Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Cerita Panji, Pusaka Budaya Nusantara yang tidak Habis Digali

Henri Nurcahyo
01/3/2020 02:35
Cerita Panji, Pusaka Budaya Nusantara yang tidak Habis Digali
Festival Panji Internasional, 2018.(Dok. Henri Nurcahyo)

MASIH banyak warga Indonesia yang mungkin belum mengenal cerita Panji. Padahal, cerita lisan asal Jawa Timur itu populer di Thailand, Malaysia, dan Kamboja.

Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, cerita Panji telah menyebar ke seluruh Jawa dan Sumatra, sebagian Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Cerita Panji seakan menjadi pusaka budaya Nusantara yang (nyaris) dilupakan. Meski demikian, cerita ini masih bertahan di Bali dalam bentuk berbagai seni pertunjukan.

Pernah dengar cerita Ande-ande Lumut? Hal itu ialah satu contoh cerita Panji dalam bentuk dongeng. Masih banyak dongeng lainnya, seperti Keong Emas, Golek Kencana, Panji Laras,  dan Enthit. Cerita Panji juga terukir dalam belasan relief di sejumlah candi di Jawa Timur, bahkan ditemukan patung Raden Panji dan Sekartaji di Candi Se­lokelir di lereng Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Patung Panji itu sekarang disimpan di Galeri Soemardja ITB.

Cerita Panji menjadi ‘bahan baku’ lakon kesenian rakyat (wayang beber, wayang topeng, wayang krucil, kethek ogleng, gambuh, dan sebagainya) yang diabadikan dalam lukisan klasik dan motif batik. Bahkan, cerita Panji pernah menjadi budaya tanding terhadap kebesaran Ramayana dan Mahabarata pada zaman Majapahit. Ya, cerita Panji memang sehebat itu.

Secara umum cerita Panji dipahami sebagai kisah percintaan antara Raden Panji Asmarabangun atau Panji Inuker­tapati dari Kerajaan Jenggala dan Dewi Sekartaji atau Dewi Candrakirana dari Kerajaan Panjalu atau Kadiri. Mereka sudah dijodohkan sejak kecil oleh orangtuanya karena dua kerajaan itu sebetulnya berasal dari satu kerajaan yang sama dan kedua rajanya masih memiliki hubungan saudara.

Namun, jalinan kisah kasih mereka tidak semulus yang direncanakan. Ada saja halangan, godaan, tantangan, dan berbagai cobaan sehingga terjadilah pertualangan, pengelanaan, penyamar­an, peperangan, dan berbagai kisah lainnya. Itulah mengapa cerita Panji mewujud dalam banyak sekali versi. Meski demikian, substansinya tetap sama, yaitu penyatuan.

Arkeolog M Dwi Cahyono menyebutkan ada proses integrasi, disinteg­rasi, dan reinteg­rasi. Cerita Panji bukanlah cerita tunggal yang linier, melainkan terpotong-potong dalam jumlah yang sangat banyak dengan bentuk yang mirip. Cerita Panji tidak ada yang menciptakan (anonim) dan selalu berakhir pada perkawinan atau pertemuan dua belah pihak yang terpisah. Karena itu, cerita Panji disebut bergenre siklus, selalu mengulang pola yang sama, dengan berbagai variasi dan proses tahapan yang berbeda.

Di samping itu, semua versi cerita Panji selalu berakhir bahagia (happy ending). Bandingkan dengan Romeo Juliet, Bangsacara Ragapadmi, Sangkuriang, Roro Mendut, dan semua kisah cinta klasik yang rata-rata sad ending. Cerita Panji membuat semua orang turut senang.


Memori dunia

Terdapat ratusan naskah kuno cerita Panji tersimpan di perpustakaan Malaysia, Thailand, bahkan di Belanda dan Inggris. Jauh lebih banyak ketimbang di Perpustakaan Nasional Indonesia yang hanya 76 naskah. Itu pun hampir sepa­ruhnya dalam kondisi rusak. Naskah-naskah cerita Panji inilah yang kemudian ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MOW) bersama dengan Malaysia, Kamboja, Inggris, dan Belanda pada 31 Oktober 2017.

Dengan demikian, penetapan ini menambah jumlah MOW yang sudah didapatkan Indonesia, yai­tu arsip-arsip Dutch East India Company–VOC (2003), naskah I La Galigo (2011), naskah Babad Diponegoro (2013), Negara Krtagama (2013), dan arsip-arsip Konferensi Asia Afrika (2015). Bersamaan dengan ditetapkannya cerita Panji sebagai MOW, sebetulnya pada 2017 ini UNESCO juga menetapkan arsip-arsip Konservasi Borobudur dan arsip-arsip Tsunami di Samudra Hindia.

Cerita Panji ialah pusaka leluhur Nusantara yang masih tetap relevan bagi kehidupan sekarang dan masa mendatang. Karena itu, diperlukan transformasi (perubahan) dalam hal bentuk (format), waktu, pelaku, setting, dan jalan cerita, serta penafsirannya, dengan tetap mengacu pada substansi cerita Panji.

Cerita Panji tidaklah harus terkait dengan masa lalu dan menjadi klangenan belaka. Cerita Panji juga dapat ditransformasi menjadi kekinian. Spirit cerita ini dapat menjadi inspirasi karya sastra kontemporer, apalagi selama ini sudah gencar dilakukan kampanye untuk peduli terhadap budaya Panji dan bagaimana menjadikannya sebagai bahan baku proses kreativitas masa kini.

Cerita Panji yang sudah ada sejak 700 tahun yang lalu itu merupakan satu pusaka budaya bangsa yang tetap rele­van sampai kapan pun. Sumber daya alam makin digali bisa habis. Sumber daya manusia pun makin lama makin tua, lalu mati. Namun, sumber daya budaya cerita Panji tidak akan pernah habis digali, bahkan akan membuat kita makin kaya.

Majapahit pernah berjaya dengan cerita Panji, jadi janganlah sekali-sekali kita tega untuk meninggalkan Panji. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya