Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
MEMASUKI tahun baru, harapan akan tuntasnya pandemi covid-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019 kembali membubung. Para ahli di dunia tengah bergegas merilis vaksin yang diharapkan mengakhiri segala kejanggalan hidup pada 2020.
Kendati demikian, ketidakpastian pun tetap membayangi. Tahun lalu, pandemi telah mentransformasi dengan cepat banyak aspek dalam kehidupan kita, termasuk soal perekonomian.
Saat berbincang dengan Media Indonesia, Prof Rhenald Kasali PhD mengemukakan yang terjadi saat ini merupakan rangkaian pergerakan panjang yang patut menjadi pembelajaran.
Revolusi teknologi yang berlangsung tahun lalu masih akan bergulir, membawa kita pada caracara baru mengelola perekonomian. Berikut petikan percakapan via telepon, Rabu (30/12).
Apa catatan Anda dari situasi pandemi sepanjang tahun lalu?
Pertama, secara makro ada potret yang sudah jelas, yang dalam keseharian kita lihat di berbagai media. Tapi ekonomi bukan sekadar foto, melainkan seperti gerakan video, seperti kita menonton film, ada sekuens. Proses panjang terjadi. Karena merupakan rangkaian, tidak bisa dilihat pada satu potret. Misalnya daya beli menurun, perlu melihat sekuensnya.
Munculnya pandemi dan apa yang ada saat ini adalah satu dari rangkaian yang terjadi akibat perlakuan manusia terhadap alamnya, yang merusak. Ini sudah ada contohnya, seperti covid-19 ini yang bermula dari Tiongkok, atau ebola yang bermula di Afrika. Apakah kemudian kita harus mengulanginya lagi, dengan misalnya, apa yang saat ini tengah dilakukan di Pulau Komodo? Kalau Komodo tergusur, bisa saja juga akan terjadi hal demikian.
Kedua, drama tentang peralihan teknologi dari masa ke masa. Puncak nya pada abad ke-20 ini, menyebabkan segala sesuatu menjadi lebih murah dan mudah. Akibatnya juga terjadi dari endemi ke pandemi. Transportasi, tempat menginap yang murah, membuat orang bepergian dengan sekelebat. Ini kemudian yang juga mendorong dampak dari rangkaian tadi menyebar terjadi di seluruh dunia.
Ketiga, teknologi menyebabkan manusia sudah tidak terikat waktu dan tempat. Pandemi mengukuhkan ruang dan waktu yang sudah bergeser ini. Teori dasar bisnis dan ekonomi yang sangat terikat dengan waktu dan tempat, atau praktik skala ekonomis yang berlangsung, tidak ada yang hidup. Skala ekonomis bubar tahun ini karena terikat dengan waktu dan tempat.
Bagaimana implikasi konsep waktu dan tempat yang bergeser akibat teknologi tersebut?
Karena tidak terikat lagi pada dua hal tersebut, ini menyebabkan perubahan fundamental dalam berpikir, bagaimana manusia menggerakkan ekonomi.
Tahun 2020, masyarakat Indonesia dan dunia tentunya berinvestasi besar-besaran pada teknologi. Kita sedang belajar untuk keluar dari ruang dan waktu. Tahun 2021 akan berlanjut
revolusi yang sudah terjadi pada 2020. Pandemi hanya mempercepat kita untuk keluar dari konsep ruang dan waktu. Pada tahun-tahun mendatang, penduduk perkotaan akan resisten untuk keluar dari teknologi, karena sudah menikmati dunia jarak jauh, dunia tanpa batas ruang dan waktu. Implikasinya adalah pandangan baru pada skala ekonomis.
Selanjutnya, manusia akan terus memperpanjang proses cara-cara baru dalam dunia kerja maupun pendidikan (belajar). Bisnis, pendidikan, dan bekerja (perkantoran) akan berubah, akan jadi revolusi baru. Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial juga tidak bisa dibendung. Akibat misalnya sudah terlalu lama terkungkung, akan letih. Maka akan muncul pariwisata dengan cara baru, yang akan menjadi pemicu gerakan ekonomi baru.
Seperti apa pariwisata cara baru itu?
Ya karena (bekerja) tidak terikat lagi dengan jarak, berlibur tidak lagi harus akhir pekan. Itu berimbas pada pola pariwisata. Nantinya akan fl at dari awal pekan ke awal pekan karena kita sudah keluar dari konsep ruang dan waktu tadi.
Pola okupansi hotel sudah tidak dominan pada Sabtu-Minggu, tapi fl at selama Senin-Jumat, atau setiap hari akan fl at dari 20%-40%. Wisata juga akan semakin bergeser pada wisata yang bisa menikmati luar ruangan.
Tapi saya tidak yakin semua pelaku pariwisata akan melihat ke situ. Saya menyampaikan yang di lihat dan menjadi pengamatan, dari yang terjadi di Bali, Jawa Timur, dan Karanganyar, Jawa Tengah. Ini yang tampak dalam dua bulan ini, ya. Bukan data statistik, tetapi data lapangan.
Masyarakat Indonesia sudah belajar krisis berkali-kali. Dunia pariwisata sudah belajar dari sekuens krisis. Krisis tidak bisa membuat tidur dan berdiam.
Tahun lalu, kita lihat banyak orang menjajal hobi maupun usaha baru. Apakah ini juga bisa dilihat sebagai suatu upaya yang eksploratif?
Itu belum bisa dijawab karena sebatas pengalihan sesaat. Ketika orang kehilangan pekerjaan, mereka mencari sesuatu yang baru. Namun, itu sangat rawan. Misalnya budi daya lele, cupang, kemudian harga turun. Ini hanya akan menjadi pengulangan seperti yang sebelumsebelumnya. Ketika terjadi ledakan (tanaman) gelombang cinta, atau (ikan) louhan. Agak mirip seperti itu. Persoalannya, ketika dijual nanti apakah cukup signifi kan? Karena kebutuhan juga sudah lebih berubah, misalnya fokus pada kesehatan.
Lalu, sektor apa yang potensial terus berkembang?
Prioritas masih akan berlanjut ke sektor kesehatan. Pertama, kesehatan terkait covid-19 seperti hand sanitizer maupun berbagai hal yang berkait dengan pencegahan covid-19. Di samping itu, karena pada 2020 kesehatan yang harus jadi prioritas terhalangi oleh pandemi, misalnya kesehatan gigi, atau check-up kesehatan, tahun ini para tenaga kesehatan akan semakin percaya diri, seiring munculnya tahap vaksinasi.
Bagaimana tantangan ekonomi yang dihadapi publik kita tahun ini?
Saya pikir sudah banyak yang menyampaikan dari makronya. Saya ingin sampaikan tantangan yang dihadapi dari mikronya. Pertama adalah bagaimana pelaku usaha lama bisa tetap terperangkap dengan cara lama.
Kedua, tantangan gerakan ekonomi ini, karena tidak bisa langsung melejit ke atas, tentu perlu beradaptasi perlahan. Misalnya seperti soal pariwisata baru yang tadi saya singgung. Maukah pelaku usaha beradaptasi dengan hal baru seperti itu, bukan dengan cara lama lagi.
Ketiga, peningkatan skill yang tidak bisa diisi. Keempat, bagaimana alihkan perekonomian dari semata subsidi dan bantuan menjadi kegiatan inovatif yang turut menciptakan lapangan kerja.
Jadi, bagaimana persiapan yang harus dilakukan?
Pertama tentu saja adalah jangan hanya terfokus pada hal-hal yang berelasi dengan covid-19, tapi juga yang pinggiran, seperti imunitas masya rakat, lingkungan yang sehat, jaringan 4G, untuk menciptakan iklim bisnis yang lebih murah lagi.
Persiapan berikutnya adalah transformasi pendidikan. Jangan hanya memikirkan subsidi pulsa, menyambung teknologi supaya anak-anak punya gawai, misalnya, tapi juga harus mempersiapkan keterampilan dunia baru. Yang dikhawatirkan juga adalah sudah lulus, tapi tidak bisa membaca atau tidak tahu mengoperasikan teknologi baru.
Selain itu, perlu memikirkan para pekerja migran. Ketika dunia global mengisolasi masing-masing dan mengakibatkan para pekerja ini tidak bisa masuk ke negara tujuan, mereka harus dicarikan pekerjaan baru. Yang lulusan SMP-SMA harus dicarikan keterampilan.
Asisten rumah tangga juga sudah harus dibekali dengan keterampilan baru agar bisa mengoperasikan teknologi smart home. Cara baru yang lebih disiplin dan fokus dalam meregulasi diri.
Anda tadi menyebut kita bisa terperangkap cara lama. Bisa dijelaskan?
Masa lalu atau cara lama adalah cara bekerja yang saya sebut bekerja ala kebun binatang. Supply chain (rantai pasok) atau biasanya disebut value creation. Bisnis berbasis value
creation itu ya dari input ke proses lalu output. Metode era lalu, atau cara kebun binatang tadi, rantai pasokannya terikat dengan ruang dan waktu.
Pendekatan masa depan (sekarang) adalah dengan pendekatan ekosistem. Analoginya, jika cara kebun binatang, kita mendatangkan rusa, harimau di satu tempat, dan memberinya makan. Dalam pendekatan ekosistem, kita tidak perlu mendatangkan semuanya itu dalam satu tempat, tapi kita menciptakan ekosistemnya. Misalnya dengan menanam pohon di area yang luas, nanti akan tumbuh mata air, banyak bukit, akhirnya rusa dan harimau tadi akan datang sendiri. Dalam pendekatan ekosistem, muncul yang namanya rintisan (startup). Ekonomi baru adalah yang mengorkestrasi ekosistem.
Ekosistem perekonomian seperti apa yang dibutuhkan sekarang?
‘Alamnya’ yang menjanjikan. Dalam ekosistem ini, ada smartphone, super apps, alat pembayaran, cloud, fi ber optik, AI (artifi cial intelligence/kecerdasan artifi sial), dan big data. Dengan begitu akan mengorkestrasi sendiri.
Masa depan ekonomi menjadi semua orkestrasi melalui yang saya sebutkan tadi. Semua saling terhubung dan saling memberi makan. Bagaimana dengan yang masa lalu? Hampir semuanya terperangkap dalam bangunan fi sik yang terikat ruang dan waktu. Maka terdapat kecenderungan kita menggunakan teknologi hanya sebagai alat yang mempermudah. Padahal, teknologi bukan saja mempermudah, tapi juga merevolusi diri.
Perusahaan-perusahaan lama saat ini berhadapan dengan perusahaan yang dimulai dari nol. Yang dari nol itu ya UMKM--atau generasi sekarang juga lebih sering menyebutnya startup. Artinya kecil, karena baru memulai. Dari mereka inilah muncul cara baru orkestrasi untuk memanfaatkan ekosistem.
Lalu, mereka yang saat ini sudah besar, perlu juga ke titik nol?
Perusahaan besar, kalau mau survive, perlu menolkan diri. Tapi sanggup tidak untuk ke titik nol? Teknologi baru akan muncul dua tahun mendatang. Konektivitas 5G harusnya (beroperasi di) 2020, tetapi karena Olimpiade Tokyo mundur juga ikut terimbas. Nanti, ketika sudah 5G, semua sudah bisa di luar konsep ruang dan waktu.
Sebab itu, perlu explorative mindset. Ketika situasi sudah bergerak begitu cepat dan mencapai titik jenuh, manusia menjadi tidak eksploratif lagi, tapi eksploitatif. Hanya mengulang-
ulang. Dengan pendekatan baru, diperlukan orang kreatif untuk mengeksplorasi dan mengubah yang eksploitatif, sekaligus menemukan dunia baru. Bukan sekadar gagasan, tapi juga menjadi sesuatu yang bisa dilakukan.
Dalam dua tahun ke depan, pabrik-pabrik di Indonesia juga akan membongkar diri, mengganti tenaga kerjanya dengan robot kolaboratif (co-bot/collaborative robot). Jika pandemi ini terus terjadi, skala ekonomis tidak bisa dicapai. Pabrikpabrik dalam dua tahun ke depan akan mengganti 50%-nya dengan robot kolaboratif tadi. Manusia yang bekerja harus pindah pekerjaan baru.
Tawaran seperti apa yang bisa diberikan bagi tenaga kerja?
Ada dua. Pertama, desa, tapi tentu desa yang setidaknya mengakomodasi minimal jaringan 4G. Selain itu, kaum muda mau kembali ke desa. Kepala desa memberikan daya tarik. Bupati tidak bisa lagi meng andalkan subsidi untuk menciptakan kemakmuran. Cara baru adalah inovasi. Desa yang berpotensi maju adalah yang berhasil mendatangkan kaum muda. Akan ada ekonomi baru perdesaan ketika pabrik-pabrik akan menggunakan robot kolaboratif.
Kedua, dari kajian yang saya lakukan terdapat perbedaan makna antara job dan work. Yang terdisrupsi adalah job, bukan work. Jadi pekerjaan tertentu benar akan hilang. Tapi work akan selalu muncul yang baru karena diinovasi.
Mengapa desa?
Berbeda dengan pandangan lain, sebagian besar negara di Eropa juga Asia melihat masa depan adalah megacity. Indonesia tampaknya masa depannya adalah ada di perdesaan.
Beberapa tahun terakhir saya berinteraksi dengan Singgih (Singgih S Kartono--pendiri Spedagi). Dia melakukan konferensi forum desa global di Papringan, Temanggung, Jawa Tengah. Ada seorang ahli dari Jepang datang, menyebut beginilah masa depan. Di Papringan itu, mereka membangun desa dengan menarik. Memanfaatkan bambu, lantainya
dari batu yang disusun. Singgih adalah contoh yang membuat desa menjadi bagian masa depan.
Intinya, menghasilkan sesuatu yang ada di perdesaan dengan sentuhan teknologi. Misal begini, bagaimana pertanian lokal produktif, perlu juga memanfaatkan IoT ( internet of things). Memasarkan adalah hal lain, tidak bisa lagi dengan cara seperti kemarin. Trennya saat ini adalah dari produsen ke konsumen langsung. Perlu data, ada orkestrasi. Petani bisa menggunakan aplikasi. Pengemasan baik, panggil orang yang bisa memfoto produk.
Para tenaga kerja akhirnya harus mau mengeksplorasi bidang teknologi?
Teknologi adalah peluang yang akan selalu muncul. Pengoperasian teknologi seperti jadi fotografer produk, operator drone, atau storyteller. Semua orang harus bisa menampilkan produk dan menceritakan produk mereka.
Makanya storyteller juga akan menjadi sangat penting. Tantangannya ada di komunikasi pemasaran. Orang akan cepat bosan dengan produk yang sudah mereka kenal. Akan selalu mencari sesuatu yang lebih baru lagi. Bagaimana nanti mengembangkan bisnis model baru, lalu produknya juga terus diperbarui dari yang tidak dikenal sebelumnya. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved