Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Danang Widoyoko : Pemberantasan Korupsi Stagnan

Putri Rosmalia
13/12/2020 05:10
Danang Widoyoko : Pemberantasan Korupsi Stagnan
(MI/SUSANTO)

HARI Antikorupsi Sedunia yang jatuh 9 Desember belum bisa dianggap dirayakan di Tanah Air. Sebabnya, kinerja pemberantasan korupsi masih jauh panggang dari api.

Dalam Global Corruption Barometer (GBC) 2020 yang dikeluarkan Transparency International dan Transparency International Indonesia pada 3 Desember lalu, penilaian akan pemberantasan korupsi di Indonesia belum baik. Barometer yang didasarkan pada survei publik itu menunjukkan kinerja pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi dianggap berada di bawah sejumlah negara Asia, termasuk Malaysia, Filipina, bahkan Kamboja.

Selain kinerja pemerintah yang dianggap stagnan dalam memberantas korupsi, DPR dipersepsikan sebagai lembaga terkorup. Temuan menyedihkan lainnya ialah pengalaman suap masyarakat paling tinggi terjadi di layanan kepolisian. Berdasarkan persentase, suap di layanan kepolisian itu juga jauh di atas rata-rata Asia, yakni 41% jika dibanding dengan 23%.

Lalu apakah faktor-faktor utama yang menyebabkan masih buruknya pemberantasan korupsi di Indonesia? Berikut hasil wawancara Media Indonesia dengan Sekjen Tranparency International Indonesia, Danang Widoyoko, Selasa (8/12).

 

Bagaimana Anda menilai kinerja pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi?

Menurut saya, sebenarnya pemerintah masih menganggap korupsi sebagai satu persoalan penting. Namun, memang ada masalah sedikit. Kalau sebelumnya korupsi bahkan selalu jadi persoalan prioritas siapa pun presidennya, saat ini fokus itu seakan bergeser pasca-Pilkada DKI 2017. Gelombang gerakan populis Islam yang besar seakan menarik penuh perhatian pemerintah sehingga pemberantasan korupsi, dukungan pada KPK, hingga koordinasi antarlembaga untuk pemberantasan korupsi itu berkurang. Pemerintah perhatiannya tersita untuk menanggapi protes-protes pihak oposisi yang didukung oleh gerakan yang menggunakan isu politik identitas. Korupsi saat ini jadi seakan bukan isu utama yang jadi prioritas diselesaikan.

 

Temuan GBC 2020 menyebut kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi dianggap stagnan. Selain itu, dalam perbandingan dengan beberapa negara Asia lainnya, kinerja pemerintah Indonesia dinilai relatif rendah (lihat grafik). Bagaimana Anda melihat ini?

Itu merupakan persepsi masyarakat yang menilai bahwa sampai saat ini pemerintah tidak bekerja dengan baik untuk memberantas korupsi. Tapi memang kalau melihat upaya pemerintah dalam memperbaiki berbagai sistem dan perangkat yang bisa meningkatkan potensi korupsi, itu memang masih sangat jauh keseriusannya. Maka menjadi wajar persepsi publik hasilnya demikian.

Contoh, yang paling simpel saja soal data penduduk miskin. Itu saja tidak ter-update dengan baik sehingga bisa memuluskan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial. Dari situ kita sudah bisa menilai soal bagaimana upaya pencegahan ini berjalan. Meskipun bicara pencegahan memang tidak simpel karena banyak terkait faktor lain, seperti misalnya sistem politik.

Kemudian di sistem layanan publik, misalnya dulu ada mekanisme komplain bernama aplikasi Lapor! yang dikelola oleh KSP (kantor Staf Presiden), sekarang dioper ke Kemenpan-Rebiro. Kalau orang komplain, masuknya ke Kemanpan-Rebiro ya mereka tidak bisa ngapai-ngapain juga kementeriannya. Sulit untuk bisa mengharap ada progresnya, jadi malah mundur.

Jadi, itu harus diperbaiki dari yang paling sederhana saja misalnya mekanisme pelaporan dan soal data agar tidak tumpang tindih. Kalau itu tidak diperbaiki, ujungnya akan menimbulkan potensi korupsi, baik kecil atau besar. Setiap lembaga harus berupaya memperbaikinya.

Bagaimana dengan penilaian publik terhadap kinerja KPK dan adakah pengaruh faktor revisi UU KPK yang disahkan tahun lalu?

Memang ada penurunan, tapi itu kan kecenderungan umum. Artinya, masyarakat menilai sejak pimpinan KPK baru dilantik praktis kinerjanya menurun jika dibandingkan dengan sebelumnya, itu yang menurut saya dicatat dari survei itu, tapi kan sebenarnya baru setahun mereka menjabat, jadi kita masih harus melihat bagaimana selanjutnya mereka bekerja.

Soal revisi UU KPK tentu ada kaitannya soal itu. Pemerintah waktu itu praktis tidak begitu mendengarkan partisipasi publik. Jadi, itu yang membuat masyarakat pesimis. Tapi sebenarnya sudah revisi juga tidak akan jadi masalah kalau bisa tunjukkan kinerjanya juga baik.

 

Bagaimana soal DPR yang masih dipersepsikan sebagai lembaga paling korup di Indonesia dan bagaimana amatan Anda soal terus berlangsungnya politik uang?

Masalah korupsi di DPR ini lagi-lagi terkait masalah sistem politik. Ini harus jadi refleksi teman-teman DPR. Kita tahu mereka punya banyak persoalan harus mendanai konstituen, mendanai pemilihnya. Dampak dari korupsi politik ialah yang terpilih jadi anggota DPR itu mereka yang mampu mengumpulkan uang dan menggunakan uang, terutama dengan praktik money politics. Jadi, bukan mereka yang memiliki kapasitas.

Meskipun sudah banyak riset menyebutkan bahwa money politics tak efektif, para peserta pemilu tetap melakukannya karena tak tahu lagi bagaimana cara menarik dukungan. Sistem pemilu ini kan menuntut kandidat untuk berkompetisi habis-habisan, itu membuat mereka kerap memilih strategi money politics untuk menjaring suara. Jadi, untuk masalah ini memang harus lebih mengkaji sistem politiknya. Bisa dikaji apakah tetap harus menggunakan sistem proporsional atau bagaimana untuk mencegah money politics.

Dalam GCB Asia 2020, Indonesia juga menempati urutan ketiga penyuapan layanan publik tertinggi. Apa faktor utama yang membuat praktik suap atau gratifikasi sulit hilang?

Ini temuan menarik karena ketika dibandingkan antarnegara, di Indonesia itu disebutkan bahwa lembaga yang dipersepsikan paling tinggi di kasus suapnya itu di kepolisian, diikuti pengadilan, lalu Dukcapil. Pengawasan dan komitmen lembaga penyedia layanan publik tentu harus ditingkatkan. Sanksi harus lebih ketat diberikan, tidak harus melalui ranah hukum, tapi bisa lewat berbagai cara lain, misalnya sanksi penurunan pangkat.

Mekanisme komplain juga harus diperbaiki. Karena banyak kasus, masyarakat sudah berniat mengurus sesuatu secara benar, tapi dipersulit. Lalu mereka kerap tidak tahu harus melapor kemana. Platform-platform yang disediakan pemerintah juga umumnya tidak berjalan dengan baik. Mekanismenya itu saja dulu diperbaiki. Pemerintah berikan jaminan kerahasiaan data dan komitmen untuk mem-follow up laporan. Kalau itu sudah jelas prosedurnya, pasti masyarakat juga merasa lebih aman untuk melakukan pelaporan bila melihat ada kasus korupsi, suap, dan sebagainya. Bila itu sudah tercapai, secara otomatis peran publik dalam upaya pemberantasan korupsi juga bisa meningkat. Peran publik ini sangat krusial dalam upaya menciptakan negara yang bersih dari korupsi besar ataupun kecil.

 

Bagaimana sanksi atau cara pemberantasan untuk sisi pemberi suap karena disebutkan juga 3 dari 10 responden mengaku pernah melakukan suap?

Memang korupsi ini kan bukan semata-mata salah satu pihak seperti misalnya pemerintah atau politisi saja. Politisi kan money politic karena ada yang menerima. Jadi memang masyarakat Indonesia ini sudah sangat terpapar penyuapan di layanan publik. Harus ada perbaikan secara komprehensif, baik dari pihak penyedia layanan, maupun dari pendidikan karakter di masyarakat. Karena pemberantasan korupsi juga harus dilakukan dengan terus mengedukasi masyarakat sejak sedini mungkin dan lewat berbagai cara atau media.

 

Apa hukum yang ada saat ini sudah cukup mengakomodasi upaya pemberantasan korupsi?

Sebenarnya kalau soal hukum ini kan bias, bukan soal regulasinya, tapi bagaimana hukum itu dilaksanakan. Beberapa UU dan aturan di negara lain bisa diterapkan dengan baik, tapi di Indonesia tidak berjalan. Lagi pula, membuat aturan lebih banyak itu belum tentu bisa menjamin kefektifannya. Bagimana pelaksanaan dan komitmen penegak hukumnya, itu yang harus jadi prioritas. Bagaimana memastikan itu bisa berjalan dengan baik itu tugas pemimpinnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya