Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SEJAK Senin (27/8), jemaah haji Indonesia mulai kembali ke Tanah Air. Kelegaan bukan hanya milik keluarga, melainkan juga bangsa karena penyelenggaraan ibadah haji yang relatif lancar, bahkan dalam soal antrean di imigrasi. Apresiasi lebih pantas disematkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah sebagai penyelenggara ibadah haji. Perbaikan apa saja yang telah dilakukan pemerintah dan bagaimana pula soal pertanyaan klasik tentang penambahan kuota? Berikut penjelasan Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Nizar Ali, dan juga isu-isu seputar haji lainnya kepada wartawan Media Indonesia, Ade Alawi, langsung di Arab Saudi.
Penyelenggaran haji sudah memasuki babak akhir. Apa catatan Anda?
Pertama, secara umum bisa dikatakan bahwa penyelenggaraan haji tahun ini sukses dan indikatornya banyak. Masa kritis Mina sudah selesai dan alhamdulillah tidak ada insiden-insiden yang terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua petugas berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Jadi, ada mobile crisis rescue yang terdiri atas tim gerak cepat, tim preventif, dan manajemen krisis. Semuanya bekerja dengan baik sehingga bisa memenuhi jemaah haji yang terkendala dalam aspek kesehatan dan jemaah yang terpisah dengan rombongannya. Semuanya bisa diselesaikan dalam waktu yang cukup singkat sehingga saat hari tasyrik sudah mulai berkurang (jemaah yang terpisah) dan di hari tasyrik kedua sudah tidak ada jemaah yang terpisah dengan rombongan.
Soal jemaah yang terpisah ini, ketika aqabah pertama, para anggota DPR yang ada pun melihat banyak jemaah yang berjatuhan, jemaah dan anggota DPR menginginkan soal penambahan petugas. Bagaimana menurut Kemenag?
Sebetulnya dalam konteks petugas tambahan itu sudah kita lakukan, tapi tidak bisa mencapai derajat ideal, yaitu perimbangan antara rasio jemaah dan petugas. Bayangkan saja 204 ribu jemaah dengan petugas yang relatif sedikit, praktis hanya sekitar 400-500 petugas (di Mina) dalam konteks ini dan meng-cover 204 ribu jemaah. Belum lagi ditambah saat di Mina itu, berbaur dengan jemaah haji dari negara lain, ini tentu menyulitkan. Pasti kita nanti juga bertemu (dengan DPR) dan meengevaluasi kebutuhan riil untuk petugas haji di setiap titik, terutama kalau di Mina dalam konteks ini memang sudah ada skema (petugas haji) Daker Madinah bertugas di Satgas Mina tapi yang lain bisa di-BKO-kan (perbantukan). Tapi, yang lebih penting, menurut saya, ialah jalur antara kemah sampai Jamarot. Kita mencoba sekitar delapan titik stasioner maupun mobile tapi itu tidak meng-cover seluruh jemaah, maka masih ada juga jemaah yang tercecer. Ini menunjukan coverage dari petugas itu kurang.
Bisa tidak kemah kita didekatkan ke Jamarot?
Ini given kalau di Mina. Given maksudnya, ini memang space yang diperuntukan untuk Indonesia sejak dulu. Jadi, tidak bisa dikembangkan atau diperluas ke kanan maupun kiri karena sudah dikaveling-kaveling untuk negara lain dan itu sudah permanen. Yang harus dilakukan adalah ditingkat kemah itu, tapi ini ialah kewenangan pemerintah Arab Saudi. Dari hasil diskusi dengan pemerintah Arab Saudi melalui Menteri Agama, bahwa Arab Saudi sudah ada proyek dimana pada 2030 jemaah haji yang dapat ditampung sebanyak 5 juta. Konsekuensinya akan dibuat bangunan tingkat permanen, tidak lagi kemah. Kalau dilakukan maka Insyaallah hal ini dapat teratasi. Memang problem besar yang krusial adalah di Mina. Tahun depan kemungkinan sudah mulai dilakukan proyek itu, tapi problem di Mina yang paling spesifik adalah soal toilet.
Di tengah besarnya jumlah jemaah haji kita, sebenarnya sejauh mana kita menaikan posisi tawar baik di mata Arab Saudi maupun dunia?
Saya rasa kita punya bargaining yang tinggi karena jumlah jemaah haji terbesar di dunia. Jumlah yang besar akan memiliki dampak yang besar bagi proses negosiasi ketika kita meminta pelayanan yang lebih baik, misalnya, pemerintah Arab Saudi melarang mendirikan kantor kesehatan sendiri, tapi kita diberi izin itu. Ketika ada proses-proses seperti mendirikan tenda kantor misi haji di Arafah itu sebenarnya tidak boleh, tapi kita mendapatkan. Kemudian masalah toilet, kita minta diadakan toilet portabel dan diberikan, saya rasa hal-hal tersebut bagian dari memperbaiki pelayanan.
Bagaimana soal kenaikan kuota?
Kita tidak berani (menaikkan kuota) karena problem (di Mina) belum selesai. Kalau mau jujur sebenarnya yang ideal kuota pada 2016, yaitu 168.800 karena tidak ada penumpukan di Mina sehingga bisa bergerak dan tidur dengan nyaman. Dengan kembalinya kuota, maka sudah ada problem, apalagi mau ditambah kuota lagi. Sepanjang masalah ini belum clear, kita keberatan untuk menambah kuota itu. Jadi, clear-kan dulu Mina, baru nanti minta tambah. Kita sangat ingin menambah kuota tapi kita kesulitan mengatur jemaah di Mina dalam konteks ini, untuk penginapan di hotel tidak ada masalah, katering tidak ada masalah, tapi di Mina karena space-nya tidak bisa diperluas.
Bagaimana sebenarnya visi Kemenag dalam mewujudkan haji yang menyenangkan dan bagaimana mengeksekusinya?
Visi yang menyenangkan ialah layanan itu bisa memberikan kenyamanan dan kedamaian kepada seluruh jemaah haji sehingga bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna. Kalau dalam ilmu manajemen disebutnya kepuasan pelanggan. Ada 10 inovasi yang kami lakukan. Pertama, kecepatan di imigrasi. Sebelumnya, para jemaah haji sampai di Arab Saudi antre sampai lima hingga enam jam. Kita lakukan inovasi dengan memperjuangkan bagaimana proses imigrasi bisa lebih cepat dan ini sudah berhasil. Kemudian, penggunaan QR Code. Sebelumnya, jemaah haji itu distempel secara manual, diabsen satu per satu. Dengan sistem QR Code dapat mempercepat karena isinya mencakup identitas jemaah haji, mulai nama, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, dan lain-lain. Lalu ada yang namanya konsultan ibadah, ini kita perkuat karena yang paling penting dalam pelayanan ialah layanan manasik agar kesempurnaan ibadah bisa tercapai sesuai dengan syariat Islam. Kemudian, jumlah makan itu bertambah terutama di Mekah dari 25 kali makan sekarang menjadi 40 kali makan.
Terkait dengan proses imigrasi yang cepat (fast track) tersebut. Apakah tahun depan akan diperluas penerapannya menjadi 13 embarkasi?
Ada 2 proses, yang pertama seluruh proses imigrasi dilakukan di Tanah Air dan ada proses imigrasi yang dilakukan separuh (di Tanah Air), yang separuh ini sebenarnya sudah dilakukan di seluruh embarkasi sehingga mereka datang ke sini hanya melakukan verifikasi, cukup dengan memindai sidik jari lalu data muncul sesuai atau tidak maka baru distempel. Seluruh proses termasuk stempel itu dilakukan di Cengkareng yang berarti (jemaah) berasal dari wilayah DKI Jakarta, Banten, Lampung, dan Jawa Barat dan saya rasa berdasarkan provinsi tersebut siginifikan jumlahnya dalam konteks ini. Tahun depan diharapkan seluruhnya dapat fast track karena kemarin terkendala sempitnya waktu untuk deal (masalah fast track) dan yang kedua (jumlah) SDM imigrasi Arab Saudi yang bertugas di Tanah Air. Kita memang hanya menyediakan tempat saja. Petugas verifikasi, perekaman biometrik, semuanya dari Arab Saudi.
Sejauh mana penertiban travel yang nakal?
Jadi, yang pertama kita jadikan titik tekannya ialah untuk pelaksanaan haji maka haji yang kita urus ialah yang termasuk dalam visa haji, dan itu ada 2, yaitu reguler dan khusus, reguler dilakukan oleh pemerintah dan khusus oleh masyarakat dalam hal ini ialah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Kita memang tidak menafikan adanya visa Mujamalah atau visa Furodah (haji tanpa antre dengan biaya yang lebih mahal). Dalam konteks ini, ini terkait dengan persoalan visa undangan dari lembaga-lembaga di Arab Saudi dan itu kemudian tidak di-cover oleh pemerintah dan yang selama ini melaksanakan ialah PIHK. Memang kita belum mempunyai regulasi yang mengatur hal itu. Yang kita awasi bagaimana pembinaan kita terhadap PIHK, yang kedua bagaimana kita melakukan pengawasan kalau ada travel-travel yang merugikan. Kita sudah melakukan pengawasan sesuai prosedur dengan cara pertama melihat kontrak jemaah dengan PIHK yaitu kontrak layanan apa saja. Misal jika hotel tidak sesuai kontrak maka kita harus melalui tahapan-tahapan sanksi, mulai dari sanksi tertulis sampai pencabutan izin.
Apakah sebenarnya PIHK diperkenankan untuk menjual Furodah?
Kalau Furodah pengertiannya itu personal sebenarnya, dari segi regulasi belum ada yang mengatur hal ini, artinya yang diatur ialah jemaah haji yang visanya visa haji. Visa Furodah itu berbeda dengan kuota nasional dan itu bukan kewenangan dari Kementerian Agama. Bukan soal legal atau tidak, tapi sebenarnya bagaimana layanan itu bisa dilakukan. Kalau masalah legal kan dilihat dari visanya, kalau visanya legal ya legal, tetapi dalam konteks perjalanan itu harus ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dan itu sebenarnya yang kita perlu lakukan pengawasan dalam konteks ini. Sebenarnya Furodah itu sangat mengganggu karena tidak ada kejelasan, dalam arti kejelasan layanan maktab dalam konteks ini. Makanya kemarin terjadi peristiwa Furodah ditempatkan di Arofah di tenda kita, kita usir karena tidak boleh dan yang bertanggung jawab ialah pihak maktab karena kalau dijanjikan ada maktab khusus maka harus disitu, penyimpangan ini yang sering terjadi.
Adakah upaya pembicaraan bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi tentang furodah ini?
Kita sebenarnya 'kurang setuju' melaksanakan haji Furodah itu, mestinya kuota yang dipakai, ya, kuota nasional. Namun, karena belum ada regulasi, maka dalam konteks ini pemerintah akan melakukan regulasi jadi konteksnya masih dalam grey area. Kecuali kalau undangan resmi kerajaan, dimana raja mengundang tokoh-tokoh nasional yang ada di beberapa negara dan itu semuanya full coverage pemerintah Arab Saudi, tapi Furodah ini ditanggung jemaah yang bersangkutan dan ini yang sebenarnya kita tidak setuju. Jadi, prinsip sebenarnya pemerintah dalam hal ini tidak setuju dengan adanya jemaah di luar kuota nasional. Dari sisi keadilan kemanusiaan juga tidak pas karena ada yang sudah antre bertahun-tahun tiba-tiba ada yang dari luar kuota bisa masuk, itu kan tidak benar. Dalam prinsip kita yang kita lakukan, yaitu first come first served.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved