Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Kendalikan Perahu Jangan Terhanyut

Try/X-8
12/10/2018 10:40
Kendalikan Perahu Jangan Terhanyut
(ANTARA/ICOM/AM IMF-WBG/WISNU WIDIANTORO)

PERTEMUAN tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sudah berlangsung sejak 8 Oktober di Nusa Dua, Bali. Sebagai tuan rumah, Indonesia mendapat banyak pujian.

Bagaimana Direktur Pelaksana IMF Christine Madeleine Odette Lagarde memandang pertemuan tersebut bagi perekonomian dunia? Bagaimana pula dia menilai Indonesia sebagai penyelenggara?

Berikut wawancara jurnalis Metro TV dan Media Indonesia dengan Christine Lagarde, kemarin.

Pertemuan ini diikuti 35 ribu peserta. Apakah pertemuan IMF-Bank Dunia memang selalu seramai ini?
Lebih dari 35 ribu peserta merupakan rekor. Kami tidak pernah memiliki begitu banyak partisipan. Setengah dari total peserta dari luar Indonesia dan berasal dari negara yang sangat jauh.

Bagaimana komentar peserta terhadap Indonesia?
Apa yang saya dengar ialah mereka mengatakan kami akan kembali, bukan untuk bekerja. Mereka bilang kami akan datang lagi untuk kunjungan. Saya rasa itu menjadi hal yang positif.                             

Artinya itu sangat positif buat Indonesia?
Menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk memamerkan negara, penduduk, dan keramahannya. Tidak ketinggalan kesuksesan pengelolaan ekonomi Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.

Anda yakin mendengar ulasan yang bagus mengenai Bali?
Ya, saya mendengar banyak dukungan. Karena apa yang terjadi menimpa Lombok dan Palu mengena di hati para peserta. Semua orang mengekspresikan dukungannya. Kami sangat memiliki rasa erat dengan Indonesia secara umum. Apa yang bisa kami bantu telah kami lakukan. Saya pikir annual meetings di sini memberi sinyal kuat bahwa Indonesia berdaulat dan pulih tidak hanya pada hasil penanganan bencana alam mereka, tapi juga Indonesia merespons tantangan ekonomi saat ini. Kami menjelaskan hal itu kepada partisipan.

Mengenai isu global yang terjadi sekarang, eskalasi perang dagang antara Tiong­kok dan AS, peningkatan suku bunga acuan, bagaimana pertemuan ini melihatnya?
Rekomendasi pertama dari IMF untuk melakukan de-eskalasi tensi perang dagang. Kedua, mengidentifikasi dengan kerangka hukum, di mana perang dagang berlangsung. Perbaiki perang ini melalui dialog di antara semua pelakunya. Namun, jangan menghancurkan sistem dagangnya. Karena perdagangan antarnegara bagus bagi semua partisipan.
Perdagangan ini turut membantu mengeluarkan masyarakat dari kemiskin­an, meningkatkan inovasi, menurunkan beban biaya hidup masyarakat. Ini benar-benar sangat baik. Pesan kuncinya, deeskalasi, perbaiki sistemnya, dan jangan hancurkan.

Bisakah kita mengharapkan kolaborasi internasional untuk mengakhiri tensi ini?
Memang harus ada kerja sama internasional karena perdagangan berhubungan dengan dua dan banyak hal. Cara perdagangan kini telah terdisrupsi dengan supply chain yang melibatkan banyak negara. Situasi perang dagang menjadi fokus banyak negara karena AS dan Tiongkok merupakan dua negara ekonomi terbesar. Mereka ialah ekonomi dunia dan kita semua terhubung dalam perdagangan.

Soal proyeksi ekonomi dunia yang dibahas pada pertemuan ini, bagaimana perang dagang antara AS dan Tiongkok telah membentuk ekonomi global?
Kami, Anda tahu, telah menurunkan proyeksi pertumbuhan global. Kami melihat pertumbuhan global tahun ini dan tahun depan pada 3,7%. Ini tidak berubah jauh dari tahun 2017, yang kenyataannya tidak terlalu buruk. Ini berita yang cukup bagus, tetapi seharusnya bisa lebih baik. Deeskalasi tensi, menyetujui prosesnya, yakni isu akan dibahas dan diharapkan diselesaikan. Kami harap akan ada kerangka hukum tentang ini, yang adil, bebas, dan sesuai dengan masa depan. Itu bisa diselesaikan dengan kesepakatan. Saya sangat berharap itu terjadi dan dan ada hasilnya sehingga kesempatan dagang terbangun dan tumbuh.

Karena IMF juga menerbitkan peringatan tentang ekonomi global dan negara-negara Asia mesti mempersiapkan diri untuk krisis global selanjutnya, apa yang mesti dilakukan Indonesia?
Pesan saya untuk dunia, tidak hanya Indonesia. Semuanya agar mengendalikan perahu, jangan ter­hanyut. Artinya, Anda harus membuat kebijakan yang bisa yang bisa memajukan ekonomi. Indonesia saya rasa telah membahas isu tersebut dengan menggunakan kebijakan moneter fiskal dan melakukan fleksibilitas pada nilai tukar sehingga membentuk ekonomi fundamental yang solid.

Kenaikan suku bunga AS mengakibatkan outflows (aliran modal asing keluar) dari negara berkembang. Apakah ini juga menjadi risiko yang potensial?
Kita menghadapi dua fenomena. Pertama, pengetatan moneter di AS dan berakibat depresiasi mata uang di banyak negara tidak cuma negara berkembang. Kemudian, fenomena kedua, capital outflow. Sebab, sebelumnya banyak modal yang masuk ketika beban pembiayaan masih rendah. Investor mencari tempat-tempat seperti negara berkembang. Ketika suku bunga AS naik, semua modal kembali ke AS dalam dua tahun terakhir. Jadi, fleksibilitas kurs, kebijakan moneter yang tepat, dan disiplin fiskal membuat Indonesia telah merespons fenomena ini dengan baik.

Dalam Bali Fintech Agenda, apakah Indonesia telah berada dalam track yang benar?
Bali Fintech Agenda diharapkan menjadi payung hukum atau guidance dari pertemuan yang berfokus pada stabilitas keuangan. Ini tidak berhenti hanya pada 12 pokok prinsip, melainkan berlanjut pada kerangka. Tiap negara harus merujuk pada 12 prinsip ini, yang mengacu pada keamanan, inovasi, dan kepastian bahwa tidak akan membuntukan sistem keuangan karena inovasi fintech bisa menguntungkan dan juga berisiko. Di satu sisi, fintech membuka akses perempuan kepada keuangan. Risikonya ialah kemungkinan terjadinya pencucian uang dan transaksi gelap. Kita perlu semua pemangku kepentingan memberi perhatian karena sistem tersebut membuat semuanya terkoneksi.

Pertanyaan terakhir, milenial memiliki porsi besar dalam populasi di Indonesia. Anda memiliki pesan kepada mereka mengenai pertemuan ini?
Kami sangat berharap milenial merasa diikutsertakan dalam diskusi-diskusi di sini. Saya sangat berharap mereka akan melanjutkan inovasi, menantang kebijakan konvensional dan mengajukan modifikasi pada hal yang kami pikir kami telah lakukan. Itu akan mendorong mereka maju.
Persoalan perubahan iklim contohnya dan bagaimana kita membereskannya dalam sudut pandang pemerintah. Lalu isu kesenjangan yang bila melebar akan merusak pertumbuhan, juga isu tata kelola dan korupsi harus mereka selesaikan melalui cara inovasi menggunakan teknologi. Kita juga harus diarahkan oleh mereka juga. Jadi, kami harap mereka berpartisipasi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya