Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Maleficent 2, Konsisten Dengan Semangat Ekosentrisme

Galih Agus Saputra
20/10/2019 11:55
Maleficent 2, Konsisten Dengan Semangat Ekosentrisme
Angelina Jolie sebagai Maleficent dalam film Maleficent 2: Mistress of Evil.(Dok. Disney Enterprises Inc)

Setelah hampir kurang lebih lima tahun sejak film pertamanya, kini Walt Disney kembali menghadirkan sosok peri cantik bersayap hitam, Maleficent.

Layaknya film buatan Walt Disney pada umumnya, Maleficent 2: Mistress of Evil hadir dengan teknologi mutakhir berupa animasi tingkat tinggi yang memanjakan mata. Tiap adegan (scene) menawarkan pemandangan alam yang indah, beserta istana, maupun mahluk hidup yang tinggal di dalam dan sekitarnya.

Namun begitu, pada kesempatan ini, sekuel Maleficent tampaknya tidak hanya ingin menawarkan produk audio-visual saja. Alur cerita yang dibangun cukup berbeda.

Pada 2014 ia masih berkutat pada plot klasik Sleeping Beauty --dengan sedikit twist-- tentang cinta sejati. Pada kali ini, sutradara Joachim Ronning justru mencoba menghadirkan dinamika yang tampak sedikit keluar jalur dari bangunan cerita sutradara sebelumnya, Robert Stomberg.

Sejumlah tokoh sebenarnya masih menawarkan cinta, hanya saja hal itu tidak menjadi fokus utama karena beberapa tokoh lebih menonjol tingkat kedewasaannya. Sebagai contoh, Aurora (Elle Fanning) dan Panggeran Phillip (Harris Dickinson) yang melanjutkan kisah kasih mereka, tak tampak 'ambyar' begitu saja dalam buaian asmara. Mereka tetap rasional dalam menimbang perkara, sekalipun hal itu harus bersinggungan dengan keputusan orang tua.

BACA JUGA: Hustlers: Perempuan-Perempuan Penyintas Krisis

Problem orangtua dan anak menjadi persoalan yang pertama kali terlihat. Layaknya orangtua pada umumnya, Maleficient (Angelina Jolie), ibu angkat Aurora (Elle Fanning), dan Ratu Ingrith (Michelle Pfeiffer), ibu Philip (Harris Dickinso), mulai was-was ketika anak-anak mereka berhubungan asmara. Mereka kukuh untuk menjaga kekuasaan di lingkaran kerajaan masing-masing, sekalipun sama-sama sepakat dengan prosesi pernikahan.

Dari rencana pernikahan itu, karakter Maleficient dan Ingrith terlihat mendominasi pergerakan plot. Dua perempuan itu menjadi tolok ukur yang saling bertentangan dalam setiap pengambilan keputusan, sementara karakter lain hanya terlihat pasif sambil berharap akan munculnya kebaikan dan kebijaksanaan.

Selain problem orangtua dan anak, ia juga menawarkan persoalan lainnya. Mulai dari perempuan yang tidak hanya diposisikan sebagai obyek semata, kemudian dinamika politik klasik di dalam kerajaan lewat prosesi pernikahan, dan juga persoalan modernisasi dan ilmu pengetahuan, yang kadang kala justru dianggap memperkeruh kehidupan dalam suatu peradaban.

Setelah sekian tahun dipisahkan sungai, kehidupan damai Maleficent sebagai pelindung bangsa Moor berubah secara tak terduga berkat akal bulus Ratu Ingrith yang berencana menggunakan pernikahan Philip dan Aurora sebagai pemecah hubungan harmonis peri dan manusia. Dengan berbagai macam perlawanan dan pertentangan, kedua belah pihak lantas saling mempertanyakan sebuah hipotesis 'apakah Moors dan kerajaan benar-benar bisa menjadi keluarga?'.

Pertentangan antara bangsa Moors dan kerajaan diluar kekuasaan Maleficient sekaligus Aurora itu sejak awal sudah mencerminkan tegangan pandangan antara ekosentris dan antroposentris. Malficient dan Aurora di satu sisi mencoba gaya hidup yang selaras dengan alam, sementara Ratu Ingrith yang selalu tampil bengis, tampak meneruskan ambisi Stefan (rival di Malficient pertama diperankan Sharlto Copley) untuk bertindak sebagai 'pemurni' kaum di lingkaran kerajaan.

Maleficient 2 juga masih bertahan dengan konflik tersebut. Hanya saja ia tampil dengan nuansa yang lebih kuat, bahkan didukung dengan visi seorang sutradara yang pada akhir cerita memperlihatkan bahwa dua pandangan yang saling bertentangan itu dapat unggul dari salah satunya. Ekosentrisme, yang pada dasarnya memandang bahwa manusia adalah rangkaian (bukan pusat) dari alam semesta hadir di ujung cerita dan dirayakan bersama-sama oleh mahluk di dalamnya.

Penikmat film Tanah Air sudah dapat menikmati konflik film fantasi Walt Disney yang satu ini di bioskop seluruh Indonesia. Ia dijadwalkan mengudara sejak 16 Oktober 2019. (M-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya