Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Duka Seluruh Warga Kampung

Retno Hemawati
26/5/2019 09:00
Duka Seluruh Warga Kampung
Upacara orang meninggal suku Dayak.(Ilustrasi MI)

RENCANA kami, tim WWF, dalam rangka Visit The Heart of Borneo untuk bermalam di lamin panjang di Desa Long Tuyoq buyar. Empat hari menjelang kami tiba, salah seorang kerabat yang mendiami lamin panjang Theresia Tuko Leju meninggal dunia di usia 72 tahun. Mereka yang mendiami lamin panjang, atau rumah panjang, rumah adat suku Dayak di Kampung Long Tuyoq, Kecamatan Long Pahagai, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur, ini masih keturunan raja, atau disebut hipui.

Kampung dengan luas 127 kilometer persegi itu didiami sekitar 500 warga dengan suku mayoritas suku Dayak loong gliit atau juga dikenal dengan suku Long Gelaat beragama Katolik. Populasi mereka yang relatif sedikit, membuat satu sama lain saling kenal dan tinggi tenggang rasanya. Saat ada salah seorang warga meninggal, terlebih keluarga hipui, jangan harap ada pesta di desa itu setidaknya selama tiga hari mendatang seturut hitungan mereka.

Blawing Belareq, tokoh Adat Besar Dayak Bahau Busang, yang menyambut tim kami menyampaikan maaf karena tidak bisa menyambut dengan meriah. "Karena ada warga yang meninggal, kami terbiasa berduka selama beberapa hari. Tidak ada keramaian, tidak ada pesta, tidak ada kemeriahan," katanya saat kami tiba, Rabu (1/5) sore. Menurutnya, duka satu warga ialah duka seluruh warga kampung, tidak ada keriaan untuk menghormati yang berduka. Padahal dalam rencana, seperti tamu pada umumnya yang hadir, akan disambut dengan musik dan dihadiri warga yang ramai. Meski demikian, sebagian warga tetap berkumpul dengan senyap mengantar kami ke tempat menginap dan berbincang dengan akrab sambil menikmati kopi panas di sore yang masih terasa terik mataharinya.

Selain tidak ada pesta, di SDN 003 Long Tuyoq yang pada 2 Mei 2019 mengadakan upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional pun sedianya dilakukan seperti biasa. "Tapi kami minta izin kepada keluarga yang berduka untuk memperingati Hardiknas dengan sedikit meriah, mengenakan baju adat, dan bersyukur diizinkan," kata Kepala SDN 003 Long Tuyoq, Silvanus Silam Luhat, seusai upacara. Menurutnya, mengenakan baju warna-warni juga tidak lazim di sana saat ada yang berduka. Padahal, baju adat suku Dayak penuh warna-warna meriah, merah, kuning, hijau dengan manik-manik yang indah.

 

Royong

Pada hari ketiga hitungan mereka, ada upacara untuk orang meninggal disebut Engku'on. Engku'on adalah memberangkatkan atau melepaskan perjalanan roh orang meninggal. Warga akan datang kembali ke makam yang berjarak 2 kilometer dari lokasi tinggal dan mendoakan, sekaligus membawa 'bekal' untuk perjalanan yang meninggal, berupa kopi, nanas, bunga, dan masih banyak lagi. Pada saat ini, makam juga direnovasi atau disempurnakan.

Kematian bagi mereka ini ialah proses awal perjalanan roh orang meninggal menuju Telang Julaan atau tempat kediaman baka. Mereka juga memercayai orang yang meninggal ialah orang yang memenuhi panggilan dan menghadap Tamai, yaitu yang diyakini sebagai Tuhan. Roh atau arwah orang yang meninggal akan berkumpul kembali bersama Tamai Tingai lagi.

Sementara itu, di bawah lamin panjang, warga perempuan berkumpul untuk melakukan royong atau pentui (pergi membantu). Mereka biasa menyebut gotong royong dengan royong, atau saling membantu. Lamin panjang bagian bawah biasanya memang untuk dapur, menyimpan logistik, atau untuk memelihara ternak. Warga yang kebanyakan perempuan berkumpul dan membuat kudapan yang dinamakan dengan uluwak.

Uluwak, makanan yang dibuat dari beras ketan yang telah digiling halus yang diisi dengan kelapa parut serta gula merah. Mereka bebas membuat bentuk beraneka ragam, ada yang bulat, pipih, bulan sabit, bentuk awan, bahkan setengah lingkaran. Uluwak yang dibuat sebanyak 10 kilogram itu digoreng dan akan dibagikan kepada yang hadir melayat atau dibagikan kepada tetangga.

Menurut salah seorang warga, Lenik, 34, yang turut membantu, tradisi pentui ini biasa dilakukan sejak pukul 06.00 hingga usai. Mereka tidak hanya membuat uluwak, tetapi juga masakan lain, seperti ayam goreng, sayur pakis, sawi, babi, rebung, dan daun pare. Untuk minuman, hanya teh dan kopi saja yang terhidang.

Tradisi membantu orang yang berduka juga bisa dilakukan dengan cara lain. Bagi yang berhalangan hadir, umumnya tetap mengirimkan bahan-bahan makanan atau apa saja untuk keluarga yang berduka. Seperti yang dilakukan oleh Katharina Lurak Bayo, dia mengirimkan 420 liter air bersih. "Saya memang sedang tidak bisa hadir dan royong ke sana, jadi saya kirimkan air bersih untuk keperluan mereka," kata dia, malam seusai upacara.

Tradisi royong, tidak hanya dilakukan pada saat ada warga yang berduka. Acara pernikahan juga akan didatangai warga setempat untuk beramai-ramai membantu. "Tetapi kalau untuk pesta pernikahan biasanya ada undangan, undangan untuk membantu, beda dengan kalau orang meninggal, otomatis kami datang atau membantu," tutup Katharina Lurak Bayo. (Eno)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya