Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Kembalikan Anggaran Lima Kali Lipat

Patna Budi Utami
29/9/2019 10:20
Kembalikan Anggaran Lima Kali Lipat
Dubes RI untuk Bosnia dan Herzegovina, Amelia Achmad Yani.(MI/Patna Budi Utani)

SEJAK menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Bosnia dan Herzegovina pada 13 Januari 2016, Amelia Achmad Yani tancap gas. Ia bertekad mengembalikan anggaran yang diterimanya dari negara hingga lima kali lipat.

Tidak mengherankan bila dalam berbagai kesempatan ia selalu menjadi marketing bagi Tanah Air. Berbagai komoditas dan produk yang dimiliki Indonesia ia tawarkan kepada para pengusaha di salah satu ‘Negeri Balkan’ itu.

"Anggaran pemerintah yang saya terima harus dikembalikan lima kali lipat melalui ekonomi perdagangan," kata Amelia di Sarajevo, Bosnia, dan Herzegovina, kemarin.

Ia menyebutkan, beberapa komoditas Tanah Air yang sudah diekspor ke Bosnia dan Herzegovina, antara lain kelapa parut kering, kayu manis, dan tempurung kelapa. Tempurung kelapa yang masuk ke Bosnia dan Herzegovina dalam bentuk briket.

Briket tempurung digunakan untuk pembakaran shisha atau rokok ala Timur Tengah. Namun, tempurung yang diekspor untuk briket shisha berasal dari Sulawesi, lantaran asapnya berwarna putih. "Tempurung adalah bahan yang terbuang, tapi bisa menjadi sumber pendapatan," ujar Amelia.

Belakangan, lanjutnya, tempurung asal Yogyakarta juga sudah diterima di negeri itu. Namun, penggunaannya bukan untuk pembakaran shisha, melainkan dijadikan sebagai arang pembakaran makanan lantaran warna asapnya cokelat. Tempurung jenis itu lebih cocok digunakan untuk arang lantaran wangi asapnya mempengaruhi aroma makanan yang dibakar.

Amelia mengatakan sejumlah komoditas lainnya masih dibutuhkan oleh Bosnia dan Herzegovina, antara lain minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), ikan, palet kayu, dan alat tulis kantor. Namun, ujarnya, ekspor produk-produk tersebut menghadapi kendala berbeda. Kendala justru datang dari dalam negeri.

Ekspor
Ia menyebutkan, ekspor CPO belum dilakukan eksportir terdahulu dengan alasan diproteksi Uni Eropa. Padahal, Bosnia dan Herzegovina belum masuk sebagai anggota Uni Eropa. Volume CPO yang diminta sebanyak 100 ton.

Untuk memenuhi kebutuhan CPO itulah, katanya, beberapa waktu lalu ia telah menjalin kerja sama dengan PTPN IV di Sumatra Utara. Menurutnya, saat ini proses tersebut sudah sampai taraf penetapan harga dan menyiapkan transportasi.

Sementara itu, rencana ekspor 15 ton ikan senilai US$100 ribu per bulan yang telah disetujui pengusaha kedua negara gagal, lantaran pengusaha Indonesia tidak mampu memenuhi volume yang dibutuhkan. Menurut Amelia, saat ekspor akan dimulai, pengusaha di Tanah Air menyatakan hanya sanggup mengirimkan 1 ton.

"Padahal, untuk memesan 15 ton ikan per bulan, pengusaha Bosnia sudah siap membayar di awal, sesuai keinginan pengusaha kita, dengan alasan butuh dana untuk membayar 4.000 nelayan yang akan memenuhi pesanan 15 ton per bulan," tutur Amelia.

Demikian halnya dengan kebutuhan palet kayu. Pengusaha dari Jawa Tengah membatalkan rencana ekspor ke Bosnia dan Herzegovina dengan alasan ingin fokus memenuhi pasar palet kayu Korea Selatan yang sudah lebih dulu diisinya. Padahal, palet kayu bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan Bosnia dan Herzegovina, melainkan juga untuk Denmark.

Di sisi lain, untuk memenuhi pasar alat tulis kantor, ujar ibu dari satu putra itu, pengusaha menengah tidak dapat menembus dominasi pengusaha besar Indonesia yang sudah lebih dulu menguasai pasar alat tulis kantor Bosnia dan Herzegovina.

"Ada semacam kartel oleh pengusaha besar. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan pasar, usaha menengah bisa berperan. Hal semacam ini seharusnya dibenahi di Tanah Air," tuturnya.

Terkait dengan upaya pemerintah mendorong wisatawan macanegara (wisman) berkunjung ke Indonesia, yang ditargetkan 20 juta orang, Amelia memperkirakan hanya bisa mendorong sekitar 2.000 hingga 3.000 wisatawan Bosnia dan Herzegovina berkunjung ke Indonesia. Sebab, ujarnya, biaya berwisata ke Indonesia mahal atau sekitar US$3.000 per orang.

Meski berbagai hambatan dalam upaya meningkatkan perdagangan menghadang,  ia akan berusaha menyelesaikannya satu per satu agar anggaran yang diterimanya bisa dikembalikan sesuai target, yakni lima kali lipat. "Berapa pun anggaran yang diterima, harus kembali ke negara sekian kali lipat," pungkasnya. (Pbu/M-4)

_________________________________________

BIODATA

Nama: Amelia Achmad Yani

Tempat, tanggal lahir: Magelang, 22 Desember 1949

Pekerjaan: Duta Besar RI untuk Bosnia dan Herzegovina (2016- Sekarang)


Pendidikan:

1. SMA Santa Ursula Jakarta (1961)

2. Universitas Indonesia. Fakultas Sastra Jurusan Antropologi (1968)

3. Hull University East Yorkshire, Inggris (1970)

4. Doktor Honoris Causa dari University of the Americas (2000)

5. Institut Pelita Bangsa. Jurusan Ekonomi dan Manajemen (2011)

Politik :
1. Ketua Umum Partai Peduli Rakyat Nasional/PPRN (2007-2012)

2. Ketua Umum Perempuan Hanura (2013-2016)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya