Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
MENJELANG Bharatayuda pecah, ada sejumlah kisah prolog yang berpengaruh terhadap kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam peperangan besar tersebut.
Antara lain, peristiwa dramatis pengorbanan jiwa raga Kesatria Jangkarbumi Raden Antareja alias Anantareja. Semula, Antareja sangat ingin menjadi senapati Pandawa (Amarta) dalam perang suci trah Abiyasa di tegal Kurusetra itu.
Namun, kodratnya ia tidak mendapat tempat. Ia mesti berlapang dada dan ikhlas sebatas menjadi tawur (korban persembahan) demi harkat dan martabat Pandawa, pepundennya.
Menjadi lanceng
Alkisah, Raja Dwarawati Prabu Kresna mengasingkan diri di Balaikambang, Jalatunda. Di tempat itu botoh Pandawa tersebut menjalani tapa nendra (tidur).
Namun, sejatinya ia sedang ngrogoh sukma, rohnya keluar dari wadak dan terbang menjelajah langit menuju Kahyangan Jonggring Saloka.
Di kerajaan dewa itu, roh Kresna menyamar sebagai lanceng, sejenis lebah berwarna putih. Ia mengintip para dewa yang sedang rapat paripurna menyusun skenario perang Bharatayuda. Draf itulah yang kemudian nanti dikenal dengan nama Kitab Jitabsara.
Ketika Bathara Penyarikan, sekretaris Kahyangan, baru saja menulis Baladewa dihadapkan dengan Antareja dan kalah, lanceng putih dengan sekuat tenaga menyambar wadah tinta sehingga tumpah dan menghapus tulisan tersebut.
Pasukan dorandara bergegas menangkap binatang itu yang kemudian badhar (berubah kembali ke wujud aslinya) menjadi roh Kresna. Kresna memprotes skenario tersebut. Ia menolak Baladewa berperang melawan Antareja.
Bukan hanya karena Baladewa kakak kandungnya, tetapi merupakan kehinaan mati dalam posisi membela Kurawa. Ia memohon izin kepada para dewa untuk menyelesaikan ‘nasib’ kedua orang tersebut.
Singkat cerita, Raja Kahyangan Bathara Guru menerima permohonan Kresna, tapi dengan barter. Kresna harus mengembalikan pusaka kembang Wijaya Kusuma, yang tuahnya bisa menghidupkan orang mati jika belum takdirnya.
Dengan membawa Jitabsara, Kresna turun ke marcapada masuk kembali ke raganya. Pada saat itu, situasi menjelang Bharatayuda sudah memanas. Pasukan koalisi Kurawa membuat kisruh dengan maksud memboyong Kresna ke Astina sebagai tumbal kemenangan mereka melawan Pandawa.
Tentu saja, Pandawa dan para putranya menghadang. Momen ini dimanfaatkan Antareja untuk memperlihatkan kesaktiannya kepada para pepundennya dengan harapan dirinya dinilai layak menjadi senapati Pandawa dalam Bharatayuda.
Antareja adalah anak pertama Werkudara. Ibunya bernama Dewi Nagagini, putri Bathara Anantaboga. Antareja berterus terang iri dengan adiknya lain ibu, Gatotkaca, yang sudah lama digadang-gadang menjadi panglima perang.
Antareja memiliki senjata upas (bisa) pemberian kakeknya. Siapa pun yang ia sembur pasti mlonyoh (terbakar). Lidahnya pun sangat sakti, makhluk apa pun yang dijilat bekas telapak kakinya pasti mati.
Tubuhnya berkulit napakawaca sehingga kebal terhadap berbagai senjata. Ibunya memberi cincin Mustikabumi yang membuatnya tidak bisa mati selama raganya masih menyentuh tanah. Pusaka itu juga dapat untuk menganulir kematian makhluk di luar kodratnya. Antareja juga mampu hidup dalam perut bumi.
Unjuk keampuhan
Dengan segudang kesaktiannya itu, Antareja unjuk keampuhan. Satu per satu satru Pandawa diselesaikan tanpa banyak gaduh.
Seperti tidak mengeluarkan setetes pun keringat, ia mencabuti nyawa musuhmusuhnya dengan hanya menjilati bekas telapak kaki mereka. Aksi senyap menggiriskan itu membuat Kresna bergegas menghentikannya.
Ia mengingatkan Antareja untuk tidak gegabah. Perbuatannya itu merusak tatanan Bharatayuda yang merupakan perang suci, bukan perang ampyak awur-awur (tanpa aturan).
Antareja meminta maaf. Ia melakukan itu semata karena ingin terpilih menjadi panglima perang, impian hidupnya. Namun, Kresna njarwani (menerangkan), menjadi senapati itu bukan mesti berperang di medan laga. Banyak jalan pengabdian dan pengorbanan yang bisa dipersembahkan bagi sebuah kemenangan.
Lebih lanjut Kresna mengatakan, berdasarkan kodrat jagat, peran Antareja dalam Bharatayuda sebagai tawur. Meski demikian, nilai dan bobotnya tidak kalah dengan senapati yang berperang di palagan sehingga ganjarannya pun sama, tinggal abadi di swarga loka (surga).
Nurani Antareja tersentuh. Meski ada rasa kecewa, ia menerima semua dhawuh (petuah) uaknya itu yang adalah titisan Bathara Wisnu, dewa keadilan dan ketenteraman jagat. Antareja pasrah dan kemudian nyadhong (meminta) perintah Kresna, apa yang mesti dilakukan.
Kresna bersabda, Antareja harus menjalani tawur dengan menjilat bekas telapak kakinya sendiri. Sebelum melakukan itu, Antareja menitipkan anaknya, Danurwenda, yang lahir dari rahim Dewi Ganggi.
Kresna menjanjikan kelak anak itu akan menjadi orang terhormat pasca-Bharatayuda. Di depan Kresna, Antareja gugur dengan tenang. Werkudara amat bersedih karenanya.
Kresna mengingatkan bahwa kemenangan (keutamaan) pasti ada pengorbanan. Itulah jalan yang ditempuh anaknya demi keunggulan Pandawa. Tidak lama kemudian, datanglah Baladewa yang tibatiba mengamuk.
Ia terkena hasutan Duryudana (sulung Kurawa). Dengan senjata nenggala, Baladewa menerjang Werkudara. Berkat kegesitannya menghindar, Werkudara lolos sehingga nenggala menghantam bumi hingga terbelah.
Sekejap setelahnya, terdengar suara dari dalam bumi bahwa Baladewa berdosa karena sewenang-wenang menggunakan nenggala. Ia terancam mati terjepit bumi. Suara yang sebenarnya hanya ‘kreasi’ Kresna itu membuat Baladewa kelabakan meminta ampun kepada dewa.
Ia meminta nasihat Kresna, yang juga adiknya, apa yang mesti dilakukan untuk menebus dosa sehingga terhindar dari karma itu. Kresna menyarankannya bertobat dengan cara bertapa di Gerojogansewu. Di tempat itu, segala keperluannya diladeni Setyaka, salah satu putra Kresna.
Kerelaan dan keikhlasan
Demikianlah, akhirnya Baladewa dan Antareja tidak berhadapan yang semula telah dirancang para dewa. Dua tokoh itu sama-sama berkorban demi lancarnya Bharatayuda, perangnya nafsu kebaikan melawan nafsu keburukan.
Hikmah kisah ini ialah pengorbanan. Poinnya tentang kerelaan dan keikhlasan memberikan apa yang paling bernilai pada diri demi keutamaan. Pertanyaannya, sejauh mana kita istikamah pada jalur mulia ini? (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved