Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SELAMA bertahun-tahun, para kosmolog bergulat dengan fenomena yang dikenal sebagai "Hubble tension". Fenomena ketidaksesuaian antara pengukuran laju ekspansi alam semesta saat ini. Salah satu solusi yang dianggap menjanjikan adalah hilangnya massa ketika lubang hitam bergabung. Namun, penelitian terbaru menunjukkan hal ini kemungkinan besar tidak cukup untuk menjawab misteri tersebut.
Pada 2022, para astronom mulai mencatat keanehan dalam pengukuran konstanta Hubble, satuan yang digunakan untuk menggambarkan laju ekspansi alam semesta. Nilai konstanta yang dihitung dari pengamatan alam semesta awal, seperti radiasi latar kosmik (cosmic microwave background), jauh lebih rendah dibanding pengukuran yang dilakukan di alam semesta modern, yang dekat dengan kita.
Seiring berjalannya waktu, perbedaan ini justru semakin melebar. Kosmolog telah berupaya mencari penjelasan, namun hingga kini belum ada jawaban pasti.
Salah satu hipotesis menyatakan jumlah materi di alam semesta mungkin tidak tetap. Beberapa teori menyebutkan materi gelap bisa saja berubah menjadi bentuk radiasi tak terlihat. Sayangnya, karena kita belum memahami apa itu materi gelap, teori-teori ini masih bersifat spekulatif.
Di sisi lain, ada cara yang sudah terbukti dapat "menghilangkan" materi: melalui lubang hitam. Namun bukan pada proses terbentuknya lubang hitam itu sendiri, karena materi yang jatuh ke dalamnya masih ada, hanya tersembunyi di balik horizon peristiwa.
Materi baru benar-benar hilang ketika lubang hitam bergabung, karena sebagian massanya berubah menjadi energi murni dalam bentuk gelombang gravitasi. Satu penggabungan lubang hitam kecil saja bisa melepaskan energi setara dengan beberapa massa Matahari.
Gelombang gravitasi ini menyebar ke seluruh alam semesta, dan massa yang menghasilkannya benar-benar lenyap. Kita dapat mengukur gelombang ini secara langsung menggunakan instrumen seperti Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory, atau melihat pengaruhnya secara tidak langsung melalui pengamatan pulsar. Jadi, secara teori, ini adalah mekanisme yang sah untuk mengurangi materi di alam semesta.
Namun, apakah jumlah materi yang hilang melalui proses ini cukup untuk menjelaskan Hubble tension? Sebuah tim astrofisikawan di Vanderbilt University baru-baru ini meneliti pertanyaan ini.
Hasilnya, agar cukup menjelaskan Hubble tension, lubang hitam harus bergabung dengan frekuensi yang sangat tidak realistis. Perkiraan laju penggabungan sebenarnya bisa dihitung dari jumlah bintang masif yang terbentuk, seberapa sering bintang tersebut mati dan berubah menjadi lubang hitam, serta seberapa efisien mereka bertemu satu sama lain.
Ternyata, jumlah penggabungan lubang hitam yang terjadi nyata sekitar 10.000 kali lebih kecil dibanding yang dibutuhkan untuk menjawab Hubble tension. Bahkan dengan mempertimbangkan ketidakpastian estimasi, jumlah ini tetap jauh dari cukup, seperti yang dilaporkan para peneliti dalam makalah mereka yang diunggah di preprint database arXiv.
Meski hasil penelitian ini belum melalui proses peer-review, mereka tetap merupakan langkah penting. Dalam menghadapi misteri, besar maupun kecil, para ilmuwan harus menelusuri setiap kemungkinan, bak detektif kosmik. Hanya melalui kerja keras, teliti, dan konsisten, kita dapat mengungkap jawaban dari misteri alam semesta yang paling sulit dipecahkan. (Space/Z-2)
Ilmuwan mengusulkan hipotesis Cosmologically Coupled Black Hole (CCBH) yang menyebut lubang hitam mampu mengubah sisa bintang mati menjadi energi gelap.
Astronom menemukan objek redup bernama Ursa Major III yang mengorbit Bima Sakti. Gugus bintang gelap atau galaksi mini?
Para astronom berhasil mengidentifikasi lubang hitam supermasif terbesar yang pernah tercatat, dengan massa mencapai 36 miliar kali massa Matahar
Para astronom menemukan fenomena langka, sebuah bintang raksasa yang meledak saat berhadapan dengan lubang hitam pendampingnya.
Gravitasi luar biasanya begitu kuat hingga dapat membelokkan cahaya dari galaksi-galaksi di belakangnya, menciptakan fenomena cincin Einstein yang tampak
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved