Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Terpikat Nasi Goreng Kambing Pliket

Ardi Teristi Hardi
29/9/2019 00:20
Terpikat Nasi Goreng Kambing Pliket
Nasi goreng pliket.(MI/Ardi Teristi Hardi)

KERAMAIAN di warung satai di Jalan HOS Cokroaminoto, No 75, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, di dekar Pasar Klithikan atau SMAN 1 Yogyakarta, sepertinya tidak pernah surut. Apalagi dengan embel-embel ‘sejak 1966’ menarik perhatian orang. Ya, warung Sate Kambing Pak Dakir ini termasuk warung satai legendaris di Yogyakarta.

Kesan unik dan tua langsung terasa begitu menginjakkan kaki di dalamnya. Alunan musik jadul era 1970-1980-an langsung diputar menemani para pembeli. Yang menarik, musik tersebut diputarkan dari kaset dan tape recorder tua.

Keakraban khas warung-warung dulu juga terasa. Kecerewetan sekaligus keramahan Shofiah, 64, melayani pembeli sambil sibuk memasak, membuat penjual dengan pembeli terasa lebih dekat. “Pak Dakir nama bapak. Meninggal 1992,” terang Shofiah Agustus lalu.

Kini Warung Sate Kambing Pak Dakir dikelola Shofiah dan keluarga dengan dibantu beberapa orang tetangga. Tentu saja bukan hanya suasa­nanya yang berkesan, cita rasa makanan di sini yang serbakambing tak kalah lezat. Meski warung satai, makanan andalan di warung ini ialah nasi goreng kambing spesial, bernama nasi goreng pliket (lengket).

Malam itu, saya mencicipi nasi goreng pliket atas anjuran Shofiah. Padahal, saya biasanya lebih memilih sate klatak dan tengkleng.

Meski tidak terlalu tertarik dan skeptis dengan nasi goreng kambing, karena rasanya hampir mirip dengan yang lain. Biasanya nasi goreng kam­bing rasanya hampir mirip satu dengan yang lain. Namun, promosi Shofiah yang meyakinkan, saya pun memutuskan untuk mencobanya. “Jelas beda dengan nasi goreng kam­bing Jakarta. Coba saja dulu,” cerita Shofiah yang sudah ikut memasak sejak usia 11 tahun.

Nasi goreng dimasak laiknya nasi goreng kam­bing biasanya. Namun, yang membedakan nasi goreng pliket ialah tambahan sumsum tulang. Kehadiran Sumsum tulang membuat tekstur nasi goreng sedikit lebih lengket, gurih, dan legit. Irisan daging kambing cukup besar membuat nasi goreng menjadi semakin lezat.

Ternyata selain sumsum tulang, nasi goreng ini dimasak dengan bumbu tongseng dan tidak lupa menambahkan garam dan cabai. Semua bahan dimasak Shofiah di atas tungku dengan arang membara.

Penyajiannya pun sederhana. Nasi goreng yang sudah matang disajikan di atas piring dengan irisan kol dan bawang merah. Jika konsumen ingin menambahkan acar ataupun irisan cabai, semua itu sudah ada di meja. Ternyata salah satu pelangan yang terpikat nasi goreng pliket ini ialah budayawan Butet Kartaredjasa.

“Dulu Pak Butet minta ditambah lodo (sumsum tulang) pada 2007. Sejak itu ada ada nasi goreng pliket atau nasi goreng butet,” cerita Shofiah.

Sambil melayani tamu, Shofiah pu bercerita, Butet memang suka makan olahan kambing. Ia ingat, sejak SMP Butet sudah sering makan di tempatnya. Sampai saat ini, aktor dan juga budayawan masih setia datang dan makan di warung satainya. Bahkan, dalam seminggu bisa dua kali.

Satai

Tidak hanya nasi gorengnya, jangan lupa makan sate klatak, tongseng, gulai, dan tengkleng. Tekstur daging kambing yang disajikan lembut dan bumbunya meresap hingga bagian dalam.

“Kuncinya menggunakan daging kambing muda dan memasaknnya lama,” kata dia. Daging kambing sudah dimasak sedari pagi, kecuali daging kambing untuk satai. Pada pukul 16.30, saat warung buka, daging kambing yang sudah masak tinggal diolah lagi untuk dijadikan aneka masakan.

Harga aneka makanan olahan kambing di tempat ini juga bersahabat, mulai Rp12 ribu untuk gulai dan gulai goreng, sedangkan satai, tongseng, nasi goreng masing-masing Rp15 ribu. Sementara itu, kepala, lidah, dan kikil, mulai Rp20 ribu, dan satai pliket Rp18 ribu. Selain itu, nasi putih dan aneka minuman dijual masing-masing Rp3.000.

Warung Sate Pak Dakir buka sampai pukul 22.00 WIB. Namun, menginjak pukul 20.30, sering kali beberapa makanan, seperti satai sudah mulai habis. Banyak pembeli yang datang merupakan pelanggan yang sudah lama. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya