Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdasarkan analisis big data dan uji dengan metode simulasi komputer, ditemukan jika jambu biji dengan daging buah merah muda memiliki senyawa lengkap yang dapat menghambat virus penyebab covid-19.
BELUM lama ini kolaborasi tim penelitian Fakultas Kedokteran UI dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan penelitian dari senyawa jambu biji berdaging buah merah muda untuk mencegah SARS-Cov-2 atau virus yang menyebabkan covid-19. Berikut wawancara Media Indonesia dengan Ketua Tim Gabungan Penelitian Senyawa Penghambat Covid-19, Aryo Tedjo Ssi Msi, dari Departemen Kimia Medik FKUI, Senin (16/3).
Siapa saja yang terlibat dalam penelitian ini?
Departemen Kimia Kedokteran Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Klaster Bioinformatics Core Facilities IMERI-FKUI, Klaster Drug Development Research Center IMERI-FKUI, Laboratorium Komputasi Biomedik dan Rancangan Obat Fakultas Farmasi UI, Rumah Sakit UI (RSUI), Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC) Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Departemen Ilmu Komputer IPB.
Bagaimana tim gabungan ini menemukan kandidat potensial bahan penangkal covid-19 ini?
Mobilitas penduduk dan arus perjalanan mancanegara yang tinggi menjadikan tingkat penyebaran SARS-Cov-2 (virus yang menyebabkan covid-19) dinilai cukup tinggi sehingga dikhawatirkan apabila terjadi peningkatan signifikan jumlah penderita. Berbagai upaya preventif untuk mencegah penularan virus telah disosialisasikan, mulai imbauan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih, etika batuk/bersin, sampai pola hidup sehat. Sebagai tambahan informasi, obat yang spesifik yang digunakan untuk terapi belum ditemukan hingga saat ini. Oleh karena itu, tim peneliti melakukan penelitian yang bertujuan mencari kandidat potensial senyawa dalam tanaman Indonesia sebagai antivirus SARS-Cov-2.
Tujuan utama preventif, tapi juga tidak menutup peluang kuratif dengan menggunakan analisis big data dan machine learning yang kemudian dikonfirmasi dengan pemodelan farmakofor dan penambatan molekuler. Hasil dari penelitian ini menghasilkan beberapa kandidat senyawa potensial yang dapat digunakan untuk tujuan preventif.
Pendekatan penelitian seperti apa yang tim ini lakukan?
Jadi, kami melakukan pendekatan penelitiannya pada tanaman komoditas. Alasannya penemuan kandidat tanaman (terutama tanaman komoditas) dengan mudah langsung bisa digunakan masyarakat. Penelitian ini juga melakukan analisis interaksi antara senyawa bahan alam dan protein, baik dari SARS-Cov-2 maupun host (manusia).
Bagaimana prosesnya?
Intinya dilakukan analisis big data (bio informatika) dan in silico (pharmacophore screening dan molecular docking), menggunakan pola
(pattern) senyawa yang saat ini sedang diuji klinik. Analisis in silico adalah uji dengan metode simulasi komputer untuk mengawali penemuan senyawa obat baru. Hasilnya didapatkan senyawa-senyawa yang memiliki kemiripan sidik jari dengan senyawa-senyawa pattern tersebut yang berasal dari tanaman dari database herbal-db.
Dari senyawa-senyawa herbal yang didapat, dicari lagi senyawa-senyawa tersebut ada pada tanaman apa. Sampai disimpulkan bahwa tanaman yang paling lengkap memiliki senyawa tersebut adalah jambu biji untuk menahan penyebaran virus covid-19.
Bagaimana mekanisme senyawa protein pada jambu merah biji bereaksi terhadap virus?
Berdasarkan hasil model prediksi dengan metode machine learning (SVM, random forest, dan MLP neural network), terkait dengan interaksi senyawa protein sejumlah 20.644 interaksi. Hasilnya ada 31 senyawa herbal dengan 5 protein target. Pemodelan farmakofor berbasis struktur dan ligan dilakukan screening 1.377 senyawa dari database herbal, lalu senyawa jambu biji dipetakan dan dikonfirmasi lagi menggunakan molecular docking (memantau interaksi aktivitas antarmolekul).
Jambu biji (Psidium guajava) dengan daging buah warna merah muda diketahui memiliki kandungan senyawa, di antaranya myricetin, kuersetin, luteolin, kaempferol, isorhamnetin, dan hesperidin. Luteolin diketahui sebagai inhibitor protein furin, yang diduga sebagai salah satu enzim yang memecah protein S (spike) virus korona, seperti pada MERS menjadi unit S1 dan S2. Pada unit S1 terdapat receptor binding domain (RBD), tempat berikatannya peptidase ACE2, sehingga virus dapat berikatan pada sel host.
Senyawa hesperidin/hesperitin dalam kajian in silico diketahui dapat menghambat ikatan domain RBD dari protein spike SARS-Cov-2 dengan reseptor ACE2 pada manusia sehingga hesperidin ini diprediksi berpotensi dalam menghambat masuknya virus SARS-Cov-2. Selain itu, diketahui juga bahwa luteolin bersifat inhibitor euramidase, yaitu golongan obat yang menghambat enzim neuraminidase. Ini seperti halnya oseltamivir, yaitu obat antiviral, sebuah inhibitor neuraminidase yang digunakan dalam penanganan influenza A dan B. Oseltamivir saat ini menjadi salah satu obat yang digunakan dalam protokol Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS/CDC).
Senyawa lain dalam jambu biji seperti myricetin diketahui berperan sebagai inhibitor helicase SARS coronavirus. Hal lain yang menarik ialah kaempferol yang berperan sebagai modulator autopaghy, baik sebagai inducer maupun inhibitor. Keduanya dapat dimanfaatkan dalam
strategi menghambat virus SARS-Cov-2.
Apa hasil yang didapat?
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis big data dengan metode machine learning dan uji konfirmasi aktivitas menggunakan penambatan molekuler, diperoleh hasil bahwa beberapa senyawa, seperti myricetin, kuersetin, luteolin, kaempferol, isorhamnetin, dan hesperidin merupakan kandidat potensial sebagai antivirus SARS-Cov-2.
Salah satu tanaman Indonesia yang banyak mengandung senyawa hit ini, yaitu jambu biji dengan daging buah merah muda. Kami merekomendasikan hasil penelitian ini untuk dikaji lebih lanjut sebagai terapi adjuvan bagi pasien covid-19.
Adakah kondisi tertentu yang membuat senyawa jambu biji tidak mampu menahan/mencegah virus?
Ada. Yang utama adalah dosis karena semua senyawa menunjukkan aktivitas jika dosisnya cukup. Masalah di tanaman adalah sering kali konsentrasi senyawanya tidak konsisten jumlahnya. Obat dari tanaman berbeda dengan obat yang sudah bisa ditentukan dengan pasti jumlah/dosis senyawanya dalam suatu sediaan obat.
Penelitian lebih lanjut seperti apa yang dibutuhkan dalam kajian ini?
Tim ini kajiannya secara analisis big data dan in silico, bahkan uji invitro (kultur sel) pun belum. Jadi, dari kami silakan jika ada yang melanjutkan penelitian ini. Apakah setelahnya mau diuji invitro, in vivo, atau uji klinis, dari kami terbuka. Penelitian untuk herbal sampai dengan fitofarmaka masih sangat panjang sebab harus melewati banyak tahapan, misal, uji invitro (kultur sel), uji in vivo (eksperimen) pada hewan, serta uji keamanan dan efikasi pada manusia. Untuk mempercepat harapannya, bisa dikaji lebih lanjut sebagai terapi adjuvan pada pasien positif covid-19. Adjuvan artinya perawatan tambahan atau terapi tambahan/pendukung.
Selain jambu merah biji, ada bahan alami lainnya yang jadi kandidat?
Jadi, kandidatnya ada pada banyak tanaman, terutama yang mengandung flavonoid (kelompok zat aktif yang ada pada tumbuhan). Tanaman tersebut antara lain tanaman jeruk, manggis, atau teh. Namun, yang paling lengkap ada pada jambu biji dengan daging buah merah muda. Selain jambu biji, yang senyawanya lengkap adalah madu.
Belum lama Tiongkok merilis mengklaim ada beberapa obat dan terapi yang telah direkomendasikan, seperti fosfat chloroquine, tocilizumab, plasma konvalensi, favipiravir, dan stemcell. Betulkah bahan-bahan ini juga berpotensi mencegah covid-19?
Setahu saya masih tahap uji klinik, belum ada obat yang definitif. Yang kami rekomendasikan adalah jambu biji (+madu). Sebenarnya karena alasan lebih mudah untuk dijadikan adjuvan. Juga karena komoditas yang sehari-hari biasa gunakan. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved