Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BINTANG-bintang supermasif, yang massanya lebih dari 100 kali Matahari, ternyata kehilangan jauh lebih banyak material sepanjang hidupnya dibanding yang selama ini diperkirakan. Temuan ini diungkap tim ilmuwan internasional melalui pemodelan terbaru yang memperkirakan bintang-bintang raksasa ini memiliki angin bintang (stellar winds) yang jauh lebih kuat, cukup untuk melontarkan lapisan terluarnya ke luar angkasa.
“Bintang supermasif itu seperti rock star di alam semesta—kuat, hidup cepat, dan mati muda,” kata Kendall Shepherd, peneliti dari Institute for Advanced Study (SISSA), Italia.
Bintang supermasif memiliki usia pendek, tetapi punya dampak besar terhadap lingkungan kosmik. Ledakan supernova mereka dan angin bintang yang kuat menyebarkan unsur-unsur penting seperti karbon dan oksigen ke angkasa, membentuk dasar bagi kelahiran bintang baru, bahkan kehidupan.
Tim Shepherd menggunakan model evolusi bintang canggih (PARSEC) untuk menyatukan teori dan observasi, khususnya berdasarkan pengamatan bintang-bintang di Nebula Tarantula di Awan Magellan Besar. Di sana, para astronom menemukan bintang-bintang panas ekstrem—lebih dari 40.000°C—yang tidak sesuai dengan prediksi model sebelumnya.
“Bintang-bintang ini tetap kecil dan sangat panas karena angin bintang yang kuat mencegah mereka mendingin. Itu menjelaskan kenapa mereka tampak seperti bintang tipe Wolf-Rayet (WNh),” jelas Shepherd.
Model baru ini juga membantu menjelaskan asal usul R136a1, bintang terbesar yang pernah ditemukan, dengan massa sekitar 230 kali Matahari. Menurut tim, R136a1 bisa saja terbentuk sebagai satu bintang besar sejak awal, atau hasil dari tabrakan dua bintang yang bergabung menjadi satu bintang supermasif.
“Saya terkejut hasilnya menunjukkan dua kemungkinan yang sama kuat—baik sebagai satu bintang tunggal sejak awal, atau dari merger bintang biner,” kata Shepherd.
Jika berasal dari satu bintang tunggal, maka R136a1 harus dimulai dengan massa yang jauh lebih besar daripada jika ia terbentuk dari penggabungan dua bintang.
Temuan ini juga berdampak besar bagi pemahaman tentang lubang hitam. Dengan kehilangan massa lebih banyak karena angin bintang, bintang-bintang supermasif kemungkinan menghasilkan lubang hitam yang lebih kecil. Ini bisa menjelaskan mengapa lubang hitam bermassa menengah (100–10.000 kali massa Matahari) sangat jarang ditemukan.
Model baru ini bahkan mendukung pembentukan pasangan lubang hitam besar seperti yang telah terdeteksi melalui gelombang gravitasi.
“Dengan angin bintang lebih kuat, dua bintang tetap terpisah dan tidak saling menelan sebelum menjadi lubang hitam. Ini memungkinkan mereka bertahan sebagai pasangan dan akhirnya menyatu,” jelas Shepherd.
Karena penelitian ini berfokus pada Awan Magellan Besar yang punya komposisi kimia unik, Shepherd mengatakan langkah berikutnya adalah memperluas studi ini ke lingkungan kosmik lain.
“Temuan ini belum berlaku universal. Akan sangat menarik melihat bagaimana prediksi populasi lubang hitam berubah dengan komposisi awal yang berbeda di seluruh alam semesta,” tutupnya. (Space//Z-2)
Ilmuwan temukan lubang hitam supermasif sebagai akselerator partikel alami dengan energi luar biasa, membuka peluang baru memahami materi gelap yang selama ini sulit terdeteksi LHC.
Para astronom terkejut dengan penemuan FCC 224, galaksi yang hampir seluruhnya bebas dari materi gelap, yang terletak di tepi Gugus Fornax.
Astrofisikawan Ethan Nadler dari University of California, meneliti kemungkinan halo materi gelap "gelap", yaitu gumpalan materi gelap yang tidak pernah membentuk bintang.
Fenomena misterius di pusat Bima Sakti bisa menjadi petunjuk keberadaan kandidat baru materi gelap.
Penelitian terbaru mengungkapkan massa materi gelap mungkin lebih ringan atau lebih berat daripada yang sebelumnya diperkirakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved