Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
INTERMESO yang dilontarkan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy baru-baru ini amat menggelitik. Ia mengusulkan kepada Menteri Agama agar ada fatwa pernikahan lintas ekonomi.
"Fatwa kan bahasa Arabnya anjuran. Anjuran, saran. Silakan saja. Saya minta ada semacam gerakan moral, bagaimana agar memutus mata rantai kemiskinan, antara lain supaya si kaya tidak memilih-milih, mencari jodoh atau menantu yang sesama kaya," kata Muhadjir.
Sikap mencari jodoh tidak memilih-milih seperti itu dilakoni Bratasena alias Werkudara dalam cerita wayang. Kesatria panenggak (anak kedua) dalam keluarga Pandawa itu memiliki tiga istri yang semuanya tidak melalui proses memilih. Ia bertemu ketiga pendampingnya dalam waktu berbeda dan selalu terjadi saat sedang prihatin.
Dewi Nagagini
Istri pertama Bratasena bernama Dewi Nagagini. Keduanya bertemu ketika Pandawa baru saja selamat dari aksi pembakaran hidup-hidup yang dilakukan Kurawa di Bale Sigala-gala. Kurawa tega berupaya membunuh adik sepupunya itu lantaran ingin menguasai takhta Astina.
Nagatatmala yang menyelamatkan Pandawa--Puntadewa, Bratasena, Permadi, Tangsen, dan Pinten beserta ibunda, Kunti. Kakak Nagagini ini, atas perintah ayahnya, Hyang Antaboga, menyamar menjadi landak menuntun Pandawa dan Kunti memasuki terowongan yang digali dari Bale Sigala-gala hingga tembus ke Kahyangan Saptapratala.
Di Saptapratala, yang digambarkan sebagai bumi lapisan ketujuh, itu, Bratasena bertemu Nagagini, putri Antaboga, Dewa Ular. Nagagini, yang bila menghendaki sewaktu-waktu bisa berubah menjadi ular, jatuh cinta kepada Bratasena, kesatria yang sebelumnya kerap hadir dalam mimpinya.
Semula, Bratasena menolak cinta Nagagini. Itu karena dirinya masih dalam suasana prihatin. Namun, karena pitutur Kunti tentang kebaikan yang telah diberikan keluarga Antaboga, akhirnya Bratasena manut. Sesungguhnya, Bratasena dalam hatinya juga langsung tertarik kepada Nagagini pada pandangan pertama.
Keduanya kemudian dinikahkan di Saptapratala. Dari perkawinan mereka lahirlah anak laki-laki yang diberi nama Antareja. Anak ini digulawentah Nagagini hingga dewasa. Antareja memiliki upas (bisa) serta mampu hidup dalam perut bumi.
Dewi Arimbi
Bratasena bertemu istri keduanya, Dewi Arimbi, ketika membabati belantara Wanamarta sebagai tempat mendirikan rumah (istana). Lahan yang berupa hutan itu merupakan pemberian uaknya, Drestarastra.
Ketika sedang sengkut (bekerja keras) menumbangkan pohon-pohon dan membersihkan semak belukar, datanglah seorang raseksi, perempuan berwujud yaksa. Perempuan itu menghampiri dan kemudian sungkem (sujud) di depan Bratasena yang masih penuh peluh. Karena kaget dan jijik, Bratasena menendang raseksi itu hingga tersungkur ke belakang. Kunti yang melihatnya, bergegas memberi pertolongan kepada perempuan itu seraya memintakan permohonan maaf.
Kepada Kunti, perempuan yang bernama Arimbi itu mengaku merasa 'nikmat' ditendang Bratasena. Dengan terus terang, Arimbi menyatakan jatuh cinta kepada Bratasena, pria yang telah lama ia impikan dan cari.
Hari-hari berikutnya, Arimbi malah membantu Bratasena (Pandawa) membersihkan hutan. Arimbi ternyata bukan seperti umumnya rakseksi yang lekat dengan watak angkara murka. Ia menunjukkan sebagai perempuan jujur dan berkepribadian halus nan tulus.
Terkesan dengan semua kebaikan yang ada pada diri Arimbi itu, suatu ketika Kunti mengatakan kepada Bratasena untuk tidak menyia-nyiakan perempuan cantik itu. Bratasena terbelalak karena perempuan yang semula wajahnya menakutkan itu berubah total menjadi jelita.
Singkat cerita keduanya menikah. Arimbi ialah anak kedua mendiang raja negara Pringgondani Prabu Tremboko. Dari pernikahan Bratasena-Arimbi lahir anak laki-laki bernama Gathotkaca. Dewasanya, Gathotkaca, yang mampu terbang bak halilintar hingga lapisan tertinggi atmosfer, menjabat sebagai raja Pringgondani, takhta warisan kakeknya.
Dewi Urangayu
Istri ketiga Bratasena bernama Dewi Urangayu. Keduanya bertemu ketika Bratasena, bersama-sama dengan keempat saudaranya, sedang membuat sungai dalam perlombaan adu cepat dengan Kurawa. Pandawa, yang hanya lima orang menang atas Kurawa yang terdiri atas 100 orang.
Pandawa berhasil membuat sungai yang mata airnya dari gunung hingga bermuara ke samudra. Sungai itu diberi nama Serayu, sedangkan sungai yang dibuat Kurawa alirannya berkelok-kelok yang akhirnya malah menyatu dengan Sungai Serayu. Dalam seni pakeliran, sungai yang dibuat Kurawa itu bernama Luk Ula.
Di balik kemenangan Pandawa itu ternyata ada peran besar Hyang Mintuna, Dewa Ikan, yang tinggal di Kahyangan Kisiknarmada. Berkat jasanya, Pandawa membuat sungai lebih cepat daripada target.
Menurut kisahnya, Bratasena menerima cinta Urangayu, selain dirinya memang tertarik dengan perempuan berdarah ikan itu, juga karena ia merasa berutang budi kepada Hyang Mintuna, ayah Urangayu. Dari pernikahan mereka, lahir anak laki-laki yang diberi nama Antasena. Antasena mampu hidup dalam air dan memiliki sungut yang kesaktiannya bisa menyebabkan musuh-musuhnya mati seperti terbakar.
Di antara anan-anak Bratasena, hanya Antasena yang mewarisi watak bapaknya dalam hal bicara. Ia tidak bisa berbicara dengan bahasa krama (tingkatan bahasa paling tinggi). Dengan siapa pun, ia berbicara ngoko (tingkatan bahasa paling rendah).
Dalam seni pedalangan Banyumas, Bratasena masih memiliki satu istri lagi bernama Rekatawati, putrinya Hyang Rekatatama, Dewa Kepiting. Dari pernikahannya, mereka memiliki anak bernama Srenggini.
Generasi penerus
Poin kisah singkat ini ialah Bratasena menemukan ketiga jodohnya tanpa diawali dengan niat atau keinginan mencari pendamping. Ia meminang ketiga istrinya yang tidak lumrah dengan apa adanya dan juga tidak terduga sebelumnya. Cinta mereka muncul dengan sendirinya.
Dalam perspektif intermeso Menko PMK, perjodohan Bratasena dengan Nagagini, Arimbi, dan Urangayu, itu bukan hanya pernikahan yang tidak memilih-milih dan lintas ekonomi, melainkan juga lintas titah. Perjodohan mereka seperti sak derma nglakoni (sekadar menjalani) ketetapan (takdir) jagat. Pernikahan yang justru melahirkan generasi penerus kesatria yang memiliki kesaktian menggiriskan. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved