Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menjajal Sei ala Jakarta

Fetry Wuryasti
02/8/2020 01:50
Menjajal Sei ala Jakarta
(MI/Fetry)

BEBERAPA bulan ini sajian Sei semakin populer di lini masa. Sei ialah teknik mengolah masakan khas Nusa Tenggara Timur, tepatnya dari Rote Ndao.

Sei dilakukan dengan cara pengasapan dengan tujuan memperpanjang masa simpan. Daging yang digunakan pada awalnya ialah daging sapi, tetapi kemudian berkembang juga ke daging babi dan ayam.

Di daerah asalnya, pengasapan menggunakan kayu kosambi, kerabat dengan kayu rambutan. Namun, jenis kayu ini cenderung sulit ditemukan di Jakarta. Maka dari itu, biasanya dipakai kayukayu sejenis yang mendekati.

Di kalangan penikmat kuliner metropolitan, sei mulai hit berkat sebuah resto khusus sajian itu yang berdiri di Bandung pada 2016. Foto-foto tumpukan irisan daging sapi yang tipis, kemerahan, dan bercampur dengan irisan cabai dan bawang memang sangat memikat di medsos.

Setelah kedai hit di Bandung yang selalu ramai tiap akhir pekan itu berdiri pula kedai-kedai sei di Jakarta. Dua di antaranya yang cukup laris ialah Sei Sapi Koka Sikka yang memiliki cabang di Pasar Santa dan Rawamangun serta Sei Sapi Kana yang memiliki cabang di Kelapa Gading, Tegal Parang Mampang Prapatan, Halim Perdanakusuma, dan di Petukangan Selatan, Pesanggrahan.

Penasaran dengan rasa sei ala Jakarta, maka Media Indonesia menjajal sajian dari dua kedai itu. Pada sei di Koka Sikka, daging memiliki ukuran seruas ibu jari orang dewasa atau sekitar 2-3 cm dan ketebalan cukup tipis sekitar 1-1,5 cm dengan ukuran yang sama pada setiap irisan. Ini bisa dimengerti karena biasanya daging akan menjadi keras dan bumbu tidak meresap dengan baik.

Berbeda dengan rendang yang dipotong searah serat, untuk sei, daging dipotong melintang dari serat daging sehingga mudah dikunyah dengan serat lebih pendek. Urat dan lemak pun telah dipisah dari bagian dagingnya. 

Cara lain untuk menghasilkan daging yang empuk pun biasanya dengan proses pelunakan serat, yaitu mencampurkannya dengan tumbukan daun pepaya. Daging yang telah lunak, dilumuri air berisi campuran garam, gula, lada, dan merica, yang kemudian didiamkan selama beberapa jam hingga rempah tersebut meresap. 

Setelah itu, daging ditiriskan untuk mengeluarkan air dan darahnya, kemudian diasap lagi selama 6-8 jam. Dengan berbagai tahapan dan lama pengolahan, daging asap sei yang disajikan pun telah terasa lezat dari rempahnya, bahkan sebelum diberikan aneka sambal pelengkapnya. 

Restoran sei di Jakarta memang umumnya menawarkan beberapa jenis sambal sebagai pelengkap daging, yaitu sambal luat, bawang, matah, rica-rica, lombok ijo, dan caruak.

Bila ingin mencobanya sekaligus banyak sambal. Di Koka Sikka Anda bisa memesan sei sapi platter. Harganya Rp95 ribu per porsi, tetapi cukup untuk dimakan hingga empat orang.

Menu ini terdiri atas 150 gram daging asap dan disajikan dengan tiga sambal yang telah diaduk pada tiap-tiap porsi daging asap, yaitu sambal luat, matah, dan caruak, serta kuah kaldu dengan tumisan bunga pepaya dan daun singkong. 


Kering

Selanjutnya untuk sei ayam, kami memesan dari Sei Sapi Kana. Untuk menu tengahan makan bersama, platter sei ayam ini dihargai Rp90-an, dengan bebas memilih tiga jenis sambal yang diinginkan. Porsi ayamnya pun melimpah, yaitu 250 gram irisan sei. 

Bisa dimakan untuk 4-5 orang. Namun, hasil daging yang tampil tanpa bumbu dari Sei Sapi Kana tampak tidak semerah seperti halnya daging asap sei sapi. Sei yang mereka sajikan sedikit berwarna merah di tengah, tetapi kehitaman bagian pinggir irisan.

Berbeda dengan sebuah kedai sei di kawasan Ban dung, yang tampilan hasil daging asapnya masih menampilkan warna merah. Pilihan daging untuk sei sepertinya jauh lebih baik bila menggunakan daging sapi jika dibandingkan dengan daging ayam. 

Daging sapi memiliki lemak dan kadar air yang lebih banyak daripada ayam sehingga setelah diasap pun masih agak kenyal, juicy, dan rasa yang lebih meresap di dalamnya, tidak sepenuhnya kering.

Sementara itu, pada daging ayam, terlebih tanpa kulitnya dengan lemak yang lebih sedikit diolah dengan dikeringkan, membuat teksturnya jadi terlalu kering. Sebab itu olahan se’i ayam di restoran ini tampak perlu ditingkatkan agar hasilnya menjadi empuk. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya