Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERTUNJUKAN tari Jaran Kepang pada siang hari itu tepat di bawah teriknya matahari, akhir pekan lalu. Kali ini tari Jaran Kepang menjadi bagian dari Sarasehan Budaya dan Workshop Kostum Jaran Kepang sebagai kesenian populer di Temanggung, yang merupakan rangkaian Festival Sindoro-Sumbing, sebuah rangkaian budaya, seni, upacara, dan ritus hasil kolaborasi Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Temanggung.
Meski terik, pertunjukan itu pun banyak ditonton penduduk setempat. Semua orang diundang untuk menyaksikannya, mulai akademisi, ahli budaya, pegiat seni, praktisi, hingga pelajar juga turut hadir.
Menurut Yuda Sudarmaji, ketua kegiatan pertunjukan Jaran Kepang, ia ingin menyampaikan peran secara sosiologis bahwa Temanggung punya kekhasannya sendiri. "Agar yang Temanggung tidak ditinggalkan dan melakukan revitalisasi gerakan asli Temanggung, ada omben (minuman) dan sebagainya. Termasuk mengusulkan memasukkan ke kurikulum di sekolah," jelas Yuda.
Hal serupa disampaikan Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Temanggung, R Didik Nuryanto, yang juga Pelaksana tugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung. Menurutnya, Jaran Kepang itu merupakan satu seni pertunjukan tradisional kerakyatan yang harus dilestarikan dan dilindungi.
Karenanya, ia pun mengajukan seni pertunjukan Jaran Kepang sebagai warisan budaya tak benda milik Temanggung, kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI. "Saya sudah melakukan kajian dan penelitian selama tiga tahun. Bahwa di Daerah Margowati, Dusun Kapalan, Temanggung, di sana ada petilasan untuk Jaran Mataram. Yang dahulu merupakan tempat pemeliharaan kuda-kuda perang, yang sekarang menjadi tempat kerajinan jaran kepang," seru Didik.
Yang perlu diketahui, lanjut Didik, pada Jaran Kepang itu, yang menjadi ikon ialah kudanya, bukan prajurit atau penunggangnya. "Jadi, dibuatlah kuda tiruan namanya jaran kepang. Karena terbuat dari kulit, namanya kuda lumping. Pembuatan kuda tiruan itu, untuk mendapat roh dari kuda sebagai pelindung agar menjadi kuat dan terjaga," ungkapnya.
Akrabi milenial
Cara agar ini tetap lestari di era milenial, Ketua Jurusan Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kuswarsanto, yang hadir sebagai pembicara mengatakan, dengan upaya mendinamisasikan kesenian tradisi, kesenian tradisi akan mampu bersaing menghadapi tantangan ke depan.
"Tentu saja, nilai-nilai tradisi yang telah menjadi pakem, tetap harus menjadi dasar dan tidak boleh dilupakan karena patokan baku itu sebagai dasar untuk membangun kesenian tradisional dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan dimensi ruang dan waktu," jelas Kuswarsantyo.
Ia pun menambahkan, kecenderungan perkembangan seni dewasa ini, keindahan positif tidak lagi menjadi tujuan utama dalam berkesenian. Ada seniman lebih mementingkan bisa mengguncang publik dengan nilai estetika negatif dari pada menyenangkan mereka. Fenomena itu ditemui pada karya seni primitif atau karya seni lain yang tidak mementingkan keindahan tampilan visual, tapi simbolis.
"Maka terbukti, saat ini, lahir gaya jatilan baru yang tidak tidak sama dengan model aslinya, yaitu jatilan campursari, jatilan progresif, dan jatilan gaul yang lebih dekat dengan hiburan," sebut Kuswarsantyo.
Tiga sisi
Apa yang bisa diakukan menghadapi era milenial? Kuswarsantyo memfokuskan pada tiga sisi, yaitu dari sisi pertunjukannya, penonton, dan pelakunya. Dari sisi pertujukan, bagaimana membuat kemasan kesenian yang inovatif dan kreatif dalam menghadapi permintaan atau kebutuhan, serta memiliki daya tarik sehingga tidak ditinggal penonton.
Lalu dari sisi penonton, harus ada regenerasi terhadap lestarinya kesenian jaranan atau jatilan. Selain itu, memanfaatkan kesenian jaranan sebagai sarana menumbuhkan ekonomi kreatif dan membuat masyarakat bisa mengakses kesenian itu lewat media sosial.
"Dan yang terakhir, dari sisi pelaku, harus ada upaya peningkatan kualitas penyajiam agar tidak monoton. Melakukn orientasi pertujukkn agar sesuai demgan kebutuhan penonton. Contoh, saya sudah mengolaborasikan musik bisa menggunkan drum dan senar. Saya juga menggunakan pemain-pemain breakdance. Yang penting tidak meninggalkan keaslian keseniannya," pungkas Kuswarsantyo. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved