Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Obrolan Awal jadi Fase Krusial Wawancara Kerja

Fathurrozak
23/10/2019 18:45
Obrolan Awal jadi Fase Krusial Wawancara Kerja
ilustrasi wawancara pekerjaan.(123rf)

Pelamar kerja yang diwawancara berharap akan dievaluasi berdasarkan pengalaman, perilaku, dan ide mereka. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bias kelas dalam perekrutan didasarkan pada beberapa detik pembicaraan dan kata-kata pertama itu dapat membentuk cara perekrut menilai kompetensi dan kecocokan pada pekerjaan.

Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences itu menunjukkan orang dapat secara akurat menilai posisi sosial-ekonomi orang asing, yang ditentukan pendapatan, pendidikan, dan status pekerjaan mereka, berdasarkan obrolan singkat.

Para manajer personalia (HRD) dipengaruhi persepsi sekejap ini dengan cara mendukung pelamar pekerjaan dari kelas sosial yang lebih tinggi. Cara itu menunjukkan langkah-langkah yang lebih baik untuk memastikan perekrutan benar-benar kesempatan yang sama mungkin perlu dilakukan.

“Penelitian kami menunjukkan, bahkan selama interaksi yang paling singkat, pola obrolan seseorang membentuk cara orang memandang mereka, termasuk menilai kompetensi dan kecocokan mereka untuk suatu pekerjaan. Sebagian besar manajer yang mempekerjakan akan menyangkal kelas sosial calon pekerja bukan suatu permasalahan. Dalam kenyataannya, posisi sosial-ekonomi pelamar atau orang tua mereka dinilai dalam detik-detik pertama mereka berbicara, suatu keadaan yang membatasi mobilitas ekonomi dan melanggengkan ketidaksetaraan,” papar asisten profesor di Yale School of Management di Amerika Serikat, Dr. Michael Kraus, dikutip dari Dailymail.

Para peneliti mendasarkan temuan mereka pada lima studi terpisah. Empat yang pertama meneliti sejauh mana orang secara akurat mempersepsikan kelas sosial berdasarkan beberapa detik perbincangan. Para peneliti menemukan melafalkan tujuh kata acak sudah cukup untuk memungkinkan orang untuk membedakan kelas sosial yang berbicara, dengan akurasi yang tidak terlalu bagus.

Mereka menemukan ucapan yang mengikuti standar subyektif untuk bahasa Inggris serta standar digital seperti suara yang digunakan dalam produk teknologi. Seperti Amazon, Alexa, atau Google Assistant, dikaitkan dengan kelas sosial aktual dan yang dipersepsikan lebih tinggi.

Para peneliti juga menunjukkan isyarat pengucapan dalam obrolan individu mengkomunikasikan status sosial mereka lebih akurat daripada konten obrolan mereka. Studi kelima meneliti bagaimana isyarat berbicara ini mempengaruhi perekrutan, berdasarkan 20 kandidat pekerjaan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi yang direkrut  untuk posisi manajer laboratorium entry-level di Yale.

Sebelum duduk untuk wawancara kerja formal, setiap kandidat diminta untuk menggambarkan diri mereka secara singkat dan direkam. Sampel dari 274 orang dengan pengalaman perekrutan baik mendengarkan audio atau membaca transkrip rekaman. Manajer personalia diminta menilai kualitas profesional kandidat, gaji awal, bonus, penandatanganan, dan kelas sosial yang dipersepsikan semata-mata berdasarkan diskusi singkat pra-wawancara tanpa meninjau tanggapan atau resume wawancara kerja pelamar.

Temuan menunjukkan perekrut yang mendengarkan rekaman audio lebih cenderung menilai status sosial ekonomi secara akurat, daripada mereka yang membaca transkrip. Tanpa informasi apa pun tentang kualifikasi aktual kandidat, manajer yang merekrut menilai para kandidat dari kelas sosial yang lebih tinggi lebih mungkin kompeten untuk pekerjaan itu dan lebih cocok daripada pelamar dari kelas sosial yang lebih rendah.

Mereka juga mempekerjakan pelamar dari kelas sosial yang lebih tinggi dengan gaji yang lebih menguntungkan dan menandatangani bonus daripada kandidat dengan status sosial yang lebih rendah.

“Kami jarang berbicara secara eksplisit tentang kelas sosial, namun, orang-orang dengan pengalaman perekrutan menyimpulkan kompetensi dan kecocokan berdasarkan posisi sosial-ekonomi yang diperkirakan dari beberapa detik obrolan pelamar. Jika kita ingin beralih ke masyarakat yang lebih adil, maka kita harus bersaing dengan proses psikologis yang mendarah daging, yang mendorong kesan awal kita terhadap orang lain. Terlepas dari kecenderungan-kecenderungan perekrutan ini, bakat tidak ditemukan hanya di antara mereka yang lahir dari keluarga kaya atau berpendidikan tinggi,” jelas Kraus.

“Kebijakan yang secara aktif merekrut kandidat dari semua tingkat status di masyarakat diposisikan terbaik untuk mencocokkan peluang dengan orang-orang yang paling cocok untuk mereka,” tutupnya.

Baca juga : Manji Ajak Pakai Dia daripada Pakai Imitasi
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya