Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Memberi Nilai Tambah pada Kertas Bekas

MI
22/6/2019 23:10
Memberi Nilai Tambah pada Kertas Bekas
Para perupa bermain dengan kertas-kertas bekas dan bahan-bahan bekas yang semestinya sudah menjadi sampah dan dibuang.(MI/Tosiani)

PULUHAN instalasi seni terpajang di lantai bawah Galeri Kertas Studio Hanafi, Parung Bingung, Depok, Sabtu (15/6). Ada yang berbentuk kursi tempelan kertas yang membentuk lukisan, cangkir kopi, dan lainnya. Semuanya terbuat dari bahan bekas, seperti triplek, kardus bekas, bekas koran sobekan dan majalah, spanduk bekas, poster bekas, serta buku-buku bekas yang diolah sedemikian rupa menjadi karya seni. 

Semua instalasi seni tersebut merupakan karya perupa-perupa muda yang dipajang di Pameran Scavenging Stories. Pameran dibuka pada Sabtu (15/6) malam dan berlangsung hingga 6 Juli mendatang. Sebanyak tujuh orang perupa muda ambil bagian dalam pameran tersebut. Mereka ialah Ando, Brilian A Pratama, Calvyn Perdana, Edo Makarim, Gustar Brata, Miftahul Khoir, dan M Ajis.

Sebelum pameran, ketujuh perupa muda itu telah mengikuti workshop dan pelatihan membuat karya instalasi seni dari kertas bekas di bawah bimbingan seniman Rob Pearce. Workshop berlangsung pada 11 hingga 15 Mei lalu. Dari hasil workshop tersebut, dipilihlah karya-karya yang dipamerkan dalam Scavenging Stories.

Kurator in house Galeri Kertas Studio Hanafi, Heru Joni Putro menerangkan, Scavenging Stories dimaknai sebagai ‘cerita-cerita memulung’. Karya seni yang dipamerkan merupakan cerita dan pengalaman, serta hasil kontemplasi tujuh perupa muda peserta pameran. 

Di lantai bagian atas studio terpampang karya fotografi dari instalasi-instalasi seni yang dipamerkan di lantai bagian bawah. Foto-foto itu merupakan hasil jepretan fotografer Martin Weslake.

Seniman Rob Pierce, mengatakan, instalasi karya seni yang dipajang di bagian bawah dibuat dari bahan bekas yang tidak tahan lama. Karenanya, perlu diabadikan dalam karya fotografi berlandaskan karya seni rupa agar lebih tahan lama. Karya foto itu hanya bisa dicetak maksimal sebanyak delapan kali sehingga tiap kolektor hanya bisa memiliki maksimal delapan karya dari tiap perupa. Sementara itu, karya orisinal instalasi seni yang dibuat perupa muda hanya ada satu.

“Ini juga sekaligus membantu membersihkan Kota Depok dari sampah visual, seperti spanduk, poster, kertas, dan triplek bekas diolah menjadi karya seni,” ujar Rob.

Calvyn Gilang Perdana, 20, perupa asal Banten memamerkan tiga karya dalam satu judul Singgahsana Singgahsini. Awalnya ketika di workshop, ia diarahkan Rob untuk mengangkat cerita yang dekat dengan Studio Hanafi. 

“Saya terpikir saat melakukan perjalanan dari Bandung ke sini (Depok) menggunakan bus umum. Saya banyak melihat mimik atau ekspresi orang yang kecapaian karena macet dan panas. Ada yang marah-marah juga. Saya banyak ngobrol dengan penumpang lain tentang perasaan dan perjalanan mereka,” tutur Calvyn. 

 

Perjalanan dan tujuan

Setelah merenungi semua cerita itu, ia tersadar bahwa ketika se­seorang melakukan perjalanan pastilah memiliki tujuan. Pada akhirnya mereka mengharapkan mendapat kursi-kursi yang menenangkan dan menyenangkan. Pada saat bepergian dan singgah ke suatu tempat, mereka pasti dipersilahkan untuk duduk. 

“Saya menggambarkan tujuan sebagai kursi itu cuma alegori. Lalu merealisasikan karya seni berbentuk kursi dengan judul Singgahsana Singgahsini,” tutur Calvyn.

Gustar Brata, 20, perupa asal Cibubur, Jakarta Timur, memamerkan karya berjudul The Road of Progress. Dijelaskan Gustar, karya ini representasi dari pengalaman pribadinya dengan tiap lembar kertas. 

Setiap ia membuka lembaran majalah, koran, dan buku, pasti ia akan terpikir sesuatu hal. Misalnya, saat membaca majalah arsitek dan interior, ia selalu memikirkan sebuah arsitektur hunian untuk ia tinggali di masa depan. Dengan demikian, kertas bernilai menjadi media untuk menjembatani antara pikiran dan visual. 

“Kertas ini memberikan visual untuk mengajak orang lain mengingat pengalaman dengan kertas yang pernah dilihat. Sambil saya tempel kertas-kertas bekas ke triplek sebagai media dasar, saya sambil baca juga. Ini jadi pameran pertama saya. Biasanya saya cuma menggambar di rumah. Rasanya seru dapat pelajaran yang banyak,” kata Gustar.

Lain lagi dengan cerita AM Puro (Ando), 27, perupa asal Sawangan, Depok. Dia memamerkan dua karya berupa lukisan yang terbuat dari tempelan kertas bekas lalu dicat. Judulnya Dari Dia untuk Diriku dan Memori Halaman Belakang. Dua lukisan itu bercerita tentang kenang­an di hidup AM Puro.

Ia menjelaskan, lukisan Dari Dia untuk Diriku merupakan representasi dari ibu yang sangat dikasihinya. AM Puro menganggap lukisan itu buah dari doa-doa ibunya. Dari doa ibu, ia bisa menjalani kehidupan sehingga bisa kuliah dan bekerja. “Lukisan itu dari kertas hasil skripsi, job desk, saya tempel di media triplek, lalu saya lukis dengan cat,” ungkap Ando. 

Adapun lukisan berjudul Memori Halaman Belakang merepresentasikan memori ketika ia masih kecil sering bermain di halaman belakang rumah, yang mana terdapat banyak kebun, baik kebun miliknya maupun milik tetangga. Akan tetapi, sekarang kebun-kebun sudah tidak ada lagi karena disulap jadi perumahan. 

“Jadi, saya visualkan ada rumah dan pohon. Ini pameran yang ketiga. Yang pertama dan kedua di kampus. Dari karya seni yang dipamerkan ini, saya dapat banyak teknik yang dipelajari dari Rob Pierce.” 

Muhammad Ajis, 22, perupa asal Depok, memamerkan dua lukisan berjudul Di atas Meja. Lukisan itu merupakan ungkapan penyesalannya di masa lalu pernah meremehkan momen-momen di atas meja, seperti berkumpul dengan keluarga, saudara, dan teman di meja makan. 

“Sebenarnya dari momen kumpul itu kita bisa dapat kejutan, berbincang mengelilingi meja, ada sesuatu yang amat berharga kita dapat seperti komunikasi dan kebersamaan. Momen-momen yang saya lewatkan itu saya tuangkan dalam lukisan,” tutur dia.

Mahasiswa semester enam, jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Indraprasta Tanjung Barat, itu mengaku mendapat banyak hal dari workshop dan pameran yang diikutinya. Ia bahkan mendapat ­inspirasi judul skripsi dari mengikuti pameran Scavenging Stories.

“Media yang saya gunakan untuk karya ini, saya ambil dari bekas struk ATM, struk bon, bekas poster di jalan. Ini seperti mengambil kenangan. Ini pameran yang keempat buat saya. Sebelumnya pernah pameran lukisan, digital, dan automotif,” katanya.

Amira, pengajar FISIP Universitas Indonesia (UI), mengaku melihat karya-karya yang segar saat mengunjungi pameran Scavenging Stories tersebut. Para perupa bermain dengan kertas-kertas bekas dan bahan-bahan bekas yang semestinya sudah menjadi sampah dan dibuang. Namun, para perupa memanfaatkannya untuk diolah menjadi instalasi seni. Upaya ini dalam pandangan Amira memberi nilai tambah pada kertas.

“Ini cukup menyegarkan karena bermain dengan kertas bekas. ­Biasanya kertas hanya sekali pakai lalu dibuang. Namun, oleh para perupa ini didaur ulang, dicat jadi karya seni,” ujar Amira. (TS/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik