Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SUNGAI Mahakam yang sangat eksotis menyimpan banyak cerita riang, termasuk di dalamnya aktivitas positif untuk berwisata. Di sungai dengan panjang 920 kilometer ini banyak orang menguji nyali sekaligus memacu adrenalin lewat arung jeram.
Saat itu medio Juni silam, tim WWF Indonesia termasuk media yang terlibat dalam misi Heart of Borneo, memulai perjalanan dari Desa Long Tuyoq, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Dari desa ini kami menggunakan speed boat yang dikemudikan motoris untuk menuju titik memulai arum jeram.
Perjalanan berlangsung kurang lebih 30 menit arah menuju Ujoh Bilang. Orang menyebutnya milir yang artinya menghiliri atau menuju hilir. Sementara itu, untuk menyebut arah sebaliknya, orang akrab dengan sebutan mudik yang sekaligus juga menantang arus sungai.
Titik tempat arung jeram bermula ialah Napoq Hulu. Di sini para penumpang long boat turun ke darat dan bersiap untuk berpindah ke perahu karet. Namun, sebelumnya mereka berganti kostum, umumnya yang bersiap basah menggantinya dengan yang berbahan quick dry, sedangkan yang pemula hanya mengenakan celana pendek dan kaus berbahan katun dengan tetap mengenakan alas kaki.
“Dilarang menggunakan jin karena kalau basah akan sangat berat dan mengganggu gerakan,” kata Arbiansyah Jueng, relawan WWF Indonesia yang bertugas di Mahakam saat kunjungan media ke lokasi tersebut.
Para peserta arung jeram kemudian diminta melakukan pemanasan untuk menghindari cedera, seperti keseleo dan kram. Maklum saat arung jeram, tubuh mengalami banyak tekanan dan guncangan sehingga melemaskan otot ialah suatu keharusan. Saat itu dua tim melakukan pemanasan ringan dengan gerakan lari dan lompat di tempat, dilanjutkan dengan mengangguk, mendongak, dan menggeleng, serta putar-putar engsel lengan.
Tidak lupa mereka briefing sebentar yang dipandu river guide. Dijelaskan oleh sang pemandi soal pengenaan rompi pelampung, helm, dan cara menggunakan dayung. Yang tidak kalah penting, juga dipandu bagaimana caranya tetap menjaga kekompakan agar gerak perahu karet fokus mengarah satu titik.
Khusus untuk helm, usahakan untuk mencari yang pas dan tidak kendur di kepala agar tidak terbentur atau terlepas jika terjadi kecelakaan. Demikian juga tali helm, harus pas benar bisa di bawah dagu.
Ada pula tradisi nyabuk atau sebagian menyebutnya dengan nyaloq (sesaji) yang tetap mereka lakukan. Sesaji itu terdiri dari daun sirih dilengkapi dengan kapur dan pinang yang dilinting dan dilengkapi dengan rokok. Salah seorang warga Long Tuyoq yang turut serta bernama Dalung Lejau berkeliling menyodorkan sesaji itu pada para yang hadir saat itu.
Sesaji kemudian disentuh dengan menggunakan jari. “Untuk keselamatan, agar kita semua selamat,” kata Dalung.
Banyak riam (jeram) atau aliran air yang deras di sungai kami jumpai. Dua tim harus melakukan ancang-ancang saat akan melintasinya. Terdiam sebentar untuk mengumpulkan tenaga dan mengatur strategi agar bisa melewati riam dengan mulus. Tim pertama lewat, tim kedua memastikan tim awal selamat terlebih dahulu. Semua sudah pasti basah kuyup, tetapi pengalaman ini tidak mungkin terlupa.
Riam di Sungai Mahakam memang dikenal ganas. Menurut penduduk setempat, setidaknya riam-riam besar satu dua kali telah memakan korban hingga meninggal.
Bersua air terjun
Ganasnya riam, seakan berpadu dengan keindahan air terjun. Ya di tengah-tengah ketakutan dan lelah menantang riam, sejenak kami disuguhi keindahan air terjun Jantur Kenheq. Ini bisa ditemui seusai melewati Jeram Panjang, Jeram Haloq, dan Jeram Udang. Sebagian dari kami sepakat air terjun ini bagaikan surga yang tersembunyi. Tenang dan masih terjaga keindahan alamnya.
Saat itu panas terik, butiran air menyerupai kabut air muncul dan menciptakan pelangi kecil. Kami semua berhenti kurang lebih 20 menit untuk menjadi saksi indahnya alam ini, sebagian berswafoto, sebagian mengabadikan keindahan alam, dan selebihnya hanya duduk menikmati pemandangan yang bakal jarang ditemui. Di sinilah arung jeram berakhir.
Lapar melanda, bersyukur kami semua dibekali makanan oleh Katarina Lurak Bayo, penduduk Long Tuyoq. Dinu namanya, roti goreng dengan isian unti kelapa yang dibuat dari parutan kelapa muda dan gula merah. Sesuai pesan saat mengulurkan bekal, “Nanti di jalan lama, enggak ada warung, ini bisa dimakan kalau lapar,” katanya.
Pas benar, dinu itu ludes. Kami juga membawa air mineral yang di sana bisa ditebus dengan harga berkisar Rp10 ribu untuk kemasan 650 ml, dan Rp15 ribu untuk kemasan 1,5 liter.
Dua tim arung jeram berpindah kembali ke speed boat untuk menuju Ujoh Bilang, salah satu kampung di Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur. Di tengah perjalanan, tepatnya di Muara Nyaan kami sempat mampir ke satu-satunya warung makan yang dikenal dengan nama Warung Sodara.
Warung ini berada tepat di depan muara Sungai Nyaan atau anak mahakam, persis di depan kamp perusahaan kayu KBT dan Roda Mas. “Warung di sini, kalkulatornya rusak, Rp45 ribu sekali makan dengan es teh,” kata Social Development Coordinator Mahakam Landscape WWF, Ari Wibowo. Meski demikian, pendapatnya ditampik oleh Arbiansyah Jueng, “Sesuai dengan standar setempatlah.”
Melakukan perjalanan ke Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur yang kami kunjungi kali ini perlu budget ekstra. Selain konsumsi, kebutuhan transportasi juga relatif mahal. “Transport lokal dari Long Bangun ke Long Tuyoq dibanderol Rp600 ribu per orang,” tambah Ari. Meski demikian, semua itu terbayar dengan keindahan alamnya yang masih asri, udara yang bersih, dan keramahan penduduk setempat. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved