Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Idealisme dan Komersialisasi Dalam Bisnis Kekayaan Intelektual

Fathurrozak
19/9/2019 19:00
Idealisme dan Komersialisasi Dalam Bisnis Kekayaan Intelektual
Diskusi panel di Katapel, Akatara, di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, (19/9).(MI/Fathurrozak)

PERKEMBANGAN produk kekayaaan intelektual (Intelectual Property) terus bergeliat. Di Indonesia, salah satunya yang sudah cukup mapan ialah Si Juki. Bermula dari komik di sosial media, produk turunannya bahkan kini telah dijadikan film. Menurut Faza Meonk, kreator Si Juki, dalam berbisnis IP, seniman juga harus mementingkan komersialisasi.

Bagi Faza, idealisme tetap penting. Namun, saat berbicara bisnis kekayaan intelektual seniman harus memiliki peta perjalanan untuk produknya. Komersialisasi mutlak dilakukan. "Saya memetakan enggak cukup jadi komik, bahkan saat itu saya sudah sampai bikin peta hingga 2025. Ya saat itu hanya seorang mahasiswa yang ambisius masuk dunia art dan bisnis juga. Lumayan challengenya, namun Si Juki memang sudah dipersiapkan untuk film, gim, dan merchandise," ungkapnya saat berbicara dalam diskusi panel di Katapel, Akatara, di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, (19/9).

Seturut dengan Faza, Head of Commercial Mindblown Rahman Azhari, yang menelurkan produk IP komik strip Tahilalats, justru medium perlu diperluas agar tidak hanya berhenti pada satu produk dan akan muncul kemungkinan bisnis yang lebih besar. "Di Tahilalats terbagi dua, ada tim kreatif dan komersil yang melalukan bisnisnya. Hambatannya tentu juga bisa dari internal juga selain dari eksternal. Bagaimana saya secara bisnis bertemu dengan teman-teman kreatif ini, mencoba meyakinkan mereka bahwa arahnya sudah ke sini, bukan hanya berakhir di-endorsement. Mereka pun kini mulai terbiasa dengan ekspansi brand," kata lelaki yang akrab disapa Ote ini.

Medium lebih luas
Ote melanjutkan, awalnya pun ia masih belum memahami peta jalan ketika produk Tahilalats harus berjalan pada ranah bisnis. Namun, ia dan timnya pun akhirnya menemukan jalur distribusi yang akhirnya bertemu dengan pelaku bisnis lain yang mendorong mencuatnya produk-produk kekayaan intelektual menemukan medium yang lebih luas. Seperti halnya stiker untuk salah satu aplikasi pertukaran pesan.

"Kita udah buat produk turunan. Sebelumnya banyak brand yang menawarkan, karena kami belum mengetahui mekanismenya, jadinya banyaknya malah tertolak, larinya endorsement lagi. Padahal perhitungan bisnisnya ada, termasuk intangibel asset. Ketika kontraknya habis maka asetnya kembali lagi ke kita."

Bagi Faza, ketika membawa produk IP-nya keluar medium awal dan masuk ke industri baru lain, ini akan berdampak ke pihak lain. Ia menganggap ketika banyak yang menikmati karyanya, maka semakin banyak yang terhibur. "Tentu harus berkompromi, enggak semuanya bisa ideal. Saya memang memutuskan menyebarkan IP supaya semua bisa berkolaborasi dan happy bareng," jelas Faza yang bercita-cita ingin memiliki toko merchandise IP sekaligus sebagai tempat titip jualan IP lain. Kabarnya, toko yang menjual merchandise IP-IP lokal ini akan dibuka bulan depan. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya