Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Untuk pertama kalinya, perusahaan Kamus Oxford bingung menentukan satu kata bahasa Inggris pilihan mereka untuk dijadikan sebagai "Word of the Year" (kata tahun ini) lantaran banyaknya pristiwa yang terjadi pada 2020.
Dalam keterangan resminya, pihak Kamus Oxford menyatakan akan mengumumkan beberapa kata yang penggunaannya melonjak dalam percakapan publik selama masa pandemi, sebagai Words of the Unprecedented Year.
Dilansir dari independent.co.uk, Senin (23/11) beberapa kata yang kemungkinan mereka pilih tahun ini antara lain furlough, bushfire, WFH, lockdown, moonshot dan kata-kata baru seperti Covid-19, blursday, dan covidiot.
Pemilihan kata tahunan ini biasanya mencerminkan satu momen yang dianggap merepresentasikan tahun yang telah (akan) dilalui. Namun, pihak Kamus Oxford mengungkapkan bahwa pemilihan kata tahunan untuk tahun ini tidak dapat dikemas dalam satu kata.
"Saya tidak pernah menyaksikan satu tahun terjadi perubahan yang radikal dalam suatu bahasa, seperti yang baru saja kita alami ini. Tim Oxford mengidentifikasi ratusan kata dan penggunaan baru yang signifikan mulai dari awal tahun ini, lusinan di antaranya saya rasa dapat menjadi kata untuk Word of the Year di waktu lain,” papar Casper Grathwohl, presiden Kamus Oxford, Senin (23/11).
Leksikograf dari Kamus Oxford memiliki basis data yang luas dan selalu diperbarui, dengan lebih dari 11 miliar kata yang dikenal sebagai korpus.
Pihak Kamus Oxford biasanya menentukan Word of the Year dari korpus, berdasarkan penggunaan populer berbasis data untuk mengeksplorasi perkembangan Bahasa Inggris dalam satu tahun.
Namun tahun ini sungguh ironis, ungkap Grathwohl, karena ketika dunia 'tak bisa berkata-kata', di sisi lain muncul kata-kata baru yang menggugat makna.
Tahun ini, penggunaan kata 'pandemi' telah meningkat lebih dari 57.000 persen sejak kata ini familiar pada tahun 2019.
Kemudian kata 'coronavirus' yang tercipta pada 1968, dihidupkan kembali pada 2020 ini, setelah sebelumnya hanya dirujuk pada referensi medis saja.
Ada juga kata 'superspreader' yang diciptakan pada 1970an, yang mengalami lonjakan besar dalam penggunaan pada bulan Oktober lalu seiring dengan melonjak kasus infeksi covid di Gedung Putih.
Penggunaan kata-kata yang terkait dengan isu rasisme, seperti 'Black Lives Matter' juga meningkat secara dramatis setelah protes besar-besaran menyusul pembunuhan George Floyd terjadi di AS pada bulan Mei.
Kamus Oxford mengungkapkan bahwa sejak Maret 2020, telah terjadi peningkatan besar-besaran dalam penggunaan kata dan frasa yang terkait dengan pandemi, seperti 'circuit breaker', 'lockdown', 'face masks', PPE (istilah dalam bahasa Inggris untuk APD).
Frase-frase baru juga bermunculan, seperti 'mask up', 'anti-mask', dan 'mask-shaming'.
Sementara kata-kata yang berhubungan dengan teknologi rapat daring atau WFH juga mengalami lonjakan lebih dari 300 persen penggunaan, termasuk 'furlough', 'remote', 'remotely', 'mute', dan 'unmute'.
Neologisme baru (dalam bahasa) yang muncul selama masa pandemi ini juga mencerminkan kenyataan pahit di tahun 2020, dengan hadirnya term-term baru seperti 'covidiot' (seseorang yang tidak menganggap serius protokol Covid), 'blursday' (yang menggambarkan waktu yang berlalu cepat), 'twindemic' (dua pandemi yang terjadi bersamaan), hingga infodemic (atau kelebihan informasi pandemi yang menyebabkan kekhawatiran).
Term-term baru itu semuanya muncul disaat yang bersamaan untuk pertama kalinya. (The Independent/BBC/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved