian karena merasa jengah dengan dosa lingkungan yang terus dilakukan suami mereka. Kini, telah 30 orang bergabung dalam kelompok mereka, termasuk beberapa bapak dan anak muda yang akhirnya sadar akan ancaman bencana yang lebih besar.

Sumini membagi kelompoknya menjadi dua regu dan menjalankan total 10 hari patroli dalam sebulan. Selama berpatroli, mereka menyingkirkan jebakan-jebakan yang dipasang pemburu, mencatat spesies-spesies yang ada di hutan, dan melaporkan aktivitas ilegal ke aparat. Tidak hanya menjaga hutan, mereka juga menjaga Daerah Aliran Sungai (DAS) Wih Gile yang menjadi sumber mata air untuk enam desa tetangganya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya