Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
LINDU yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada akhir Juli dan awal Agustus silam menyisakan pekerjaan rumah dalam skala masif. Tidak kurang dari 83 ribu unit rumah rusak, juga sekitar 3.500 unit fasilitas umum dan sosial.
Kondisi tersebut mendorong Yayasan Media Group untuk meringankan beban masyarakat setempat dengan membangun kembali enam sekolah dasar (SD) yang luluh lantak di Lombok. Untuk misi yang menjadi bagian dari program Dompet Kemanusiaan Media Group itu, digandenglah Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang yang tengah diketuai Sahirwan.
Dalam satu kesempatan medio November ini, Media Indonesia berbincang dengan Sahirwan untuk mengetahui lebih lanjut rencana rekonstruksi yang akan dilakoni. Berikut petikannya.
Bagaimana IAI Malang sampai terlibat dalam proyek pembangunan 6 SD di Lombok tersebut?
Kami lihat kerusakan akibat gempa di Lombok begitu masif. Alangkah baik kalau kami terlibat membantu lewat desain. Saya kemudian berkomunikasi dengan Media Group dan setelah sepakat berkerja sama, saya berkomunikasi dengan IAI Pusat. Kemudian, kami ke lapangan, orientasi bersama IAI NTB.
Sekolah mana saja yang akan Anda bangun kembali?
Titik sekolah yang akan dibangun sudah ditentukan Media Group. Ada 4 SD dan 2 MI (madrasah ibtidaiah). Tiga SD di Lombok Utara, yaitu SDN 1 Sigar Penjalin, MI Ishalul Ummah, dan SDN 3 Pamenang. Di Lombok Barat ada SDN 2 Kekait dan MI At-Tahzib, dan SDN 5 Pohgading di Lombok Timur. Peran kami mendesain sesuai dengan kondisi site sekolah itu.
Apa yang Anda lihat saat orientasi kemarin?
Kami melihat walau betul gempa tidak bisa diprediksi, tapi harusnya bisa diantisipasi agar korban tidak besar. Secara teknis, ada hal-hal di sana yang harus dievaluasi. Ada pengerjaan struktur yang tidak betul, seperti ring balok dan kolom bangunan terkadang tidak nyantol. Padahal, dinding bukan penopang beban. Lalu, kemudian dari desain juga.
Kita ambil contoh di bangunan sekolah yang akan dibangun kembali ini, salah satunya At-Tahzib, kerusakannya hampir 70%, dan harus dirobohkan semua karena tidak bisa memakai dinding yang sudah retak.
Permasalahan lain ialah site yang terlalu sempit. Padahal, sekolah dasar itu minimal 8 ruang, lalu ada cukup ruang terbuka untuk anak bermain. Kami sarankan Yayasan untuk menambah ruang dan alhamdulillah mereka bisa membebaskan lahan.
Bagaimana desain sekolah kelak agar sesuai dengan struktur bangunan tahan gempa?
Struktur beton bangunan SD yang akan dibangun memanfaatkan hasil penelitian dari Kementerian PUPR, Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha). Elemen lainnya kita desain. Risha itu secara teknis pengerjaannya cepat, maka elemen lainnya juga harus cepat. Dindingnya menggunakan rangka galvalum diisi dengan papan kalsium sehingga pengerjaan modul panel dinding bisa berbarengan atap.
Untuk menghindari ketidakpresisian saat dipasang, kami desain ada sisa 20-30 sentimeter yang sekaligus bisa menjadi ventilasi. Itu bisa diisi botol plastik. Saat pengerjaan beton, panel juga masuk. Seluruhnya dikerjakan bersamaan sebab secara teknis, tanggap bencana itu harus mudah, murah, cepat, tahan gempa.
Ventilasi memanfaatkan botol plastik?
Cuaca di Lombok cukup panas. Itu sebabnya saya tergerak untuk menciptakan sirkulasi udara di ruangan sekolah agar nyaman dan bisa tidak panas.
Nah, saya gunakan botol plastik bekas air mineral. Sisi botol dipotong, selanjutnya dipasang dengan bagian yang bertutup botol di sisi dalam. Dengan posisi botol seperti itu, sirkulasi angin di dalam ruangan jadi lebih kuat, seperti ada kipas angin. Sirkulasi angin lebih lancar sehingga udaranya lebih nyaman.
Butuh berapa banyak botol plastik?
Ada hitungan teknisnya mengingat ini desain pertama kali. Kita akan evaluasi saat akan proses pembangunan. Yang penting, tutup botol jangan dibuang. Nanti ada tempat penyimpan tutup botol di kelas. Tutup botol itu untuk mengatur sirkulasi udara. Bila anginnya kencang, botol bisa ditutup sesuai kebutuhan. Setidaknya butuh 300 botol dalam satu ruangan.
Apa tujuan Anda membuat desain memanfaatkan barang bekas?
Secara nonteknis memberikan edukasi ke siswa agar mencintai lingkungan. Di daerah bencana, ada banyak sampah botol plastik. Sampah itu sulit diurai. Namun, wadahnya mampu 'bermain' karena bentuknya yang artistik. Selain itu, agar siswa agar tanggap terhadap lingkungannya, lebih kreatif sehingga mereka bisa belajar menyadari udara memanfaatkan barang bekas. Harapannya SD lebih nyaman untuk tempat belajar dan mengajar, edukatif, dan tanggap lingkungan.
Apa yang menginspirasi desain Anda?
Tanggap bencana itu lebih dominan membutuhkan kecepatan, ketepatan, sekaligus layak dan optimal. Kalau pemanfaatan botol plastik itu, menurut saya, yang pertama kali. Umumnya, botol bekas hanya dipakai sebatas hiasan. Tapi, kami menggunakan botol plastik untuk fungsi kenyamanan. Sementara ini yang kami temukan adalah aliran udara di ruangan lebih kencang. Nantinya ada riset untuk mengukur tekanan udara di tiap-tiap kelas.
Anda butuh berapa lama untuk pembangunan sekolah?
Setelah survei lapangan, saya langsung membuat desain. Orientasinya kecepatan sehingga desain mendorong percepatan pembangunan. Untuk memperkuat inovasi, saya diskusi dengan ahli juga anggota IAI lainnya, termasuk akademisi Universitas Brawijaya. Kecepatan pembangunan menggunakan teknis seperti itu bila dikerjakan bersamaan tidak lebih dari tiga bulan selesai seluruhnya. Umumnya butuh lebih dari empat bulan. Jadi, kecepatan sistem betul-betul tanggap bencana. Tujuannya agar anak-anak tidak terlalu lama di penampungan.
Bagaimana Anda melihat kepedulian publik terhadap aturan bangunan yang tahan gempa?
Masyarakat sudah mulai paham bahwa kalau membangun asal, mereka sendiri yang akan jadi korban. Namun, memang regulasi dari pemerintah harus lebih disosialisasikan. Regulasi soal arsitek pun sekarang juga sudah ada, yakni UU No 6 Tahun 2017. Dengan UU itu, arsitek harus lebih profesional. Bisa dituntut kalau desain salah, seperti dokter yang malpraktik.
Kami di IAI juga ada guyonan, bagaimana kalau satu kecamatan itu satu arsitek atau tenaga yang paham konstruksi. Bukan untuk lahan kerjaan tapi untuk sistem yang mengamankan. Jadi, mereka bisa berfungsi untuk mengecek bangunan dalam proses IMB oleh kecamatan. Ini juga untuk meluruskan pemahaman-pemahaman keliru di masyarakat soal konstruksi.
Bagaimana Anda memaknai peran arsitek?
Saat sekolah dan kuliah, saya terbayang menciptakan bangunan nyaman, mampu menciptakan suasana akrab bagi pemakai, ada interaksi kekeluargaan yang kuat. Karenanya saya mendesain agar menyatu dengan lingkungan sehingga mereka yang tinggal bisa merasa nyaman sekaligus ada suasana kekeluargaan. Itu sebabnya kecenderungan model desain saya lebih kuat ke tradisi, alam, dan kearifan lokal.
Mengapa Anda suka dengan desain kearifan lokal?
Arsitek itu tugas utamanya menciptakan lingkungan binaan yang baik. Alam itu subjek dan objek. Arsitek harus bisa memaknai alam jadi subjek sehingga alam berinteraksi dengan kita.
Mengapa demikian?
Kalau kita berpikiran alam sebagai objek, kita seenaknya mendesain kendati kontras dengan lingkungan sekitar. Padahal, desain itu harus mampu berinteraksi dengan lingkungan, yakni melihat posisi geografis, arah mata angin, dan iklim yang setiap lokasi bisa berbeda. Bangunan jangan kontras dan meninggalkan lingkungan alam sekitar sebab nantinya kita tinggal di situ. (M-2)
BIODATA
Nama: Sahirwan
Jabatan: Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang
Alamat kantor: Perum Graha Jatimulya Kaveling 33, Jalan Saxopone Malang, Jawa Timur.
PENDIDIKAN
1. SDN 2 Pancor Lombok Timur, lulus 1979
2. SMPN 1 Selong, Lombok Timur, lulus 1982
3. SMAN 1 Selong, lulus 1985
4. Sarjana Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya, lulus 1990
PRESTASI
1. IAI Award 2005
2. Alumnus Berprestasi Terbaik Katagori Bidang Arsitektur, Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya, Tahun 2018.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved