Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEBUAH studi terbaru mengungkapkan telah menghubungkan surplus energi kutub Mars dengan badai debu global yang terkenal. Dua wajah yang memiliki perbedaan ini, sangatlah berbeda dengan Planet Merah yang muncul dalam gambar perbandingan dari Teleskop Luar Angkasa Hubble yang menunjukkan bagaimana debu global melanda Mars dengan dimulainya musim semi di Belahan Bumi Selatan.
Perkembangan inovatif tentang keseimbang energi Mars mengungkapkan surplus kutub yang mendorong pola cuaca yang dinamis, termasuk badai debu besar ini memberikan petunjuk mengenai stabilitas iklim Mars.
Para ilmuwan dari University of Houston telah membuat penemuan yang inovatif untuk mengubah pemahaman kita tentang iklim dan cuaca di Mars, sekaligus menawarkan wawasan yang berharga mengenai proses atmosfer bumi ini.
Penelitian yang dipimpin Larry Guan, seorang mahasiswa pascasarjana di Department of Physics at UH's College of Natural Sciences and Mathematics dengan di bawah bimbingan Profesor Liming Li dan Xun Jiang, serta beberapa ilmuwan planet terkemuka. Tim peneliti ini menciptakan profil meridional pertama dari anggaran energi radiasi (REB) Mars yang mengukur keseimbangan antara energi matahari yang diserap planet Mars dan energi panas yang dipancarkannya di berbagai garis lintang.
Secara global, surplus energi ini mendorong pemanasan, sementara defisit menyebabkan pendinginan. Di Mars, profil REB memainkan peran penting dalam membentuk cuaca dan iklim yang bisa mengungkap rincian baru tentang dinamika atmosfer planet merah.
“Penelitian ini tidak hanya memperdalam pengetahuan kita tentang planet merah saja, tetapi memberikan wawasan yang sangat penting mengenai proses atmosfer planet tersebut,” ujar Prof Liming Li.
“Pekerjaan ini menetapkan profil anggaran dalam energi radiasi meridional pertama di Mars yang patut diperhatikan. Memahami iklim dengan skala besar dan sirkulasi atmosfer di Bumi ini sangat bergantung pada profil REB, sehingga memiliki profil REB di Mars memungkinkan perbandingan klimatologi yang penting dan meletakkan dasar bagi meteorologi Mars,” ujar Larry Guan.
Dalam profil tersebut, berdasarkan pengamatan pada jangka panjang dari pesawat ruang angkasa yang mengorbit, menawarkan perbandingan rinci REB Mars dengan Bumi. Pengungkapan ini memiliki perbedaan yang mencolok dalam setiap cara planet menerima dan memancarkan energi. Meskipun Bumi menunjukkan surplus energi di wilayah tropis dan defisit wilayah kutub, Mars terus menunjukkan konfigurasinya.
“Di Bumi, surplus energi tropis ini mendorong pemanasan dan pergerakan atmosfer ke atas, sedangkan defisit energi kutub menyebabkan pendinginan dan pergerakan atmosfer ke bawah. Pergerakan atmosfer ini secara signifikan mempengaruhi cuaca dan iklim di planet asal kita. Namun di Mars kita bisa melihat adanya surplus energi di wilayah kutub dan defisit energi di wilayah tropis,” ujar Xun Jiang.
Menurut Guan, kelebihan tersebut terutama terlihat di belahan bumi selatan Mars selama musim semi, memainkan peran penting dalam mendorong sirkulasi atmosfer planet dan memicu badai debu global yang merupakan ciri paling menonjol dari cuaca Mars. Badai besar ini dapat menyelimuti seluruh planet, mengubah distribusi energi secara signifikan serta memberikan elemen dinamis yang dapat mempengaruhi pola cuaca dan iklim Mars.
“Interaksi antara badai debu dan REB, serta dinamika es di kutub mengungkapkan proses umpan balik yang kompleks dengan memungkinkan besar untuk membentuk pola cuaca Mars dan Stabilitas iklim jangan panjang,” kata Guan.
Baru-baru ini ditemukan adanya ketidakseimbangan energi global dalam skala global yangs ecara signifikan berkontribusi terhadap pemanasan global dengan besaran yangs ebanding pada peningkatan gas rumah kaca.
Mars menghadirkan lingkungan yang berbeda karena atmosfernya yang jauh lebih tipis dan kurangnya pengaruh antropogenik. Tim peneliti kini sedang mengkaji ulang potensi ketidakseimbangan energi jangka panjang di Mars dan implikasinya terhadap evolusi iklim planet tersebut.
“Perbedaan REB antara kedua planet ini sungguh menakjubkan, sehingga pemantauan terus menerus akan memperdalam pemahaman kita mengenai dinamika iklim Mars tersebut,” kata Liming Li. (scitechdaily/Z-3)
Penjelajah Zhurong milik Tiongkok berhasil menemukan jejak garis pantai kuno di Mars, membuktikan bahwa miliaran tahun lalu, planet merah ini bukanlah gurun tandus seperti sekarang.
Penemuan meteorit Mars yang disimpan di laci meja Universitas Purdue di Indiana, AS, sejak tahun 1931, baru-baru ini membuka lembaran sejarah baru
Mars, planet merah yang berjarak sekitar 140 juta mil dari Bumi, telah menjadi saksi kehadiran manusia melalui berbagai misi eksplorasi.
Temukan panduan lengkap untuk melihat planet Mars dengan mata telanjang, termasuk waktu terbaik, lokasi ideal, dan tips menggunakan alat tambahan.
Pada 16 Januari 2025, langit malam akan menjadi lebih istimewa karena Mars akan berada dalam posisi terbaiknya untuk diamati dari Bumi. Fenomena ini dikenal sebagai oposisi Mars
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved