Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Sejumlah ilmuwan dari Institut Riset Akuarium Teluk Monterey (MBARI), California, Amerika Serikat kini tengah memperoleh kemajuan dalam amatannya terhadap mahluk yang disebut sebagai larva laut raksasa (Larvacea) atau Bathochordaeus.
Larvacea bagi mereka sebenarnya termasuk mahluk asing dan misterius yang ditemukan di kedalaman 1.000 kaki (300 meter) di bawah permukaan laut. Akan terapi, mahluk yang bentuknya menyerupai ubur-ubur itu dipercaya dapat menjadi solusi pemanasan global yang disebabkan karbon (CO2), maupun pencemaran laut yang disebabkan plastik mikro.
Larvacea memiliki anggota tubuh yang disebut rumah gelembung. Ketika rumah gelembung itu tersumbat oleh partikel karbon maupun plastik mikro, ia akan membuka filter yang kemudian mengeluarkan lendir. Dalam lendir itulah karbon maupun plastik mikro terurai hingga ke dasar laut, dan tak akan muncul lagi ke permukaan.
Dengan cara seperti itu, ilmuwan yang terlibat penelitian percaya bahwa mahluk yang mampu berenang jauh dari paparan sinar matahari ini dapat mencegah CO2 masuk ke atmosfer. Selain itu, mereka juga percaya bahwa kompleksitas sistem filtrasinya dapat mencegah masuknya plastik mikro ke dalam rantai makanan mahluk hidup yang jaraknya paling dekat atau di dalam laut.
Sebagaimana dilansir Dailymail, proses dan cara kerja itu mereka peroleh setelah mengamati Larvacea menggunakan robot berbentuk kapal selam seberat lebih dari setengah ton (ROV). ROV yang mereka gunakan dilengkapi laser, yang mampu memetakan tubuh halus sang Larvacea dalam serangkaian gambar 3D.
Penulis makalah penelitian ini, Kakani Katija mengatakan bahwa tim telah melihat begitu banyak lendir di sekitar Larvacea selama jalannya penelitian. Struktur lendirnya pun sangat rumit karena tak hanya berfungsi untuk sistem pencernaan, tapi juga kesehatan, dan perlindungan.
"Sekarang kita memiliki cara untuk memvisualisasikan struktur-struktur ini jauh di bawah permukaan. Kita akhirnya bisa memahami bagaimana fungsinya dan peran apa yang mereka mainkan di lautan," tutur Katija.
Dengan adanya rekonstruksi 3D, para ilmuan kemudian dapat bekerja dengan Larvacea layaknya ahli radiologi yang menggambarkan bagian tubuh manusia menggunakan pemindai CT.
"Menggunakan DeepPIV yang dipasang pada ROV, untuk mengumpulkan penampang 3D ini mungkin adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan dengan ROV," imbuh Sang Pilot ROV, Knute Brekke.
Kini Katija bersama ilmuan lainnya di MBARI tengah mengembangkan citra 3D Larvacea. Jika sebelumnya mereka hanya melihat bagaimana proses kerja lendirnya, kini detail yang ingin ditangkap berkaitan dengan intensitas, warna, dan bagaimana arahnya mengikuti cahaya.
"Sekarang kita memiliki perangkat untuk mempelajari sistem penyaring berlendir yang dapat ditemukan di semua lautan. Kita akhirnya juga dapat menjelaskan beberapa struktur alam yang paling kompleks," imbuhnya. (M-2)
PENGAMAT maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menanggapi pengembangan ekonomi berbasis maritim di Riau.
PT Pertamina International Shipping (PIS) menggelar program edukasi lingkungan bertajuk Ocean LiteraSEA di SDN Tanjung Sekong, Cilegon, Banten.
PENDIDIKAN kelautan penting untuk memastikan generasi muda memiliki pemahaman tentang menjaga kelestarian laut. Ini diwujudkan dalam program Ocean LiteraSEA di Museum Bahari Jakarta.
BPK RI mendukung upaya pemerintah dalam menginisiasi program blue economy dengan memastikan pengelolaan yang bertanggung jawab atas aset kelautan Indonesia.
Sejumlah delegasi pemerintah Kenya hadir ke Indonesia untuk menjajaki kerja sama di sektor ekonomi biru dan maritim, Oktober lalu.
Tim ahli kelautan yang dipimpin Schmidt Ocean Institute di California menemukan dan memetakan gunung bawah laut setinggi 3.109 meter di Samudra Pasifik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved