Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Adeline Windy: Penghantar Olah Napas ala Buteyko

Fetry Wuryasti
11/1/2020 09:50
 Adeline Windy: Penghantar Olah Napas ala Buteyko
Adeline Windy(MI/ADAM DWI)

BERNAPAS ialah bagian integral dari manusia hidup. Namun, tak banyak yang paham bahwa bernapas pun ada seninya. Mengolah pernapasan dapat membantu kita menjaga kesehatan dengan lebih baik.

Adeline Windy mafhum benar soal itu. Dari garis keturunan sang ibu, ada asma dan alergi yang cukup kronis disandangnya dahulu kala. Tubuhnya pun rentan terhadap berbagai perubahan. Mulai cuaca hingga naik-turunnya emosi.  

Adeline mulai intens melatih pernapasan melalui yoga sekitar 2008 silam. Praktik itu ia barengi dengan mengubah pola makan: mengurangi konsumsi hewani dan kemudian menjadi vegan sejak awal 2018.

Selama sedekade itu, Adeline mengaku belum memperhatikan reaksi yang terjadi pada proses respirasi atau pernapasan sampai ia mengenal buteyko. “Saya mulai belajar teknik buteyko pada 2018. Sekitar 3-4 bulan latihan, saya memutuskan mengambil sertifikasi dan menjadi instruktur dan mulai secara intens latihan,” cerita Adeline di Jakarta, Sabtu (4/1).

Teknik pernapasan buteyko atau Buteyko Method ialah teknik pernapasan yang banyak dilakukan sebagai terapi untuk mengoptimalkan oksigen bagi orang-orang dengan gangguan respirasi seperti asma, pun gangguan pernapasan saat tidur. Publik di Indonesia mungkin sempat membacanya sekilas buteyko di media massa ketika viral berita tentang seorang penyanyi dan keluarganya yang memplester bibir saat tidur.

Metode tersebut sebenarnya bukan hal baru. Dr Konstantin Pavlovich Buteyko menciptakan metode itu pada 1950-an. Dikutip dari situs buteykoclinic.com, metode temuan pria asal Ukraina itu pada dasarnya mengedepankan pernapasan diafragma dengan hidung sebagai ‘pintu’ keluar-masuk udara. Pernapasan tersebut dianggap sebagai yang optimal alih-alih pernapasan dada dengan melalui mulut.

Namun, ternyata tidak sedikit orang yang tanpa sadar bernapas dengan ‘cara buruk’, terutama saat tidur. Imbasnya ialah penyerapan oksigen yang kurang maksimal. Adapun penggunaan plester micropore di mulut ialah salah satu teknik untuk menjaga napas tetap melalui hidung. Namun, tentu saja itu bukan inti metode buteyko.

Metode tersebut juga membantu me­ngontrol pernapasan agar tidak menjadi eksesif atau hiperventilasi. Seseorang dengan hiperventilasi atau napas berlebihan, berisiko mengalami kekurangan karbon dioksida yang sesungguhnya penting bagi proses pelepasan oksigen dari hemoglobin saat beredar dalam tubuh. Adapun tingkat frekuensi bernapas normal saat tubuh dalam kondisi relaks atau aktivitas rendah ialah 8-12 kali per menit.

Adeline terdorong untuk mendalami buteyko karena dia merasa pola hidup yang sudah ia lakukan belum cukup untuk mengubah kondisi kesehatan dia secara keseluruhan, terutama perkara alergi pernapasan.

Benefit yang kemudian Adeline dapatkan dari metode itu, antara lain ia kini jauh dari obat antihistamina untuk asma. Setelah selama bertahun-tahun berjuang mengatasi alergi, kini ia merasa percaya diri pergi tanpa inhaler dan antihistamina serta beberapa obat untuk alergi yang mengandung steroid.

“Latihan buteyko mengaktifkan parasympathetic nerve system yang membuat saya lebih relaks, menghilangkan panic attack saat naik pesawat atau saat ada ‘gangguan eksternal’, misalnya, rasa ditolak, tidak diperhatikan, dan lainnya, termasuk bisa mengontrol emosi (nafsu) saat memilih makanan dan saat makan,” imbuhnya.

Jadi instruktur

Dirinya kemudian memutuskan menjadi instruktur buteyko karena dia merasa masyarakat pada umumnya belum paham tentang cara bernapas yang tepat. Selama ini, manusia hanya bernapas sesuai pengetahuan sejak lahir. Padahal, tidak seperti itu. Karena aktivitas bernapas dilakukan sudah tanpa berpikir panjang, orang terkesan menyepelekan prosesnya.

“Padahal, kita teridentifikasi sebagai manusia yang hidup atau tidak itu dari napas,” jelas Adeline.

Karena sertifikasi yang ia butuhkan tidak ada di Indonesia, ia mengambilnya secara daring dengan pengujian melalui Skype. Setiap seminggu atau dua minggu sekali, ia bertatap muka secara daring dengan gurunya untuk berlatih dan membahas pekerjaan rumah yang diberikan. Mereka akan berdiskusi mengenai pengalaman Adeline, bagaimana efek praktik metode itu ke tubuhnya secara fisik dan psikis.

Setelah menjadi instruktur, Adeline punya tiga pendekatan untuk meluaskan pengetahuan teknik olah napas ini ke masyarakat. Pertama, melalui sesi-sesi latihan terbuka. Kedua, menggabungkannya dengan latihan yoga. Di kelas yoga itu, Adeline akan meminta peserta kelas memplester mulut mereka dengan micropore agar mereka punya pengalaman bagaimana benar-benar bernapas melalui hidung, memberdayakan nostril breathing. Selama ini, jelasnya, ketika sedang berolahraga, pada titik capek tertentu, orang tanpa sadar akan membuka mulutnya untuk bernapas.

“(Plester) ini untuk menghindari peserta bernapas lewat mulut dan membuat hyperventilation atau napas berlebihan,” terangnya.
Ketiga, Adeline selalu berbagi pengetahuan melalui media sosialnya. Dari upaya memasyarakatkan teknik pernapasan tersebut, ia sudah memiliki lebih dari 1.000 murid di Indonesia.

Setelah sesi kelas, pernapasan akan dibantu oleh aplikasi Advanced Buteyko Institute (ABI) yang bisa diunduh dari Playstore meski latihan juga bisa tanpa aplikasi. Dari aplikasi, para instruktur bisa memonitor seluruh latihan para murid.

“Murid harus menggunakan aplikasi tersebut saat latihan untuk tiap tahap-tahap proses pernapasan. Semua akan terekam di aplikasi, berapa lama murid mampu mengunci napasnya, pola chart bernapas dia bagaimana. Kemampuan, kondisi secara fisik dan psikis, bisa dilihat dari scoring angka pada aplikasi,” jelas Adeline.

Tahapan dengan menggunakan aplikasi memiliki level 1-4 untuk dasar. Ketika melakukan teknik buteyko, murid harus duduk tegak santai dan melatih tarik lalu embuskan napas, kemudiam menahan napas.

“Kalau dia langsung bernapas dalam 15 detik, artinya bisa digambarkan dia bernapas menghabiskan oksigen sebanyak 15 liter,” terangnya.

Pada tahapan-tahapan selanjutnya, akan diuji kemampuan ketikan hirupan napas menjadi hanya 1/3 dari napas biasanya. Dengan mengubah pola kemampuan tubuh, diafragma juga akan berubah. Ritme berulang dengan tantangan yang selalu meningkat akan berlangsung hingga level 4 yang penyelesaiannya bergantung kepada fisik masing-masing.

Animo tinggi

Sejauh ini, ia melihat ada animo cukup tinggi dari masyarakat Tanah Air terhadap kelas buteyko. Hanya, memang peminatnya juga harus sabar menunggu jadwal dan lokasi sesi latihan digelar di kota mereka.

Dalam satu sesi tatap muka selama 3 jam, peserta biasanya akan mempelajari fundamen sistem pernapasan dan teori bernapas dengan benar hingga pendampingan latihan buteyko level 1-2 menggunakan apli­kasi. Sesi tersebut dibanderol Rp1.290.000 per orang hingga Rp1,5 juta untuk privat per satu sesi workshop. Pendampingan kemudian dilanjutkan secara daring.

“Orang melihat Rp1.290.000 itu cukup mahal, tetapi bila dibayangkan dengan harga segitu, kita dapat ilmu yang seumur hidup bisa yang tahu tekniknya bisa dilakukan kapan saja, itu murah sekali, baik secara uang dan waktu,” kata Adeline.

Bila pun ingin mengulang kelas (re-seat), anggota hanya perlu membayar Rp200 ribu-Rp300 ribu untuk tiap sesi latihan. Sementara itu, untuk sesi level yang lebih advanced, ada biaya tambahan Rp3 juta. Teorinya akan selama 6 minggu dan akan dipandu seminggu sekali melalui video call.

Pada tingkat lanjutan, teknik pernapasan buteyko ini ada yang bisa dilakukan sambil aktif bekerja, berjalan kaki, meditasi, sesi singkat di antara meeting kerja, dan lainnya. Biaya tambahan tersebut juga mengingat untuk membuka kunci pada tingkat lanjut­an di aplikasi Advanced Buteyko Institute (ABI) dikenakan biaya US$275 atau sekitar Rp3,8 juta saat ini.

“Semua akan kami latih. Setiap level dengan lainnya akan berbeda. Level 6-7 dan seterusnya indikatornya akan berbeda. Pelan-pelan tubuh akan ditantang untuk lebih fit secara fisik dan psikis,” ujarnya.

Rutin

Agar optimal dan menjadi pola pernapasan, Adeline selalu berpesan kepada murid-muridnya untuk berlatih rutin dalam keseharian mereka. “Pernapasan sebenarnya bukan soal healing, tapi mekanisme fungsi tubuh yang dioptimalkan. Kalau healing, lebih kepada teknik yang dilakukan sesekali. Walaupun ada efek healing, tujuannya ialah untuk merilis apa yang stagnan di tubuh kita, mengeluarkan penyakit, membuat kita lebih sehat secara fisik dan psikis,” jelas Adeline.

Selama masa-masa membiasakan diri untuk berlatih buteyko, ia juga menganjurkan untuk mengurangi junkfood dan tidur tepat waktu. Bila sulit bernapas saat tidur telentang, cobalah tidur menyamping agar tetap sepenuhnya bernapas dengan hidung.

“Ada 150 masalah pada tubuh yang bisa diringankan dengan mengelola pernapasan. Selain mengatasi alergi dan asma, ketika mulut ketutup, kesempatan bakteri masuk lebih minim, yang berdampak pada kesehatan gigi. Teknik buteyko juga akan mendorong pikiran dan tubuh yang lebih tenang,” tuturnya.

Soal pro-kontra di masyarakat terkait pemakaian plester micropore, ia mengaku maklum. “Setiap teknik pasti ada pro-kontra. Kita juga terbiasa untuk tidak mendengar atau mendapat ilmu secara keseluruhan. Jadi, lihat sesuatu fokus itu-itu saja. Padahal, buteyko sebenarnya bukan masalah penutup mulut saja.” (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya