Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Budaya Mencong yang Mengabadikan Kenangan

Abdillah Marzuqi
17/3/2019 02:00
Budaya Mencong yang Mengabadikan Kenangan
MI/Adam Dwi(MI/Adam Dwi)

ANDREAS, 31, masih tersadar dengan sekeliling. Posisi kepala lebih atas membuatnya gampang melihat sekujur tubuhnya. Ia masih bisa menggamati Jamaludin, 28, yang membungkuk menghadap betisnya dengan mesin tato.

Di tangan Jamaludin, coil tato bergerak lincah di betis Andreas. Beberapa kali Jamaludin mengoleskan pelumas ke kulit Andreas. Setelah kulit melunak barulah tinta dimasukkan kulit dengan jarum tato atas dorongan mesin.

“Ini mau bikin realis fantasi, motifnya. Style-nya black and gray,” terang artis tato Jamaludin yang telah menato sejak 2013. Sebelumnya Jamal sudah membuat gambar terlebih dahulu di permukaan kulit yang akan ditato. Proses itu dinamakan tracing. Setelah itu barulah proses pengerjaan tato dimulai. Penyembuhan usai ditato kuranglebih membutuhkan waktu 3 minggu.

“Ketagihan banget. Selalu ingin diulang lagi,” ujar Andreas saat ditemui di Bucks Bucks Tattoo Studio Kemang Jakarta (12/3). Ia sudah tidak dapat lagi menghitung berapa tato di tubuhnya. Andreas dan Jamaludin merupakan sedikit di antara pencinta tato yang bergabung dalam Indonesian Subculture. Andreas mengaku kesukaan pada tato berawal dari kecintaannya pada seni gambar.

“Pada dasarnya suka sama seni, terutama seni gambar. Jadi pelampiasannya ke tato,” terang Andreas. Ia mengaku membuat tato itu untuk mengingat peristiwa dalam hidupnya. Tato ibarat catatan perjalanan hidupnya. “Ada ceritanya, ada kenangannya.

Saya ambil dari masih (baru) lahir, terus sampai dia sudah gak ada. Itu masih di sini,” ujarnya sembari memberi contoh cerita di balik gambar anjing di tangan kirinya. Andreas dan Jamaludin adalah anggota dari Indonesian Subculture. Organisasi ini merupakan aliansi dari komunitas, seniman, maupun studio tato di Indonesia.

Tidak hanya hanya tato, Indonesia Subculture juga memayungi seni tindik. Pendiriannya bermula ketika 10-12 ahli tato berbincang tentang kekhawatiran dan kecemasan masyarakat tentang keamanan dan penyebaran penyakit yang bisa diakibatkan tato. Berangkat dari diskusi tersebut, akhirnya Indonesian Subculture berdiri pada Juli 2004.

“Jadi kita berusaha untuk kumpulin temanteman untuk berbagi edukasi. Sehingga kita membuat klub Indonesian Subculture,” terang pendiri Indonesian Subculture, Kurdian Baginda Pangaribuan, 41.

Mereka sering mengadakan kegiatan untuk berbagi informasi dan edukasi tentang standar prosedur bagi para pekerja seni tato dan tindik mengenai hal pengendalian, pencegahan,hingga terjadinya peningkatan penyebaran penyakit. Kegiatan serupa juga mereka lakukan di sekolah dan universitas. 

Perhatikan keamanan 

Indonesian Subculture mempunyai tiga divisi yakni Indonesian Professional Tattooist (IPP), Indonesian Professional Cosmetic Tattooist IPCT, dan Indonesian Professional Piercer (IPP). Nama Indonesian Subculture juga merepresentasikan upaya mereka untuk mempertahankan budaya yang dilekatkan kesan tabu dan dianggap melenceng oleh sebagian masyarakat.

“Kita ini mempertahankan budaya-budaya yang dibilang masih dianggap tabulah. Culture, subculture, budaya mencong di Indonesia ini ada,” tambah Kurdian yang akrab disapa Ucha itu.

Kini jumlah anggota Indonesian Subculture yang terdaftar mencapai 700 orang yang tersebar di 52 chapter yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu Indonesia Subculture juga mewadahi berbagai ideologi artis tato, seperti yang lebih condong ke etnik, profesional, maupun street art.

“Yang penting secara garis besar, mereka melakukan tindakan yang baik, tetap berkesenian yang aman dan sehat, dan menjadikan ekonomi kreatif ini bagus,” tegas Ucha soal syarat keanggotaan.

Think before you ink ialah slogan yang patut diperhatikan sebelum orang menato tubuhnya. “Secara di sini kan kadang-kadang bukan masalah SDM yang dilihat, tapi dari penampilannya dulu. Jadi saya pikir kalau emang dia belum aman hidupnya, gak usah bikin tato dulu. Mungkin nanti enggak bisa kerja atau apa segala macam,” ujar Ucha.

Untuk pengguna tato, Ucha menyarankan untuk mencari tempat tato yang benar-benar memerhatikan soal keamanan dan telah melalui pertimbangan yang matang. Bagi artis tato, terdapat hal yang patut diperhatikan yakni masalah keamanan dan higienitas.

Alat yang hanya digunakan sekali pakai harus dibuang dalam tempat khusus, sedangkan yang akan dipergunakan kembali harus disterilisasi untuk menjaga higienitasnya. “Yang terpenting gak sharing needle dan higienitasnya dalam proses sampai pengerjaan betul-betul (melakukan) SOP seperti menggunakan sarung tangan sekali pakai, tidak mementingkan uang dibandingkan keselamatan klien yang ditato,” tandas Ucha. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya