Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
KONSEP baru dalam astrofisika mencuat: para peneliti mengusulkan keberadaan jenis bintang misterius bernama “dark dwarf” — bukan makhluk fiksi dari dunia Tolkien, melainkan objek langit eksotis yang diyakini tersembunyi di pusat galaksi.
Berbeda dari namanya yang kelam, "dark" di sini bukan merujuk pada kegelapan biasa, melainkan pada materi gelap (dark matter) — zat misterius yang membentuk sekitar 85% dari total massa alam semesta namun tidak memancarkan atau memantulkan cahaya. Meski tak terlihat, materi ini memiliki pengaruh gravitasi yang sangat nyata.
Menurut studi baru, brown dwarf atau “bintang gagal” — objek langit yang terlalu kecil untuk memicu fusi nuklir seperti Matahari — bisa menjadi perangkap gravitasi bagi materi gelap. Saat materi gelap tertarik dan menumpuk di dalamnya, ia bisa berinteraksi dan “menghancurkan diri” (self-annihilate), melepaskan energi panas. Proses inilah yang bisa mengubah bintang gagal menjadi dark dwarf yang bercahaya karena energi dari materi gelap.
“Materi gelap bisa tertarik gravitasi dan terperangkap dalam bintang. Jika jumlahnya cukup dan ia bisa berinteraksi sendiri, maka energi yang dilepaskan akan memanaskan bintang itu,” jelas Jeremy Sakstein, astrofisikawan dari University of Hawai‘i.
Brown dwarf terbentuk layaknya bintang biasa dari awan gas dan debu, tapi massanya terlalu kecil untuk memulai fusi hidrogen. Akibatnya, mereka hanya bersinar lemah dari kontraksi gravitasional dan sedikit reaksi fusi.
Namun di inti galaksi, di mana konsentrasi materi gelap sangat tinggi, brown dwarf bisa mengumpulkan materi ini dalam jumlah besar dan memicu proses yang tak biasa — menjadikannya “dark dwarf” dengan sumber energi alternatif.
“Dark dwarf memiliki massa sekitar 8% dari Matahari,” kata Sakstein. “Semakin banyak materi gelap di sekitarnya, semakin banyak pula yang bisa ditangkap, dan semakin besar energi yang dilepaskan.”
Fenomena ini hanya mungkin terjadi jika partikel materi gelap bisa berinteraksi satu sama lain. Salah satu kandidat partikel yang memenuhi kriteria ini adalah WIMP (Weakly Interacting Massive Particle) — partikel berat yang berinteraksi lemah dengan materi biasa, tetapi cukup kuat dengan sesamanya untuk menghasilkan energi.
Gagasan tentang dark dwarf tentu tidak akan berarti jika tidak ada cara untuk membedakannya dari brown dwarf biasa. Tim peneliti mengusulkan jejak kimiawi litium-7 sebagai penanda unik. Isotop ini mudah terbakar dan akan cepat hilang di bintang biasa. Namun, jika sebuah objek menyerupai brown dwarf tapi masih mengandung litium-7, itu bisa jadi kandidat dark dwarf.
"Litium-7 bisa menjadi penanda khas. Jika ada objek yang menyerupai dark dwarf dan masih memiliki litium, maka besar kemungkinan ia bukan bintang biasa,” jelas Sakstein.
Sakstein yakin teleskop sekelas James Webb Space Telescope (JWST) sudah cukup kuat untuk mendeteksi objek dingin dan redup seperti dark dwarf. Selain itu, para astronom juga bisa menganalisis populasi objek langit tertentu secara statistik untuk melihat apakah terdapat sub-kelompok dark dwarf di antara mereka.
Jika satu saja dark dwarf bisa terdeteksi di pusat galaksi kita, itu akan menjadi petunjuk kuat bahwa materi gelap terdiri dari partikel berat seperti WIMP yang bisa berinteraksi satu sama lain.
"Kalau memang benar, ini bisa menjadi bukti nyata bahwa materi gelap bukan hanya massa tak terlihat, tapi sesuatu yang aktif dan bisa mengubah cara kita memahami alam semesta," pungkas Sakstein. (Space/Z-2)
Teleskop James Webb merilis citra terbaru Bullet Cluster, mengungkap interaksi unik materi gelap dan gas panas dari tabrakan galaksi.
Penelitian terbaru ungkap bintang supermasif di alam semesta melepaskan massa lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya melalui angin bintang ekstrem.
Ilmuwan temukan lubang hitam supermasif sebagai akselerator partikel alami dengan energi luar biasa, membuka peluang baru memahami materi gelap yang selama ini sulit terdeteksi LHC.
Para astronom terkejut dengan penemuan FCC 224, galaksi yang hampir seluruhnya bebas dari materi gelap, yang terletak di tepi Gugus Fornax.
Astrofisikawan Ethan Nadler dari University of California, meneliti kemungkinan halo materi gelap "gelap", yaitu gumpalan materi gelap yang tidak pernah membentuk bintang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved