Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
LEMBAGA kebudayaan nirlaba asal Jerman, Goethe-Institut kembali menghelat salah satu agenda tahunan, Science Film Festival (SFF) di Indonesia. Di tengah pandemi covid-19, untuk pertama kalinya SFF akan hadir secara daring mulai Selasa (20/10) hingga Jumat, 6 November mendatang.
Pada ajang ke-11 ini SFF mempromosikan literasi sains, khususnya terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) kepada generasi muda di Asia Tenggara, Asia Selatan dan beberapa benua lainnya.
Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru, Stefan Dreyer, dalam konferensi pers daring SFF 2020 menjelaskan, festival ini mencoba membantu memperluas percakapan tentang isu-isu sentral SDGs melalui film yang menghibur mengenai sains, teknologi maupun lingkungan dan yang telah diseleksi secara internasional.
"Festival juga hendak menciptakan peluang bagi kita untuk bertindak dan berpartisipasi secara langsung membuat umat manusia dan planet kita menjadi lebih baik,” imbuhnya, Selasa, (20/10).
SFF akan memutar kurang lebih 15 film. Karya tersebut berasal dari Chile, Jerman, Myanmar, Spanyol, dan Thailand, dan hasil karya generasi muda asal Indonesia. Selain itu, festival juga akan menyediakan bahan ajar maupun eksperimen sains yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung proses pembelajaran selama film ditayangkan. Informasi seputar SFF 2020 kini dapat diakses melalui akun Instagram @sciencefilmfest.
Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah, mewakili komunitas universitas berharap perhelatan ini dapat menjadi sarana untuk mengkomunikasikan sains secara menarik dan menyenangkan. "Ada tiga tema besar yang ditampilkan, pertama sains, kedua teknologi, dan yang ketiga adalah lingkungan. Saya rasa ketiga-tiganya saat ini perlu disosialisasikan, terutama sains, karena kalau kita lihat ranking mayoritas perguruan tinggi di Indonesia di bandingkan negara-negara Asia Pasifik, tentu kita punya pekerjaan rumah yang cukup besar," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Kerjasama Unika Atma Jaya, Eko Adi Prasetyanto menilai sosialisasi dunia sains ke tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting.
"Dengan adanya SFF ini, bisa manjadi inspirasi untuk menjadi scientist tidak hanya bagi anak sekolah SMA, tetapi jauh lebih awal lagi. Dari sejak kecil, sejak awal kita dapat mengenalkan sains kepada seluruh masyarakat di Indonesia," imbuhnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved