Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Bunga Penutup Abad, Bermula dari Surat

Abdillah Marzuqi
18/11/2018 23:32
Bunga Penutup Abad, Bermula dari Surat
(Dok. Instagram/titimangsafoundation)

Kepiawaian sutradara sudah terlihat ketika pentas bermula, dengan adegan Nyai Ontosoroh dan Minke berada dalam satu ruang. Mereka sedang membaca surat. Surat menjadi pintu masuk dan benang merah. Surat menjadi pembimbing penonton untuk mengikuti dan menyimak pertunjukan selama sekitar 3 jam ke depan.

"Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya," ujar Nyai Ontosoroh kepada Minke usai membacakan sepucuk surat dari Panji Darman, yang ia tugaskan mengawal Annelies, putrinya sekaligus istri Minke.

Dialog itu menjadi mula yang cukup mencolok. Kutipan itu dikenal sebagai penutup paling magis sekaligus perih dari novel Bumi Manusia karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer. Buku itu adalah bagian satu dari empat novelnya yang dikenal sebagai Tetralogi Buru.

Memasukkan dialog itu pada bagian awal pertunjukan ternyata menjadi pilihan logis dari sutardara Wawan Sofwan. Ia menggarap panggung Bunga Penutup Abad dengan alur mundur-maju, jika tidak dikatakan dengan alur spiral.

Begitulah sepenggal pembuka dari pentas Bunga Penutup Abad yang digelar kembali di Teater Jakarta pada 17-18 November 2018. Pementasan teater Bunga Penutup Abad menghadirkan Reza Rahadian sebagai Minke, Lukman Sardi sebagai Jean Marais, Chelsea Islan sebagai Annelies Mellema, serta Sabia Arifin sebagai May Marais. Adapun sosok Nyai Ontosoroh yang pada pementasan di tahun sebelumnya diperankan oleh Happy Salma, kini beralih ke Marsha Timothy.

Pentas itu dipersembahkan oleh Titimangsa Foundation didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Pementasan ini juga didukung Happy Salma sebagai produser, Wawan Sofwan sebagai sutradara, Iskandar Loedin sebagai pimpinan artistik, Deden Jalaludin Bulqini sebagai penata multimedia, Ricky Lionardi sebagai penata musik, dan Deden Siswanto sebagai penata kostum.

Pentas mengisahkan kehidupan Nyai Ontosoroh dan Minke setelah kepergian Annelies ke Belanda. Kesulitan dalam penggarapan pentas yang bersumber dari karya novel adalah menentukan titik mula yang pas. Jika tidak, akan membahayakan jalan cerita selanjutnya. Sutradara Wawan Sofwan berhasil melewati tantangan itu. Ia berhasil membangun peristiwa panggung dengan modal surat.

Surat menjadi pilihan dari Wawan ketika ia mengkaji kembali karya-karya Pram. Saat itu, ia sudah beberapa kali menggarap panggung teater dengan nafas novel Pram, seperti Bumi Manusia (2007), Nyai Ontosoroh (2007), dan Mereka Memanggilku Nyai Onsoroh (2010-2011).

Untuk Bunga Penutup Abad, ketika dalam pengkajian karya Pram, Wawan menemukan hal yang menarik yakni surat. Surat-surat tersebut menceritakan perjalanan Annelies dari Surabaya menuju Nederland. Wawan mendapat ilham dari salah satu bagian Anak Semua Bangsa --novel kedua Tetralogi Buru-- yaitu surat Panji Darman kepada Nyai Ontosoroh dan Minke. Surat itu memantik gagasannya akan pementasan Bunga Penutup Abad. Bunga Penutup Abad sendiri merupakan nama yang diberikan Minke terhadap lukisan potret Annelies yamg dibuat Jean Marais.

"Wah ini kayaknya menarik surat itu. Tapi, pas di Anak Semua Bangsa (novel), kan sudah tidak ada Annelies. Annelies hadir dalam surat," ujar Wawan saat ditemui usai media preview, di TIM Jakarta, Jumat(16/11).

Ketimbang garapan Wawan sebelumnya, Bunga Penutup Abad lebih fokus pada Annelies. Garapan ini memunculkan kegamangan Minke dan Nyai Ontosoroh setelah ditinggal Annelies ke Nederland lantaran hak asuhnya diputuskan pengadilan kepada keluarga Mellema di Nederland. Setiap peristiwa dirajut oleh surat-surat yang dikirimkan Panji Darman kepada Minke dan Nyai dalam perjalanannya membuntuti Annelies. Minke selalu membacakan surat-surat itu pada Nyai Ontosoroh.

Surat membawa panggung ke dalam dua peristiwa, dua masa. Realita, merupakan peristiwa pertama. Peristiwa yang terjadi ketika surat-surat Panji Darman dibacakan, yang mengabarkan perjalanan Annelies menuju Amsterdam. Berisi juga tentang kesehatan juga segala peristiwa yang menimpa Annelies. Kemudian, membentuk peristiwa kedua, yakni peristiwa kilas balik. Peristiwa tersebut merupakan nostalgia Minke dan Nyai melalui bavangan-bayangan persinggungan mereka bersama Annelies.

Pada bagian cerita itulah alur cerita mulai dibuat acak. Nostalgia dan ingatan mereka ketika pertama kali Minke berkenalan dengan Annelies dan Nyai Ontosoroh, Nyai Ontosoroh digugat oleh anak tirinya sampai akhirnya Annelies harus dibawa pergi ke Belanda berdasarkan keputusan pengadilan putih Hindia Belanda. Semua itu dipandu oleh surat.

Pentas itu juga menyiratkan betapa saratnya semangat perlawanan pada zaman itu. Ketika membaca surat, Minke mengalami beberapa kejadian yang memperlihatkan kebobrokan Belanda dan koran Eropa tempatnya menulis yang selama ini selalu diagung-agungkan dan dibelanya itu. Kejadian tersebut membuka mata Minke bahwa Eropa tidak selamanya benar. Minke yang selalu menulis dalam Bahasa Belanda itu diberi masukan oleh Jean Marais, temannya, untuk mulai mengenal lebih dalam bangsanya sendiri dan menulis dalam Bahasa Melayu.

 

Ruang batin

Skenografi karya Iskandar Loedin juga patut diapresiasi. Alih-alih menjadikan panggung berukuran 14 meter sebagai pajangan artistik raksasa, Loedin malah membaginya dalam beberapa set. Loedin sadar bahwa pentas itu dimainkan oleh sedikit aktor, paling banyak hanya lima orang dalam satu adegan. Jika semua bagian panggung itu dihidupkan, akan muncul kesan jomplang. Lima aktor harus menguasai panggung sepanjang 14 meter. Bukan pilihan yang bijak.

Loedin justru memilih untuk mematenkan set ruang. Tidak banyak perubahan set sepanjang pertunjukan. Ia juga banyak bermain dengan sekat-sekat, dan memakai lampu untuk membantu fokus penonton terhadap pemain. Bagian panggung yang dimainkan akan diberi cahaya terang, sedangkan bagian lain gelap. Dengan cara seperti itu, aktor akan lebih mudah dalam menentukan dan mengelola posisi tubuh.

"Skenografi Bunga Penutup Abad menghadirkan rumah Nyai Ontosoroh, dengan karakter arsitektur kolonial pada awal abad ke-20. Desain panggung mengakomodasi adegan yang berlangsung silih berganti dari ruang keluarga, ruang kerja, beranda, hingga bagian paling privat, yaitu kamar tidur Annelies," terang penata artistik Iskandar Loedin.

Panggung juga dominan dengan warna bernuansa sephia. Warna cahaya maupun bangunan dimaksudkan untuk menghadirkan suasana masa lalu, seperti gambar-gambar tua yang penuh cerita. Selain itu, penggunaan rangkaian bunga di hampir setiap ruangan rumah menegaskan kehadiran Nyai Ontosoroh. Ia adalah seorang perempuan kepala keluarga sekaligus pemimpin perusahaan yang berjuang mempertahankan hak dan martabatnya. Padahal ia hidup pada zaman yang hukumnya tidak berpihak pada pribumi dan perempuan masih dipandang sebelah mata. Set rumah Nyai Ontosoroh menjadi representasi ruang batinnya yang berjuang mempertahankan hidup dan martabatnya di tengah zaman yang tak pasti. Rumah adalah sebagai metafora benteng yang tangguh sekaligus berkarakter feminin.

Berbincang tentang keaktoran, pentas ini layak diacungi jempol. Semua aktor mampu membawakan karakter tokoh yang dimainkan. Reza Rahadian sebagai Minke sukses dengan perpindahan karakter dari pemuda lajang sampai menjadi seorang suami terasa begitu natural. Lukman Sardi mampu memainkan Jean Marais ditambah logat Perancis dengan apik. Chelsea Islan sebagai Annelies pun bertumbuh dari manja, malu-malu, hingga perempuan yang penuh sedih.

Namun, Marsha Timothy ialah bunga yang paling mekar dalam pertunjukan kali ini. Ia mampu menjadi penjaga pakem peristiwa dan suasana dalam pentas. Marsha membawakan Nyai Ontosoroh secara total. Tangguh, tegas, dan kukuh di balik semua kegetiran, ketidakadilan yang menimpanya. Sebaliknya, ia juga tidak kehilangan kelembutan dan kasih sayang seorang ibu. Kompleksitas itu ia tampilkan dengan cemerlang. (Zuq/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik