Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Jejak Hijau Sebelum Gili Trawangan kian Terimpit Sampah

(Try/M-1)
24/8/2019 05:40
Jejak Hijau Sebelum Gili Trawangan kian Terimpit Sampah
TPA GILI TRAWANGAN( MI/FETRY WURYASTI)

SETELAH diterpa gempa tahun lalu, pariwisata Pulau Gili Trawangan di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah pulih. Namun, di balik kabar gembira itu sesungguhnya terdapat permasalahan lingkungan yang kian pelik.

Tingginya produksi sampah dan cara penanganannya yang minim teknologi daur ulang membuat gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, semakin menjulang.

TPA yang dibangun Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKP LH) Lombok Utara itu pengelolaannya dilakukan dengan kerja sama bersama Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL). Di lahan yang sama pula, sejak tahun lalu dimulai pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dengan pendanaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Pada fasilitas yang semestinya selesai dibangun Oktober 2018, tapi mangkrak hingga kini, sesungguhnya direncanakan pengolahan sampah organik menjadi pupuk.

Untuk kegiatan tersebut, sedianya FMPL menjalankan pengolahan bersama Gili Eco Reef Conservation. Berbicara kepada media, Minggu (18/8), Managing Director Gili Eco Reef Conservation Delphine Robbe, menjelaskan jika 50% sampah yang dihasilkan di pulau tersebut merupakan sampah organik sisa makanan. Sisanya, merupakan anorganik campuran, seperti plastik bekas makanan, keresek, kaleng, dan botol kaca.

Berdasarkan data-data yang ada, per tahun Gili Trawangan mendatangkan 1 juta wisatawan. Pada April-Juni, hasil perputaran pariwisata menimbun 8 ton sampah per hari. Adapun di musim panas pada Agustus-Oktober, buangan sampah bisa mencapai 15 ton per hari.

Menurut Delphine, salah satu pangkal permasalahan sampah ialah karena sejak awal masyarakat yang memproduksi sampah tidak memisahkan jenis sampah mereka menjadi sampah organik dan anorganik. Akibatnya, sampah anorganik tidak bisa didaur ulang karena telah bercampur, bau, basah, dan rusak strukturnya.

Untuk membantu mengatasi masalah persampahan itu, ada pula program lingkungan yang dijalani Yayasan Ekosistem Gili indah (Gili Eco Trust). Program itu berupa pengumpulan sampah dari rumah tangga dan bisnis hotel. Mereka juga menyosialisasikan pengolahan sampah organik dijadikan kompos. Selain itu, ada pula program pengolahan sampah kotak karton dengan kerjasama Eco Bali, yang merupakan mitra dari Gili Eco. Sementara itu, sampah kaca, kardus, kaleng, dan plastik didaur ulang dalam bahan bangunan.

Untuk pengolahan sampah yang ideal, sesungguhnya sampah harus dipisahkan menjadi lima kategori. Selain sampah organik, ada pula kategori sampah plastik pembungkus, sampah B3 yang berasal dari botol bekas detergen dan sebagainya, sampah kertas, dan sampah residu, yaitu di luar empat kategori lainnya. "Seharusnya masyarakat dan hotel di sini bisa memilah di tiap-tiap kategori," ujar Delphine yang juga menjadi Koordinator Gili Eco Trust di kawasan perlindungan laut Gili Matra.

Bersama FMPL pula, Gili Eco Trust membuat Eco Ranger sejak 2011 untuk mengangkut sampah dan mengelola sampah dari rumah tangga dan bisnis hotel. Adapun produsen sampah dikenai tarif Rp100 ribu untuk rumah tangga sampai Rp3 juta per bulan bagi bisnis hotel yang lengkap dengan restoran. Rumah tangga yang turut memilah sampah mereka sebelum diangkut akan mendapatkan diskon. Sayangnya, dari 600 rumah tangga, hanya sekitar 20 rumah tangga yang sanggup memilah sampah-sampah mereka.

Daur ulang kaca

Tidak hanya membuat program pengangkutan dan edukasi pemilahan sampah, pihaknya juga membuat program daur ulang kaca.

"Pada 2011, kami memulai proyek botol beling kaca. Itu karena dari berbagai pesta di pulau ini menghasilkan 10 ribu botol kaca per hari, sebut saja San Miguel, Redbull, Smirnoff, Bali Hai, Vibe. Sampai hari ini hanya Bintang yang botolnya diambil lagi oleh perusahaan, dibawa ke kota, dan didaur ulang. Sisanya dibuang di TPA ini," ujar Delphine.

Proyek daur ulang dengan kaca ini mereka gerakan untuk mengurangi tingginya sampah botol minuman beralkohol di TPA. Setiap hari para ranger dari FMPL dan Gili Eco Trust mengangkut sampah pada pukul 08.00-12.00. Lalu, dilanjutkan pukul 14.00-16.00, mereka menggiling botol beling menjadi butiran kasar.

Dalam 2 jam, sekitar 20 keranjang rotan berisi botol beling biasanya habis dihancurleburkan. Tidak jarang mereka akan lembur bila pasokan botol sedang terlalu banyak. Dari 20 keranjang tersebut biasanya dihasilkan setengah karung pasir cacahan beling atau sekitar 25 kg.

Pasir beling tersebut selama ini diolah menjadi bahan campuran pembuatan batako, dengan porsi 50:50 berbanding dengan semen disertai sedikit lem. Batako tersebut dijual Rp3.500 per buah. Namun, karena mesin penggiling botol yang hanya satu buah, dalam sekali giling selama 2 jam, mereka baru bisa memproduksi bahan baku untuk sekitar 160 batako.

Keunggulan batako ini lebih berat dari batako umumnya sehingga cocok untuk bangunan rumah lantai dasar. Selama ini pendanaan program tersebut berasal dari crowdfunding, baik dari para pengusaha maupun dari luar negeri. Dana itu, kata Delphine, dipakai untuk membuat perlengkapan, gaji para pengangkut dan pengolah sampah, membuka jalan untuk inovasi pengolahan sampah botol kaca, perawatan dokar dan kuda, serta membangun ruang edukasi bagi wisatawan dan masyarakat.

Di bengkel pembuatan batako, botol kaca yang tidak didaur ulang dimanfaatkan menjadi gelas, asbak, penutup lampu, dan bahkan anting-anting. Barang-barang tersebut juga telah dibeli dan digunakan beberapa bisnis Gili Trawangan, baik hotel maupun restoran.

Gili Eco Trust juga menyelenggarakan hari pembersihan setiap Jumat pertama setiap bulan. Wisatawan dapat bergabung dengan anak-anak dari sekolah lokal, sukarelawan dari bisnis, Gili Eco Trust, dan FMPL. Sebagai imbalan, wisatawan mendapatkan kegiatan selam gratis. (Try/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya