Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SENIMAN panggung pertunjukan yang piawai menirukan suara para mantan presiden Indonesia itu, punya aktivitas kesenian yang baru, tapi sebenarnya pernah jadi bagian dari hidupnya, menekuni dunia seni lukis. Ia melukis sebelum terjun ke dunia panggung pertunjukan.
Butet, begitu panggilan seniman itu, akhir tahun kemarin telah menggelar pameran seni lukisnya di Galeri Nasional Indonesia bertajuk Goro-Goro Bhinneka Keramik.
Namun, pemeran Sentilun dalam Republik Sentilan-Sentilun itu, menolak dikatakan sudah tidak lagi bermain di dunia pertunjukan. Kakak kandung Djaduk Ferianto itu, mengaku masih tetap menggeluti dunia peran bersama Teater Gandrik, Program Indonesia Kita, dan pertunjukan lainnya, bahkan dia juga ikut main di sejumlah film layar lebar.
"Tapi, saya harus tahu diri, menyadari, usia semakin tua. Tubuh semakin rapuh. Mobilitas pada saatnya pasti menurun," ujar sang monolog yang sekarang berusia 57 tahun sambil berujar, semua akan lungkrah pada waktunya.
"Baperan itu penyakit orang yang tidak mau menyadari masa lalunya," katanya sambil tertawa.
Biar enggak baperan dan post power syndrome, suami Rulyani Isfihana itu, telah menyiapkan tempat khusus. Katanya, tempat itu nanti dipakai untuk melukis, mengolah keramik, dan memajang sejumlah karya. Saat berkunjung ke rumahnya di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY, Butet menunjukkan tempat itu, tepatnya ada di belakang rumah.
Menikmati seni
"Di situ nanti ada studio untuk karya-karya lukisan saya," ujar Butet, menunjukkan tempatnya yang berada di belakang rumah.
Butuh waktu panjang, untuknya pameran, karena Butet ingin menikmati proses berkeseniannya. Karya-karya lukisannya yang dia pamerkan kemarin adalah karya yang digarapnya sejak 2015 dan tiga tahun kemudian baru dia pamerkan 138 karya lukisnya.
"Berkesenian saya tidak kejar setoran, ada kepuasan yang didapatkan," ujar lelaki penyuka tongseng kambing dan soto.
Selanjutnya, bapak tiga anak itu pun akan menggelar pameran serupa, karya lukisan dengan media keramik. Namun, dia tak mau buru-buru, yang penting baginya sekarang, berproses, berkarya, melukis, disimpan, baru dipamerkan empat tahun setelahnya.
"Untuk presentasi kepada khalayak, bentuk pertanggungjawaban saya sebagai perupa." katanya.
Meski karya lukisan keramiknya disimpan dan baru dikeluarkan empat tahun lagi, dia tak eman mengeluarkan beberapa karya jika ada kurator atau kawan yang mengajaknya pameran. Seperti dalam pameran dalam rangka menyambut Asian Games yang digelar di Plaza Indonesia, atau pameran di Bromo dalam rangka Jazz Gunung.
"Tapi, yang belum, pameran tunggal, empat tahun lagi."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved