Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
BANYAK orang menggunakan ganja dengan alasan untuk mengatasi kecemasan. Namun, suatu studi baru menunjukkan bahwa penggunaan produk ganja yang mengandung tetrahidrokanabinol (THC) dengan konsentrasi tinggi secara rutin, justru dapat menyebabkan meningkatnya kecemasan. Tetrahidrokanabinol adalah psikotropika yang merupakan senyawa utama dari ganja.
Penelitian yang dilakukan tim dari Bristol Medical School, Inggris dan diterbitkan pada 27 Mei di jurnal JAMA Psychiatry itu menggunakan survey terhadap 1.087 orang yang dikumpulkan antara Juni 2015 hingga Oktober 2017. Semua peserta studi berasal dari Inggris, berusia 24 tahun, dan dilaporkan menggunakan ganja pada tahun sebelumnya.
Hal-hal yang ditanyakan peneliti ke responden, antara lain adalah jenis ganja yang sering dikonsumsi selama setahun terakhir (ganja herbal, ganja herbal ‘kuat’, atau resin- konsentrat ganja dalam bentuk padat), lalu juga soal frekuensi konsumsi dan kesehatan mental mereka.
Mereka yang menggunakan ganja berpotensi tinggi menggunakannya lebih sering, dan lebih cenderung mengalami kecemasan.
Ganja herbal dan resin dengan kandungan THC kurang dari 10%, dianggap berdaya rendah. Sementara ganja herbal dengan kandungan THC lebih dari 10%, dianggap berpotensi tinggi.
Para peneliti menemukan bahwa 12,8% dari peserta penelitian melaporkan menggunakan kanabis potensi tinggi paling sering, dan 87,2% menggunakan kanabis potensi rendah. Laki-laki juga lebih cenderung menggunakan ganja yang berpotensi tinggi.
Peneliti kemudian mempelajari status sosial ekonomi dan kondisi seperti kecemasan dan depresi yang didiagnosis oleh peserta, sebelum memulai kebiasaan menggunakan ganja. Peneliti menemukan bahwa orang yang menggunakan ganja potensi tinggi lebih cenderung menggunakan zat tersebut lebih sering dan lebih cenderung memiliki gangguan kecemasan umum daripada pengguna ganja dengan potensi rendah.
Namun hasil studi ini juga diungkapkan memiliki subjektivitas karena mengandalkan pernyataan responden dan hanya menggunakan subyek dengan usia dan demografi tertentu. Sehingga mungkin tidak berlaku untuk populasi pada umumnya.
Peneliti juga tidak mengumpulkan data kesehatan mental dari pengguna non-ganja. Dengan begitu peneliti mengakui jika mungkin saja penggunaan ganja hanya berkorelasi dengan kecemasan, tetapi tidak menyebabkannya.
Para peneliti menyarankan adanya pembatasan terhadap penjualan ganja dengan THC kuat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah orang menjadi ketergantungan, karena kecemasan atau masalah kesehatan mental lainnya.
Suatu survei tahun 2017 dari apotek ganja Colorado Amerika Serikat, menemukan bahwa jenis yang paling banyak dijual oleh mereka memiliki antara 17% dan 28% THC, dan kandungan THC dalam ganja meningkat 212% antara tahun 1995 dan 2015. (Insider.com/M-1)
Kelelahan yang tak kunjung membaik bisa menjadi tanda awal kanker otak. Kenali gejala lain seperti kejang, perubahan mood, dan gangguan memori.
Kiita Sehat akan memperkuat kemampuan Indonesia dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons penyakit menular serta keadaan darurat pada manusia dan hewan.
program cek kesehatan gratis (CKG) bagi siswa yang digelar serentak pada Senin (4/8), dinilai sebagai langkah positif untuk memperkuat fondasi kesehatan nasional,
Salah satu ciri kulit terlalu sering dieksfoliasi adalah kulit terasa seperti tertarik setelah mencuci muka.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 29% remaja usia 10–19 tahun di Indonesia mengalami gejala gangguan kesehatan mental.
Justin Timberlake mengungkap diagnosis penyakit Lyme yang dideritanya. Sang istri, Jessica Biel, disebut menjadi pendukung utama dalam proses pemulihannya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved