Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Laku Pandawa

Ono Sarwono Penyuka wayang
13/9/2020 00:35
Laku Pandawa
Ono Sarwono Penyuka wayang(MI/Ebet)

DALAM kisahnya, bangsa Amarta tidak hanya berpengalaman mengalami resesi ekonomi, tetapi mereka malah pernah kehilangan kedaulatan atas negara. 

Namun, berkat bersatunya seluruh komponen bangsa di bawah kepemimpinan Pandawa, negara pada akhirnya berada dalam genggaman mereka lagi. Cerita tentang jatuhnya Negara Amarta ke ‘tangan asing’ bukan karena keteledoran atau kebodohan sang pemimpin, tetapi justru karena keluhuran budinya.

Oleh karena itu, tidak ada yang menyalahkan, pun tiada yang meratapinya. Dengan tetap pada jalur laku utama dan cara kesatria, bangsa Amarta kembali berdaulat.


Permainan dadu

Syahdan, banyak penguasa di marcapada yang terpikat terhadap Amarta. Ini semata-mata karena negara itu kaya raya akan sumber daya alam dan hayatinya. 

Negara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja (subur, makmur, aman, tertib, tenteram, dan sejahtera).

Di antara penguasa negara yang bernafsu menguasai Amarta ialah Duryudana. Nama ini tidak asing bagi Pandawa karena kakak sepupunya sendiri. Sulung Kurawa itu sebelumnya merampas takhta Astina yang sejatinya merupakan hak Pandawa sebagai ahli waris mendiang Prabu Pandudewanata.

Duryudana meminta pendapat Patih Sengkuni, apa yang mesti dilakukan agar bisa menguasai Amarta sekaligus menyirnakan Pandawa. Ini karena jika Pandawa masih ada, kenyamanannya di singgasana raja Astina terus terganggu.

Sengkuni menawarkan ide mengajak pemimpin Amarta, Puntadewa, bermain dadu. Dalam permainan itu nanti target utamanya merampas kedaulatan Amarta dari tangan Pandawa. Dengan demikian, Pandawa dipastikan akan mati ngenes (sengsara) atau sirna secara pelanpelan Main dadu memang menjadi kesenangan Puntadewa ketika masih kecil. 

Akan tetapi, kegemarannya itu sudah ia tinggalkan sejak terusir dari istana Astina hingga menjadi raja Amarta, negara yang ia bangun bersama keempat adiknya di wilayah yang semula berupa belantara Wanamarta.

Gagasan itu diterima Duryudana dan kemudian ia berkirim surat kepada Puntadewa. Ajakan itu mendapat sambutan. Tampaknya, sulung Pandawa ingin bernostalgia dengan permainan itu. 

Selain itu, wataknya memang pantang mengecewakan orang lain, apalagi undangan itu dari kakak sepupunya sendiri. Ketika hari yang ditentukan tiba, Puntadewa datang bersama istri, Drupadi, dan keempat adiknya Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. 

Adapun Duryudana disertai semua adiknya yang berjumlah 99 orang. Tentu saja ikut mendampinginya, Sengkuni, sang mentor yang cerdik tapi culas. Pada awalnya permainan murni tanpa embel-embel. Sukacita dan gelak tawa menghiasi. 

Lalu, agar lebih menarik, Duryudana (Kurawa), atas bisikan Sengkuni, menawarkan perlu ada taruhan. Puntadewa (Pandawa) mengiyakan. Taruhan kecilkecilan kian membuat permainan dadu berlangsung dinamis. 

Kedua belah pihak sama-sama pernah menang dan kalah. Lalu, nilai taruhan ditingkatkan. Pada sesi ini, Sengkuni yang mewakili Kurawa dalam permainan itu mulai menerapkan jurus liciknya.


Kehilangan Amarta

Duryudana, tentu dari bisikan Sengkuni, terus menaikkan nilai taruhan hingga harta benda Pandawa ludes. Negara kemudian dijadikan taruhannya. 

Werkudara mengingatkan kakaknya agar menghentikan permainan karena ada gelagat jahat Sengkuni. Puntadewa tidak mengindahkan meski ia tahu bakal diperdaya.

Maka, ketika permainan dilanjutkan, Puntadewa kalah dan Amarta menjadi hak Duryudana. Tidak berhenti di situ, Kurawa minta dilanjutkan dengan Drupadi sebagai taruhannya.

Puntadewa meladeninya hingga ia kehilangan istrinya itu. Drestarastra, ayahnya Kurawa, naik pitam mengetahui ada permainan dadu dengan taruhan. Ia batalkan semua hasil permainan itu dan mengembalikan semua harta milik Pandawa.

Duryudana kecewa. Ia merajuk ke ibunya, Gendari, agar bapaknya melunak. Lewat rayuan sang istri, Drestarastra, yang berpendirian labil, lalu mengizinkan permainan dadu, tapi diwanti-wanti tidak boleh ada taruhan.

Atas saran Sengkuni, Duryudana kembali mengundang Puntadewa bermain dadu. Ini upaya untuk menguasai Amarta lagi dengan cara lain. Siapa yang kalah harus menjalani hidup di Hutan Kamyaka selama 12 tahun dan dilanjutkan menyamar satu tahun.

Karena permainan memang sudah direkayasa oleh Sengkuni, Puntadewa lagi-lagi kalah sehingga ia bersama-sama seluruh keluarga besarnya harus meninggalkan istana Amarta. Kurawa memastikan Pandawa akan mati konyol karena kekurangan sandang dan pangan, apalagi Kamyaka sangat angker.

Kenyataannya, Pandawa selamat. Malah mereka menjelma menjadi para kesatria tangguh. Kenapa demikian, karena selama hidup di hutan, mereka menjalaninya sebagai laku prihatin, medan menggeladi jiwa dan raga.

Setelah menyelesaikan periode hidup di Kamyaka, Pandawa menyamar di Wiratha. Di negara itu, Puntadewa menjadi lurah pasar bernama Wijakangka. Werkudara menjadi tukang jagal dengan nama Abilawa.

Arjuna sebagai guru tari di istana dengan nama Wrahatnala. Nakula yang menyamar bernama Kinten menjadi pekathik yang mengurusi kuda, dan Sadewa menjadi penggembala bernama Pangsen.

Sementara Drupadi menyamar sebagai perias istana bernama Salindri. Pandawa mampu melunasi masa pembuangannya dengan
mulus. Meski demikian, Duryudana menolak menyerahkan kedaulatan Amarta. Dengan niat baik, Pandawa mengirim tiga kali utusan (duta), yakni Drupada, Kunti (ibunya), dan Kresna (kakak sepupunya) untuk meminta kembalinya Amarta. Namun, upaya itu gagal semua.


Perang Bharatayuda

Pada akhirnya, Amarta harus direbut lewat Perang Bharatayuda. Dalam pertempuran yang berlangsung di Kurusetra, Kurawa lenyap dari muka bumi. 

Pandawa kembali merengkuh Amarta sekaligus Astina, tanah air mereka. Hikmah kisah ini ialah soliditas Pandawa bersama seluruh rakyat ketika mereka kehilangan negara. Semua merasa bertanggung jawab dan kemudian bersamasama berjuang merebut kembali kedaulatan negara dengan cara kesatria.

Poinnya ialah kesatuan dan persatuan bangsa dibutuhkan ketika negara menghadapi situasi apa pun. Bukan saling menyalahkan atau menuding karena itu akan merongrong eksistensi bangsa dan negara. (M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya